Bangunan ini termasuk dalam bagian rencana tata kota Malang yang disebut dalam pada Bowplan V, bagian dari Bowplan tahap I-VIII (1914-1929) yang dirancang oleh Herman Thomas Karsten dan dikerjakan oleh arsiteknya Karel Bos pada tahun 1936.
Bangunan dengan arsitektur aliran Nieuwe Bouwen ini konon merupakan ide dari Karel Bos yang terispirasi oleh pengalamannya sendiri pada waktu itu baru saja dianugerahi anak kembar. Dengan hal ini, Karel Bos mampu mengaplikasikan rancangan Herman Thomas Karsten dengan sempurna.
Konsep aliran Nieuwe Bouwen mengutamakan aspek fungsional untuk beradaptasi dengan iklim setempat. Tampak pula dua menara di bagian atas gedung yang berfungsi untuk mengamati kondisi sekitar.
Disebutkan bahwa bangunan kembar di perempatan Kajoetangan ini merupakan gerbang masuk kawasan perumahan elit pengusaha perkebunan Belanda di Kawasan Bergenbuurt (sekarang Kawasan Ijen Boulevard) dari stasiun Kota Baru dan poros Jan Pieterszoon Coen Plein (sekarang alun-alun Tugu Balaikota). Kawasan yang tampak indah berlatarbelakang pemandangan Gunung Putri Tidur.
Dari gambaran demikian menjadikannya sebagai bangunan ikonik dan berjaya pada masanya.
Dilansir dari merdeka.com dijelaskan bahwa awalnya adalah milik taipan Tionghoa bernama Han Thiaw An yang kemudian menjadi Toko Buku Boekhandel Slutter-C.C.T van Dorp Co. Tahun 1950-an dibeli keturunan India-Pakistan Rajab Ally. Nama Rajabally (Rajab Ally) sangat melekat, sehingga kawasan itu dikenal sebagai perempatan Rajabally sampai sekarang.
Gedung sebelah selatan awalnya merupakan toko emas Juwelier Tan milik saudagar emas bernama Tan Siauw King. Pada tahun 1964 gedung ini menjadi Bank Arta Niaga Kencana (ANK Bank) lalu beralih menjadi Bank Commonwealth. Sejak Bank Commonwealth pindah ke Jalan Jaksa Agung Suprapto pada bulan Juli 2020 gedung ini kosong hingga sekarang.
Menjadi Kafe Bernuansa Kolonial
Berbeda dengan nasib saudara kembarnya, kini menjadi tempat parkir dan terbengkalai yang notabene sudah ditetapkan sebagai gedung cagar budaya (2018), gedung sebelah selatan setelah berganti-ganti pemilik berubah menjadi kafe bernuansa Kolonial Bernama “Lavayette”.
Pemilik kafe mencoba merevitaliasasi dan mengalihfungsikan menjadi restoran dan rumah makan bernuansa heritage meskipun dengan sedikit perubahan membuat gedung ini tak lagi sama dengan kembarannya di sebelah selatan. Gedung sebelah utara ini juga masih berstatus Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCG).