Mohon tunggu...
Yuyun Srimulyati
Yuyun Srimulyati Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pelatih Daerah/trainer PPKB Kemenag RI bidang profesional 2 (Publikasi Ilmiyah), pegiat literasi, public relation

Hobi yang baru saja menggeliat dan menantangku yaitu MENULIS karena terinspirasi para kompasianer, kumainkan jemari di pojok kompasiana, terjebak di ruang kolaborasi komunitas KAUSAKu4NKRI, berawal dari kepenasaran maka akhirnya Practice Makes Perfect basmalah ikuti langkah Kuntowijoyo menulis, menulis dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Money

Milenial dan Gen Z Wajib Tahu : Trik Cerdas Hindari Doom Spending

3 Oktober 2024   10:02 Diperbarui: 4 Oktober 2024   12:58 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Studi Kasus :

Naima adalah seorang remaja berusia 17 tahun yang sangat aktif di media sosial. Ia sering melihat teman-temannya memamerkan barang-barang baru, seperti pakaian branded, gadget terbaru, atau aksesori yang sedang tren. Naima  merasa iri dan ingin memiliki barang-barang tersebut juga.

Setiap kali merasa sedih atau bosan, Naima  langsung membuka aplikasi belanja online. Ia akan mencari barang-barang yang menarik perhatiannya, tanpa mempertimbangkan apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau tidak. Naima  seringkali merasa lebih baik setelah membeli sesuatu, namun perasaan itu hanya bersifat sementara.

Analisis:

  • Pemicu: Naima terpengaruh oleh tekanan sosial media dan ingin diterima oleh teman-temannya. Ia menggunakan belanja sebagai cara untuk mengatasi perasaan negatif seperti kesepian atau kebosanan.
  • Perilaku: Naima melakukan pembelian impulsif tanpa perencanaan, seringkali melebihi anggaran yang telah ditentukan.
  • Dampak: Kebiasaan belanja impulsif Aisyah menyebabkan tagihan kartu kreditnya membengkak, dan ia mulai merasa khawatir tentang keuangannya. Selain itu, Aisyah juga merasa bersalah karena telah membuang-buang uang untuk barang-barang yang tidak penting.

Pembahasan

Doom spending jadi tren yang tidak sehat di kalangan Gen Z. Keinginan untuk punya barang baru atau mengikuti tren seringkali mengalahkan logika. Padahal, kebiasaan ini bisa membuat dompet menjerit dan hati tidak  tenang. Tapi tenang aja, ada cara seru untuk mengatasi masalah ini! Kompasianers bisa  terapkan teori AMBAK "Apa Manfaatnya BagiKu?" dalam setiap pengambilan keputusan belanja. Saatnya berfikir dan mempertimbangkan " Mau atau Butuh?" Dengan begitu, Kompasianers tidak hanya bisa menghemat uang, tapi juga meraih kebahagiaan yang lebih bermakna. 

Mengapa Doom Spending Berbahaya?

  • Menguras Keuangan: Doom spending bisa menguras tabungan atau pendapatan dengan cepat.
  • Meningkatkan Stres: Alih-alih mengatasi stres, doom spending justru bisa memperparah perasaan negatif.
  • Membentuk Pola Konsumtif: Jika dibiarkan, kebiasaan ini bisa menjadi pola hidup yang sulit diubah.

Tanda-Tanda Doom Spending:

  • Belanja secara impulsif tanpa perencanaan.
  • Merasa puas atau lega setelah belanja, meskipun tidak membutuhkan barang tersebut.
  • Menggunakan belanja sebagai cara untuk menghindari masalah atau perasaan tidak nyaman.

Jika Kompasianers merasa terjebak dalam kebiasaan doom spending, berikut adalah beberapa tips untuk mengatasinya:

  • Kenali pemicunya: Perhatikan apa yang biasanya memicu keinginan untuk belanja.
  • Tunda keputusan membeli: Beri waktu untuk berpikir sebelum membeli.
  • Buat anggaran: Rencanakan pengeluaran untuk menghindari belanja impulsif.
  • Cari alternatif lain: Temukan cara lain untuk mengatasi stres atau kebosanan.
  • Belajar mengelola emosi: Pelajari teknik seperti meditasi atau yoga untuk mengelola perasaan negatif.

Dengan memahami doom spending dan menerapkan strategi yang tepat, Kompasianers bisa menghindari kebiasaan ini dan mencapai keseimbangan finansial yang lebih baik.

Mengenal  AMBAK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun