Mohon tunggu...
Yves Vincent Muaya
Yves Vincent Muaya Mohon Tunggu... Dosen - Blogger

Biasa minum kopi tubruk

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"12 Strong", Film Rambo Rasa Bonanza

4 Februari 2018   13:16 Diperbarui: 5 Februari 2018   18:50 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film Rambo rasa Bonanza, itulah kira-kira kesan awal yang dapat dengan mudah kita tangkap setelah melihat poster film dan menyaksikan trailerdari "12 Strong".

Sutradara debutan, Nicolai Fuglsig, yang sebelumnya malang melintang sebagai jurnalis foto, membawa realisme yang sangat kuat tentang perang yang berlatar di Afghanistan pasca tragedi 9/11 ini.

Naskah cerita dikeroyok oleh dua penulis, Ted Tally (Silence of the Lambs) dan Peter Craig (The Hunger Games: Mockingjay). Cerita kisah nyata ini diadaptasi dari buku karya Doug Stanton berjudul "Horse Soldiers: The Extraordinary Story of a Band of U.S. Soldiers Who Rode to Victory in Afghanistan".

Film ini dibintangi oleh aktor kekar nan ikonikChris Hemsworth (Kapten Mitch Nelson),  serta didukung oleh aktor-aktor yang tidak asing seperti Michael Shannon (Hal Spencer), Michael Pena (Sam Diller), dan David Negahban (Jenderal Dostum).

Film ini tidak akan jauh-jauh dari kisah "Rambo" yang penuh dengan pertempuran berkepanjangan, patriotisme a la Amerika, ledakan yang memekakkan telinga, dan tembakan yang tak berujung.

Kisah ini diawali dengan peristiwa 9/11 yang mengubah sendi-sendi kehidupan Amerika Serikat (hingga saat ini), terutama kebijakan militernya.

Mitch Nelson, seorang kapten yang baru pulang dari perang dan berencana menikmati sisa karir di belakang meja, mengurungkan niatnya tersebut setelah menyaksikan runtuhnya gedung WTC melalui layar TV dan tanpa berpikir panjang meminta untuk kembali dikirimkan ke medan perang.

Hal yang sama dilakukan oleh Hal Spencer, mantan anak buah Nelson yang berusia lebih tua dan penuh pengalaman, yang bahkan sebelumnya sudah memutuskan pensiun.

Keduanya, bersama dengan sepuluh tentara lainnya, terpilih menjadi pasukan pertama Amerika yang akan menginjakkan kaki di Afghanistan melalui Uzbekistan dengan misi utama merebut kota Mazar-i-Sharif yang menjadi markas utama Taliban.

Dua belas orang kuat tersebut (sesuai terjemahan judul film) dibantu oleh Jenderal Dostum, seorang panglima perang (warlord) yang sangat memusuhi pimpinan Taliban di wilayah tersebut, Mulla Razzan, karena alasan pribadi.

Di wilayah pegunungan berbatu dan kering khas Afghanistan, kuda menjadi "alat" transportasi utama bagi para tentara Amerika yang dikejar waktu sebelum musim dingin tiba.

Ini merupakan film dengan pemandangan yang tak biasa bagi para penikmat film bertema perang karena Anda akan disuguhi dengan perang berkuda di mana satu tangan Nelson memegang tali kekang kuda dan tangan lainnya memegang senjata M4A1.

Demikian juga yang dilakukan oleh para pejuang lokal yang bersenjatakan senapan mesin jenis AKM, AKMS, dan PKM. Tank jenis DShK, peluncur granat, dan peluncur roket jenis RPG-7 menjadi senjata andalan dari pihak Taliban.

Di tengah peperangan, Nelson berujar pada Jenderal Dostum, "Kalian adalah penguasa daratan, namun kami (Amerika) adalah penguasa langit", dibuktikan dengan luluh lantaknya beberapa markas Taliban berkat serangan bom beruntun dari pesawat Amerika.

Dan mendekati akhir cerita, Jenderal Dostum membalas ucapan Nelson, "Kalian memang penguasa langit, namun kemenangan ditentukan di daratan."

Ucapannya terbukti karena 12 tentara tersebut, yang bahu membahu bersama pejuang lokal, harus menutup kemenangan melalui perang terbuka dengan menggunakan kuda. Khas perang Genghis Khan.

Ulasan

Tidak terlalu banyak drama yang diumbar di film ini. Penokohan dari 12 tokoh utama ini pun tidak tersaji secara seimbang. Hanya tiga dari mereka yang mendapat porsi lebih, yakni Nelson, Hal, dan Sam.

Karakter Jenderal Dostum yang tenang dan tangguh diperankan dengan sangat baik oleh David Negahban. Sebaliknya, karakter Nelson diperankan oleh Chris dengan biasa-biasa saja. Penonton seperti "dipaksa" untuk bernostalgia dengan John Rambo lewat otot-otot kekarnya.

Cerita film ini secara keseluruhan tidak terlalu tertarik untuk menyuguhkan keterlibatan Amerika yang lebih mendalam pada situasi Afghanistan.

Bunyi derap kuda, suara tembakan, dan ledakan tanpa henti akan memanjakan mata dan telinga Anda sepanjang film. Bahkan setelah keluar dari bioskop, Anda akan merasa seperti baru selesai ikut berperang. Nah!

Tambahan: Skor IMDB 7/10 dan Rotten Tomatoes 54%

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun