Mohon tunggu...
Yuyun Srimulyati
Yuyun Srimulyati Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pelatih Daerah/trainer PPKB Kemenag RI bidang profesional 2 (Publikasi Ilmiyah), pegiat literasi, public relation

Hobi yang baru saja menggeliat dan menantangku yaitu MENULIS karena terinspirasi para kompasianer, kumainkan jemari di pojok kompasiana, terjebak di ruang kolaborasi komunitas KAUSAKu4NKRI, berawal dari kepenasaran maka akhirnya Practice Makes Perfect basmalah ikuti langkah Kuntowijoyo menulis, menulis dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perang Batin : Kritis atau Overhinking?

18 Januari 2025   05:13 Diperbarui: 18 Januari 2025   06:52 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ilustrasi meta

Berpikir kritis dan overthinking adalah dua proses kognitif yang seringkali tertukar, namun memiliki tujuan dan fokus yang sangat berbeda. Berpikir kritis adalah proses aktif yang bertujuan untuk mencari solusi atas suatu masalah. Pemikir kritis akan berfokus pada fakta dan informasi yang relevan untuk menganalisis situasi secara objektif. Mereka cenderung memiliki emosi yang stabil dan rasional, memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang tepat. Sebaliknya, overthinking cenderung menghindari masalah dengan cara memikirkan segala kemungkinan terburuk secara berulang-ulang. Fokusnya yang terpecah pada berbagai kemungkinan negatif ini justru menghambat kemampuan seseorang untuk menemukan solusi dan dapat memicu kecemasan yang berlebihan. Singkatnya, berpikir kritis adalah tentang mencari jawaban, sedangkan overthinking lebih kepada menghindari pertanyaan.

Zona Aman : Menyeimbangkan Keduanya

Menemukan keseimbangan antara berpikir kritis dan overthinking adalah seperti mencari titik tengah antara kedalaman laut dan langit yang cerah. Untuk mencapai zona aman ini, kita perlu mengenal diri sendiri lebih dalam. Dengan memahami pola pikir kita, kita dapat mengidentifikasi kapan kita mulai terjebak dalam pusaran overthinking. Teknik-teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga dapat menjadi jangkar yang menenangkan pikiran kita. Alih-alih terpaku pada masalah, cobalah untuk fokus pada solusi yang mungkin. Selain itu, membatasi konsumsi informasi yang berlebihan juga penting untuk menghindari kecemasan yang tidak perlu. Terakhir, dengan rutin melatih kemampuan berpikir kritis, kita dapat mengasah pikiran kita untuk menjadi lebih tajam dan efektif dalam menghadapi berbagai tantangan.

Kesimpulan

Dalam kesimpulannya, kita telah menjelajahi perbedaan mendasar antara berpikir kritis dan overthinking. Berpikir kritis adalah alat yang ampuh untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan yang bijaksana, sementara overthinking justru menghambat kita untuk mencapai potensi penuh. Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat mulai membangun kebiasaan berpikir yang lebih sehat. Dengan menerapkan tips yang telah dibahas, seperti melatih kesadaran diri dan mempraktikkan teknik relaksasi, kita dapat mengendalikan pikiran kita dan mencapai keseimbangan yang lebih baik. Ingatlah, dengan konsistensi dan latihan, kita dapat mengubah pola pikir kita dan menciptakan kehidupan yang lebih tenang dan produktif. Saatnya menggunakan akal sehat dan menemukan solusi terbaik dalam setiap masalah yang kita hadapi.

Salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun