Film Rambo rasa Bonanza, itulah kira-kira kesan awal yang dapat dengan mudah kita tangkap setelah melihat poster film dan menyaksikan trailerdari "12 Strong".
Sutradara debutan, Nicolai Fuglsig, yang sebelumnya malang melintang sebagai jurnalis foto, membawa realisme yang sangat kuat tentang perang yang berlatar di Afghanistan pasca tragedi 9/11 ini.
Naskah cerita dikeroyok oleh dua penulis, Ted Tally (Silence of the Lambs) dan Peter Craig (The Hunger Games: Mockingjay). Cerita kisah nyata ini diadaptasi dari buku karya Doug Stanton berjudul "Horse Soldiers: The Extraordinary Story of a Band of U.S. Soldiers Who Rode to Victory in Afghanistan".
Film ini dibintangi oleh aktor kekar nan ikonikChris Hemsworth (Kapten Mitch Nelson), Â serta didukung oleh aktor-aktor yang tidak asing seperti Michael Shannon (Hal Spencer), Michael Pena (Sam Diller), dan David Negahban (Jenderal Dostum).
Film ini tidak akan jauh-jauh dari kisah "Rambo" yang penuh dengan pertempuran berkepanjangan, patriotisme a la Amerika, ledakan yang memekakkan telinga, dan tembakan yang tak berujung.
Kisah ini diawali dengan peristiwa 9/11 yang mengubah sendi-sendi kehidupan Amerika Serikat (hingga saat ini), terutama kebijakan militernya.
Mitch Nelson, seorang kapten yang baru pulang dari perang dan berencana menikmati sisa karir di belakang meja, mengurungkan niatnya tersebut setelah menyaksikan runtuhnya gedung WTC melalui layar TV dan tanpa berpikir panjang meminta untuk kembali dikirimkan ke medan perang.
Hal yang sama dilakukan oleh Hal Spencer, mantan anak buah Nelson yang berusia lebih tua dan penuh pengalaman, yang bahkan sebelumnya sudah memutuskan pensiun.
Keduanya, bersama dengan sepuluh tentara lainnya, terpilih menjadi pasukan pertama Amerika yang akan menginjakkan kaki di Afghanistan melalui Uzbekistan dengan misi utama merebut kota Mazar-i-Sharif yang menjadi markas utama Taliban.
Dua belas orang kuat tersebut (sesuai terjemahan judul film) dibantu oleh Jenderal Dostum, seorang panglima perang (warlord) yang sangat memusuhi pimpinan Taliban di wilayah tersebut, Mulla Razzan, karena alasan pribadi.
Di wilayah pegunungan berbatu dan kering khas Afghanistan, kuda menjadi "alat" transportasi utama bagi para tentara Amerika yang dikejar waktu sebelum musim dingin tiba.