Beberapa hari ini media sosial gempar dengan fenomena Gen-Z dan Doom spending-nya. ini sangat menarik, di mana Gen-Z merepresentasikan perilaku psikologis manusia yang unik dalam menghadapi stress.
dikutip dari Penerjemah istilah, Doom Spending adalah fenomena perilaku konsumen yang semakin populer, terutama di kalangan generasi muda, seperti Gen Z.Â
Istilah ini merujuk pada kecenderungan orang untuk berbelanja impulsif sebagai respons terhadap perasaan cemas mengenai situasi ekonomi yang tidak menentu.Â
Penyebab stres yang sering kali mengarah ke doom spending dapat meliputi berbagai faktor, seperti:
- Tekanan Finansial: Ketidakstabilan ekonomi atau ketidakpastian pekerjaan membuat orang cemas tentang masa depan mereka.
- Pengaruh Media Sosial: Eksposur yang berlebihan terhadap kehidupan "sempurna" orang lain memicu perasaan kurang puas.
- Kesepian atau Isolasi Sosial: Tanpa dukungan emosional, orang cenderung mencari pelarian melalui belanja.
- Tekanan Hidup Sehari-hari: Tuntutan dari pekerjaan, pendidikan, atau hubungan pribadi juga meningkatkan stres.
Semua faktor ini dapat mendorong orang untuk melakukan doom spending sebagai cara mengalihkan perhatian dari masalah mereka.
Dalam konteks saat ini, di tengah tantangan ekonomi global, doom spending mencerminkan cara unik manusia menghadapi ketidakpastian.Â
Teori psikologi konsumen menjelaskan bahwa emosi memainkan peran penting dalam keputusan belanja. Ketika menghadapi stres atau kecemasan, individu cenderung mencari cara untuk mengalihkan perhatian dari masalah tersebut. Salah satu cara yang umum adalah dengan berbelanja, yang dapat memberikan rasa kepuasan sementara.Â
Menurut teori perilaku konsumen, pembelian impulsif sering kali dipicu oleh kebutuhan emosional yang mendalam, seperti keinginan untuk merasa lebih baik atau mendapatkan rasa kontrol di tengah situasi yang sulit.Â
Fenomena doom spending bukanlah hal baru guys. Dalam sejarah, selama masa krisis ekonomi seperti depresi besar pada tahun 1930-an, banyak orang beralih ke belanja untuk mengalihkan perhatian dari kesulitan hidup.Â
Namun, perbedaannya saat ini adalah dengan adanya teknologi dan media sosial, perilaku ini kini lebih terlihat dan lebih mudah diakses. Platform seperti TikTok dan Instagram mempercepat proses pengambilan keputusan dengan menampilkan produk dan gaya hidup yang glamor.Â