Meninggalnya Mbah Maridjan tidak otomatis mematikan pentingnya local knowledge bagi bangsa kita yang hidup berdampingan dengan bencana (co-existence). Eksodus warga jogaja ke daerah sekitar (solo dsb) akibat isu awan panas lebih dari 65 km yang disiarkan melalui infotainment dan sms mengindikasikan bahwa kita perlu mengenal lingkungan kita secara lebih baik. Di sinilah pentingnya local knowledge dan tokoh yang menjadi simbolnya adalah mbah Maridjan. Seandainya masyarakat jogja memiliki ketangguhan psikologis seperti mbah Maridjan tentu saja eksodus besar-besaran tidak akan terjadi. Apalagi informasi resmi dari PVMG mementahkan kemungkinan kejadian tersebut (baca: informasi dalam isu tsb tidak reliable).
Akan tetapi local knowledge perlu diupdate karena selalu ada dinamika. Runtuhnya geger boyo menjadikan lingkungan sekitar mbah Maridjan yang selama 1 abad "relatif aman" berubah menjadi daerah paling berisiko. Dan perkembangan baru ini perlu diinternalisasi oleh penduduk, sehingga tidak berpegang teguh kepada asusmsi lama yang sudah tidak reliable.
Singkat kata resiliensi harus, reliability juga harus biar kita bisa hidup damai bersama risiko bencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H