Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 9 –“Rok”

12 Desember 2009   09:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:58 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sudah menelusuri nama wanita yang tak kan pernah kulupakan bagaimana ia menyajikan kopinya. Yang legit, hitam, dan manis. Kopinya itu.

Saudara Bupati sudah memberikan identitasnya. Ia adalah duta wisata, mantan pemenang kontes ayu-ayuan di daerah itu, sedang kuliah semester 7, dan punya kemampuan berbahasa inggris dengan sangat baik.

Namanya.. Rahadjeng Diah Kusumadewi. Mendengar namanya saja.. Deg degan, dan kesemutan. Yang tentu dia sudah pasti tahu.. aku adalah presiden Republik Ini yang masih single.. dan mungkin akan memilih-milih wanita. Tapi aku tak seperti itu. Aku punya prinsip, jodoh akan datang tanpa tahu kapan, dan tanpa tahu siapa. Sesuatu yang beda. Very-very different.

**

Sejak Natalia menemukan coretan sajak cinta ngawur buatanku di bawah meja, ia bersikap sedikit berbeda. Entah mengapa. Aku berniat menceritakan Rahadjeng Diah Kusumadewi kepadanya, tapi aku tak mau. Sikap dan caranya menyapaku berbeda dengan kemarin. Dandanannya juga sangat lain. Aku meliriknya ketika rapat kabinet terbatas bidang ekonomi sudah akan berakhir. Ia masih memakai semi blazernya, tapi yang kutahu, sekarang dia memakai rok panjang. Bukan rok pendek seperti biasanya.

Setelah malam, aku memanggil Jemangin.

“Ada sesuatu yang harus saya kerjakan, Pak Presiden?” tanya Jemangin buru-buru.

“Tidak, Jemangin. Aku hanya memperhatikan Natalia yang memakai rok panjang. Kamu memperhatikannya?” tanyaku pelan.

“Mm.. iya sih Pak. Saya juga memperhatikannya. Beliau tampak lebih anggun dan berkelas.” Jawab Jemangin.

“Lha sejak dulu kan berkelas..?” desakku.

“Iya Pak. Tapi sekarang beliau tambah matang dan semua orang pasti segan.” Tambah Jemangin.

Jemangin menunduk. Mungkin tak berani mengatakan sesuatu yang tak semestinya. Yang sebenarnya sangat aku harapkan.

**

Aku bingung sendiri. Aku tak ingin menunda-nunda sebuah permasalahan yang mengganjal seperti ini. Ini menyangkut sikapku kepada seorang Natalia. Ini menyangkut integritas dan kredibilitas.

Malam itu aku menelepon Natalia.

“Bajumu bagus sekali siang tadi, Natalia.”

“Terima kasih Mr. President.”

“Apakah karena aku hingga kamu memakai rok panjang..”

“Mm.. Bapak tidak suka Saya memakai rok panjang?”

“Oh.. tidak. Saya sangat suka sekali Natalia. Sangat suka.”

“Lantas.. maksud Anda apa, Mr. President? Hingga malam-malam begini menelepon saya hanya untuk bertanya perihal rok yang saya kenakan.”

“Ini penting Natalia. Perihal rok. Aku ingin menanyakan sesuatu. Mm.. mm.. jika kemarin-kemarin aku mempunyai kesalahan, akankah kamu memaafkanku, Natalia?”

“Lho.. Anda tak bersalah sama sekali, Mr. President.”

“Ooh.. berarti benar. Kamu memang tidak tahu.”

“Adakah yang saya tidak tahu?”

“Kamu tidak tahu kalau.. pernah suatu ketika.. kamu duduk dengan rok pendek dengan posisi duduk yang tidak begitu pantas.. begitu.. dan..”

“Maksudnya.. Anda pernah mengintip ketika saya memakai rok pendek itu, Mr. President???”

“Mm.. ya.”

Speechless.

“Dan aku meminta maaf kepadamu. Aku tak sengaja. Sama sekali tak sengaja. Jadi, aku menginginkan kamu memakai rok panjangmu.”

Speechless.

“Mudah-mudahan percakapan kita ini tidak disadap infotaintment, Mr. Presiden.. Selamat malam!!”

Aduuuuhhhh… [MASIH ADA LAGI LHO..]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun