Hujan jatuh ke bumi diiringi gemuruh. Kilat dan petir pun sambar - menyambar. Pohon-pohon cemara rentes yang menjulang di depan rumah bak istana itu berayun-ayun. Langit gelap, deru angin menggetarkan sisi-sisi jendela akrilik yang tinggi menjulang di sepanjang selasar.
Di sebuah kamar di lantai dua, Andrew memeluk istrinya yang tengah menangis hebat. Tangisan itu berbaur dengan raungan balita cantik berusia dua tahunan yang tengah duduk di pangkuannya. Andrew berusaha keras menenangkan Fena istrinya sekaligus terus memeluk Stefi kecil yang juga gemetar ketakutan.
Andrew dan Fena baru sepekan melangsungkan perkawinan. Koper-koper pakaian sepulang dari bulan madu di negeri Sakura masih belum dibuka. Harum bunga melati nan segar masih tercium di segala penjuru ruangan kamar mereka yang elegan dan mewah.
Namun apa mau dikata, di tengah kegembiraan dan keindahan momen pengantin baru, Â mereka sudah harus berhadapan dengan sebuah kenyatan terpahit sepanjang hidup mereka berdua.
Gemerlap dan kemilau gaun pengantin desain seorang perancang ternama di kota itu berserakan. Juntaian suteranya tercabik-cabik oleh luapan kekecewaan Fena. Manik-maniknya yang gemerlap berjatuhan dan menggelinding tak tentu arah.
Kado-kado produk luar negeri dari mamanya juga para kolega pun dia lemparkan ke segala penjuru kamar pengantinnya yang super mewah. Fena meraung-raung tak terkendali.
Tak dapat dia membayangkan dalam hitungan detik akan segera termuat dalam head news seluruh media digital bahwa mamanya yang seorang pejabat pemerintah terciduk KPK karena telah menerima suap milyaran rupiah dalam proyek revitalisai dua pasar di kotanya.
"Aku bisa gilaaaaaa Mas," Fena berteriak sambil meremas baju Andrew.Â
Andrew membisu sambil menciumi anak-anak rambut istrinya. Di pangkuannya Stefi masih menangis sekeras-kerasnya.
Fena lemas dalam pelukan Andrew suaminya. Sisa pemeriksaan para tim KPK masih tertinggal menyisakan ratapan yang menyatu dengan deru gemuruh hujan sore itu.Â