Mohon tunggu...
Yuningsih Purwoastuti
Yuningsih Purwoastuti Mohon Tunggu... -

perempuan, seorang istri, ibu 3 anak, bermain aksara damaikan hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terapi Herbal untuk Ragil

26 Januari 2015   03:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:22 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua tahun lalu dilakukan beberapa psikotest sederhana bagi Ragil. Pada sesi melihat dan mencontoh gambar, ada sebuah bangun segi enam dan lingkaran yang berpotongan. Namun dia tidak dapat mencontoh dengan sempurna – karyanya tidak berpotongan, hanya berdampingan-.

Aku ingat, bila dirumah biasanya anakku menonton tivi dengan memelengkan sedikit kepala. Karena keluarga besar aku dan suami berkacamata minus, akhirnya ke dokter spesialis mata. Hasilnya baik, dia tidak rabun jauh.

Psikolog kemudian menyarankan agar kami berkonsultasi pada ahli bedah syaraf anak, mungkin dibutuhkan MRI. Bayangan panjang terapi membuat kami ciut hati, meski saran itu tidak diabaikan, namun belum juga kami laksanakan.

4 bulan lalu adiknya suami bercerita bahwa dia baru mengenal seorang pemijat yang mampu menyembuhkan penderita stroke. Sosok yang dimaksud adik ternyata adalah langganan kami, sejak bertahun lalu. Beliau adalah tempat pelarian bila ada anggota keluarga yang sakit –obat dokter tetep, pijat juga dilakukan-.

Kisah yang disampaikan adik mendorong aku dan suami kembali membawa Ragil pada beliau. Selesai memijat beliau berkata,“Ada trauma di kepala, mungkin pernah terbentur, entah kapan, yang jelas dibanding kedatangan terakhir 6 bulan lalu, kondisinya menurun tajam.” Beliau menyarankan terapi herbal dengan masa pengobatan 2-3 bulan. Ketika kami menanyakan, “bagaimana bila dengan terapi pijat saja?”, dijawab,” hasilnya tidak akan maksimal”.

Sabtu 10 Jan 2015, anakku yang badannya hangat tidak masuk sekolah. Sempat bercerita kalau semalam setelah ngaji jatuh, tangannya sedikit sakit tapi masih bisa digerakkan. Setelah sarapan dan minum penurun panas, kuminta dia untuk istirahat: no tv, no hp, no pc. Jam setengah 10 dia mengeluh sakit perut, katanya beberapa hari ini pup nggak lancar. Keluhan semakin menjadi, badannya sampai terlonjak-lonjak menahan sakit. Karena tak pernah terjadi sebelumnya, segera kami larikan ke IGD RS terdekat, setengah km dari rumah. Suhu-nya 39,2°C. Diagnosa pertama: radang akibat pencernaan tidak lancar, diberi 3 obat: penurun panas, antibiotik dan obat untuk pencernaan.

Jelang magrib, setelah diseka dengan air hangat, Ragil tertidur menungguku mengupaskan pepaya. Kami kemudian menuaikan sholat di ruang depan, sementara dia sendirian di kamar kakaknya. Di tengah sholat sempat kudengar pekiknya perlahan, tapi sholat tetap dilanjutkan. Tak sampai 10 menit kami tinggalkan, ketika kembali ke kamar kudapati dia terlentang, mripat membelalak ke atas, pandangan nanar. Syok, akupun menjerit memanggil ayahnya. Panikku menular cepat, anakku yang kupeluk tangannya mulai mengepal, kaku.

Bakda magrib, ke IGD lagi. Dokter dan perawat jaga menyampaikan bahwa kejang pertama di usia 10 tahun adalah sesuatu yang tidak biasa. Kemungkinan “arus listrik“ di otak tidak stabil, disarankan konsultasi ke dokter anak, untuk selanjutnya ke spesialis syaraf anak, EEG mungkin dibutuhkan. Suhu tubuh mulai turun, 38 koma sekian. Cek darah, hasil bagus. Obat ditambah anti kejang.

Minggu dan Senin, 11-12 Jan 2015, meski terlihat lemas, makan minum, asupan obat lumayan teratur. Suhu di kisaran 38 koma sekian. Masih sering mengeluh bahu dan tangan kanan sakit.

Selasa, 13 Jan 2015, kondisi drop, sulit dipaksa makan dan minum, otomatis asupan obat juga kacau. Aku berusaha memberikan obat sesuai aturan, namun meski 2 atau 3 obat dapat diberikan bersama-sama, tetap kuusahakan ada jeda meski 1 jam. Anakku yang jarang tersentuh obat jadi reaktif, kadang dia merasa kedinginan, lain waktu mengeluh gerah hingga keringatan, bahkan pernah dada berdebar, jantung berdetak lebih cepat.

Bakda Isya’, ke IGD lagi. Obat turun panas dimutahkan. Mengeluh bahu dan tangannya sakit, tapi kata dokter jaga mungkin hanya memar dalam, karena kalau retak tidak dapat digerakkan. Saran hampir sama, ke dokter anak lanjut CT Scan. Cek darah lagi, meski kondisi menurun tapi tidak perlu rawat inap. Hanya ditambah persediaan turun panas dan vitamin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun