Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 74 –“Angkatan Bersenjata (Part-2 Habis)”

13 Maret 2010   02:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:27 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Salah satu prajurit kupanggil lagi ke depan. Ia memakai seragam angkatan laut. Gagah dan tegap.

”Apa job descriptionmu di angkatan laut, mas? Saya ingin tahu..” tanyaku.

“Maaf, Mr. President.. sebelumnya saya sampaikan hormat saya yang tak terhingga. Dan sebelum saya menjelaskan apa sumbangsih saya pada negara, ijinkan saya untuk bernyanyi, Mr. President..”

”Bernyanyi??” dahiku berkerut.

”Betul, Mr. President..” jawab si prajurit itu sigap.

Apa buruknya? Ini pasti hebat.

”Silakan saja..” aku mengizinkan prajurit itu bernyanyi.

**

Sang prajurit pun mulai bernyanyi.

Nenek moyangku orang pelaut..!

Sang prajurit tiba-tiba diam.

”Maaf, Mr. President. saya gugup.. jadi bingung saya.. “ katanya kemudian.

“Ahaha.. ngapain gugup. Bernyanyi sajalah.. teruskan..!” kataku.

Si prajurit mulai berkonsentrasi lagi, dan mulai bernyanyi.

Nenek moyangku orang pelaut..!

Dan lagi-lagi, prajurit itu tiba-tiba diam. Dasar prajurit aneh. Nggak bisa nyanyi, ngotot mau nyanyi.

”Ya sudah. Kalau tak bisa nyanyi, ya langsung saja.. ceritakan job descriptionmu di angkatan laut..” aku tak sabar dan memotong tingkah anehnya.

”Mm.. mm.. maafkan saya, Mr. President..” katanya.

“Ya sudah.. nggak apa-apa..” timpalku.

**

”Jadi.. saya itu terdampar di angkatan laut gitu ceritanya, Mr. President..” kata si prajurit. ”Padahal, cita-cita saya adalah menjadi nelayan. Karena saya bangga menjadi nelayan. Pergi ke laut, dan pulang membawa banyak ikan. ”

Hmm.. aneh sekali, pikirku. Ini prajurit, tak menyangka bisa masuk menjadi angkatan laut.

”Jadi.. sampean kecewa karena menjadi angkatan laut??” tanyaku penasaran.

”Dulu memang begitu, Mr. President. Tapi saat ini, saya amat senang menjadi angkatan laut..” jawabnya.

”Lho.. kok bisa begitu?” tanyaku lagi.

”Ya karena job description saya..”

“Memangnya apa tugasmu?”

“Saya bertugas di kesatuan pemungut ranjau laut, Mr. President. Anda tahu, kan? Penjajah negeri ini meninggalkan banyak ranjau. Jadi, disela-sela memungut ranjau, saya memungut ikan juga. Lumayan, kan? Bisa memusnahkan ranjau dan memungut ikan sekalian. Jadi saya tetap bisa menikmati cita-cita lama saya.. menjadi nelayan.. sekaligus menjadi tentara angkatan laut..”

Dasar! Gerutuku dalam hati.

**

Setelah prajurit krucuk dari angkatan udara dan angkatan laut yang rela melakukan dialog denganku, kini giliran dari angkatan darat. Wah.. yang dari angkatan darat pasti hebat ini, pikirku.

Dan satu prajurit dari angkatan darat telah bersiap.

”Wah.. gagah sekali sampean..” pujiku pada si prajurit angkatan darat.

”Terima kasih, Mr. President. Saya memang selalu menjaga kebugaran sejak sebelum diterima menjadi tentara angkatan darat. Tiap hari saya selalu lari pagi dan fitness. Saya memang berharap bisa memangkul senjata berat laras panjang dan bertempur di garis depan..” jawab prajurit ini.

”Waah.. luar biasa..”

”Tapi maaf, Mr. President. Cita-cita saya itu tak kesampaian..”

“Lho.. mengapa begitu?”

“Karena.. selain perang memang belum dimulai.. ternyata tugas saya sehari-hari amat beda dengan apa yang saya bayangkan..”

”Lho..”

Aku terhenyak.

**

”Bukankah sampean sering ikut latihan perang-perangan.. sehingga masih sesuai dengan yang diinginkan..”

”Latihan perang-perangan saya juga tak pernah ikut..”

Aku semakin heran. Prajurit ini nampaknya amat mengeluh dengan tugasnya.

”Sebenarnya, Anda ditugaskan dimana, sih?” tanyaku masih dengan rasa penasaran.

”Mm.. saya di bagian rumah tangga komandan kodim, Mr. President..” jawab prajurit angkatan darat itu lesu.

Aku mencium tempat tugas yang cukup aneh. Bagian rumah tangga komandan kodim.

”Memang ada tempat tugas seperti itu kok.. aneh sekali. Bagian rumah tangga komandan kodim..?” telisikku.

”Iya Mr. President.. sungguh.. saya tidak bohong..” jawab si prajurit.

**

”Lantas.. apa tugasmu??”

Sejenak, sang prajurit tak mau menjawab. Ia hanya diam saja.

”Maaf, Mr. President. Saya takut menjawabnya. Saya takut dimarahi komandan saya..”

”Ah.. jangan takut. Bukannya saya tadi sudah bilang bahwa ini forum jujur tanpa takut..”

”Baiklah kalau begitu..”

**

Aku deg-degan menanti jawaban sang prajurit angkatan darat.

”Tugas saya dimulai jam 6 pagi. Saya harus datang pagi-pagi ke rumah komandan kodim, mencuci mobil dinasnya dan tepat pukul 6.30 saya harus mengantarkan anak komandan kodim pergi ke sekolah. Nanti, sekitar jam 11.00 saya harus menjemput anak komandan kodim saya itu.. dan kemudian saya bisa istirahat sebentar. Tetapi nanti sekitar jam 2 siang, saya kembali harus mengantar anak komandan kodim ke tempat les sempoa. Dan sekitar jam 4 sore saya menjemput kembali anak komandan kodim saya itu dari tempat les.. Jadi.. itu pekerjaan rutin saya, Mr. President..”

Aku terdiam sesaat.

”Jadi.. tak ada kegiatan mengangkat senjata laras panjang.. atau yang berbau militer begitu..??” tanyaku keheranan.

”Ya.. praktis tidak ada, Mr. President. Ya.. memang bagian saya di bagian rumah tangga komandan kodim..” jawab sang prajurit lugu.

Aku hanya bisa manyun. Prajurit yang sedang berdialog denganku memang tentara. Tapi tugasnya amat ”tidak tentara”. Dan tidak kentara sebagai tentara.

[ salam tentara.. ]

Catatan Penulis

Halo kompasianers. Salam cinta untuk kalian semua.

Beberapa waktu yang lalu aku pernah mendapatkan nasehat dari Pipiet Senja. Nasihatnya amat bagus. Beliau bilang, ada perbedaan antara seorang blogger dan seorang writer, meskipun kedua-duanya juga mempunyai kesamaan, yakni sama-sama nulis.

Kawan, aku berusaha menerjemahkan ungkapan ini.

Seorang blogger, akan bergerak di wilayah non-mainstream. Reportase seorang blogger, akan beda dengan reportase jurnalis/wartawan media mainstream. Begitu juga dengan artikel seorang blogger. Dia tak akan muncul di media mainstream, baik koran maupun buku.

Namun demikian, kita juga bisa menjadi kedua-duanya kawan. Kita bisa menjadi seorang blogger di satu sisi, dan juga writer di sisi yang lain. Itu terjadi ketika tulisanmu diangkat ke ranah mainstream dimana area publisitasnya lebih luas dan masiv.

Of course, tentu tidak mudah untuk sampai kesana, menjadi blogger sekaligus writer. Ada dua persyaratan yang harus kita penuhi. Apa itu? Pertama, kita harus terus belajar. Kedua, kita juga harus bekerja keras dan berlatih.

Apa pendapatmu tentang ini??

Salam Cinta,

ZUHDY TAFQIHAN alias MR. PRESIDENT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun