Harapan adalah makhluk berbulu yang bertengger dalam jiwa.Â
Dan menyanyikan nada tanpa kata-kata,Â
Dan tak pernah sekali pun berhenti - Emily DickinsonÂ
Sejak aku kecil keluargaku senang memelihara kucing dan anjing. Ketika aku kelas empat SD, kami  memiliki seekor anjing dan kucing kampung hingga pernah mencapai 13 ekor.
Anjing kecilku jenis Pomeranian jantan yang oleh ayahku dinamai Jemie. Mereka tumbuh bersama dan akur, meski sesekali mereka bercanda kelewatan hingga merusak barang-barang di sekitarnya.
Keluarga kami pecinta hewan, jadi meskipun beberapa barang berharga kami rusak dan hancur oleh ulah anabul ini tak pernah sekalipun kami marah apalagi hingga menyakiti mereka.
Ayah bilang, "percuma marah-marah pada mereka, malah menghabiskan energi toh barang itu tak kan bisa utuh lagi. Mereka bukan manusia yang mencintai benda-benda mati kesukaannya."
Trauma Kehilangan
Sejak Jemie tutup usia karena tua dan kucing peliharaan terakhirku mati karena sakit, aku tak ingin memelihara anabul lagi. Bukan karena alasan menguras kantong, melainkan sangat menguras air mata.
Aku trauma setengah mati dan merasa sangat kehilangan. Satu per satu mereka tutup usia dengan berbagai peristiwa. Ada yang pergi tak kembali ke rumah, ada yang diperlakukan tak layak oleh oknum manusia; diracun, ditembak, disiram oli dan dipukul sampai cacat.
Pernah sepanjang hari aku menangis, tidak selera makan, enggan ke sekolah karena si Jackie hilang dan setelah empat hari kemudian kembali dalam kondisi mengenaskan. Kakinya luka dan terdapat peluru senapan angin yang menancap di tulang kakinya.
Ayahku luar biasa. Ayah membuat ramuan dari parutan kunyit dan obat atibiotik lalu ditempelkan di kaki Jackie yang terkena tembak dan dirawat setiap hari hingga luka itu mengering meskipun peluru masih menempel di tulang kaki si Jackie. Jackie tumbuh sehat hingga suatu ketika ia tutup usia karena sakit gangguan saluran kemih atau 'flutd'.
Kepergian anabul yang sudah seperti anggota keluarga bagi kami selalu membuat kami sedih dan terpukul. Entahlah... semua terjadi begitu saja dan setiap peristiwa selalu menguras air mata. Hampir semua menutup mata dalam pelukanku, dan ini membuatku berduka berhari-hari.Â