Oleh. Muhammad Eko Purwanto
Pada tanggal 25 November setiap tahunnya, negara Indonesia merayakan Hari Guru Nasional. Peringatan ini bertujuan untuk menghormati peran penting para guru dalam mempersiapkan generasi muda yang terdidik dan terampil di masa depan. YW Al Muhajirien Jakapermai, sebagai pengelola sekolah-sekolah Islam Al Azhar di wilayah Jakapermai, Kemang Pratama, dan Grand Wisata, Kota Bekasi, memiliki peran yang sangat penting dalam mempersiapkan siswa-siswanya untuk masa depan yang cerah. Sebagai bagian dari perayaan Hari Guru Nasional, yayasan ini turut merayakan keberhasilan guru-gurunya dalam menjalankan tugas mulianya. Dalam rangka memperingati Hari Guru nasional ini, ada baiknya kita mengetahui dan me-refresh kembali lebih dalam tentang Yayasan Waqaf (YW) Al Muhajirien Jakapermai
Yayasan Waqaf (YW) Al Muhajirien Jakapermai, berlokasi di Perumahan Jakapermai, Kelurahan Jakasampurna, Bekasi Barat, Kota Bekasi. Pada tahun 1970-an, Jakapermai adalah suatu kawasan perumahan yang disediakan bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas, yang berada di wilayah Jakasampurna, kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Semula ia merupakan wilayah perkampungan dan perkebunan rakyat. Dibuka pada awal tahun 1970-an dengan luas sekitar 125 HA, dan dirancang untuk sekitar 2.000 unit rumah. Namun sampai pertengahan tahun 1970-an, penghuninya belum sampai 30-an keluarga. Dan suasananya masih sepi serta lengang, dan masih banyak dipenuhi pepohonan karet.
Dalam suasana kawasan yang sepi dan lengang itulah, pada hari Jum'at tanggal 22 Syawal 1399 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 14 September 1979, atas prakarsa Moehammad Zain, sebanyak 16 keluarga muslim berkumpul membentuk majelis taklim, yang diberi nama Majelis Taklim Al-Muhajirien. Beberapa hari setelah pertemuan di atas, taklim pertama dilaksanakan di rumah keluarga Bapak Sartono Basuki dengan mengundang Bapak H.M. Yunan Nasution, salah seorang Pimpinan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, saat itu. Dari sini;ah kegiatan terus bergulir, dari rumah ke rumah, seperti: 1) pengajian dua pekan sekali, setiap Jum'at malam ke-2 dan ke-4; 2) pengajian Muslimat setiap Rabu siang, selepas shalat Zuhur; 3) belajar membaca Al-Qur'an dan ibadah untuk anak-anak setiap Ahad pagi; 4) Shalat Tarawih berjamaah di bulan Ramadhan; 5) Dan lain-lain.
Berbagai kegiatan di atas berjalan masih sebatas dari rumah ke rumah meski jamaah yang mengikutinya terus bertambah. Hal ini karena di kawasan itu belum ada fasilitas tempat ibadah, berupa masjid atau mushalla. Berbagai fikiran, gagasan, usulan terus berkembang dan dibicarakan bersama-sama, sehingga akhirnya mereka sepakat membangun Mushalla.
Pembangunan Mushalla dilakukan secara gotong royong, baik untuk membeli tanah seluas 312,5 M2 dengan harga per-M2, Rp 8.000,-, maupun untuk membiayai membangunnya sebesar Rp. 47.314.000.-. Mushalla dibangun dengan ukuran 10,5 x 11,5 M2, di Jalan Cendana VI nomor 16 Jakapermai. Selesai dibangun (th. 1985), mushalla itu diberi nama, Mushalla Al-Muhajirien. Dengan adanya Mushalla, maka hubungan kekeluargaan sesama muslim di lingkungan kawasan Perumahan Jakapermai semakin erat dan semakin akrab. Kegiatan Majelis Ta'lim dalam mengkaji ilmu-ilmu Ke-Islam-an bertambah intens dan lancar. Jamaahnya makin berkembang. Mereka saling berlomba untuk memberikan perhatian yang sebaik-baik-nya bagi kepentingan dakwah Islam.
Mendirikan Yayasan Untuk Mengelola SekolahÂ
Sejak permulaan tahun 1980-an, anggota Majelis Ta'lim Al Muhajirien mulai mengembangkan gagasan untuk membuka Sekolah Islam berkualitas, yang di dalamnya mengajarkan ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu ke-Islam-am secara komprehensif. Para anggota majelis Ta'lim mulai bercita-cita membangun sekolah yang mampu memadukan  Pelajaran Agama Islam dengan Pelajaran Umum. Sementara, di bagian lain, banyak masyarakat juga prihatin melihat banyaknya orang-orang Islam yang tergolong memiliki kemampuan finansial, menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah non muslim dengan berbagai macam alasan. Akibatnya tidak sedikit putra-putri yang beragama Islam, yang bersekolah di sana menjadi ragu terhadap agamanya sendiri.