Mohon tunggu...
Yuyun Srimulyati
Yuyun Srimulyati Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pelatih Daerah/trainer PPKB Kemenag RI bidang profesional 2 (Publikasi Ilmiyah), pegiat literasi, public relation

Hobi yang baru saja menggeliat dan menantangku yaitu MENULIS karena terinspirasi para kompasianer, kumainkan jemari di pojok kompasiana, terjebak di ruang kolaborasi komunitas KAUSAKu4NKRI, berawal dari kepenasaran maka akhirnya Practice Makes Perfect basmalah ikuti langkah Kuntowijoyo menulis, menulis dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Estetika Kognitif

14 Juli 2024   21:03 Diperbarui: 22 Juli 2024   07:05 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Psikologi kognitif mengungkapkan bahwa keindahan itu subjektif dan dipengaruhi oleh cara otak kita memproses informasi. Para pendahulu kita telah menginspirasi kita untuk melihat keindahan tidak hanya dalam seni, tetapi juga dalam cara kita berpikir dan berkomunikasi. Dengan menggabungkan estetika dan kognitif, kita dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan presentasi yang lebih memikat, di mana pengetahuan tidak hanya disampaikan, tetapi juga dirasakan.

 Kita mengenal pendahulu kita seperti KH. Agus Salim, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asari, Ki Hajar Dewantara, dan masih banyak intelektual-intelektual lainya. Menggabungkan wawasan dari psikologi dan ilmu saraf, teori ini menyoroti bahwa keindahan itu bukan hanya apa yang terlihat mata, tetapi juga bagaimana pikiran kita memproses dan menafsirkan informasi tersebut. Ini berarti bahwa pengalaman estetika bisa terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk melalui pengetahuan dan komunikasi yang indah dan bermakna. Ketika seseorang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pengetahuan dengan cara yang memikat dan menginspirasi, mereka sebenarnya sedang menerapkan prinsip estetika kognitif seperti yang kita dapatkan dari para pendahulu kita dengan jalan pikirannya. 

Misalnya, seorang guru yang mengajar dengan penuh semangat, energi, dan menggunakan metafora yang kuat serta analogi yang jelas dapat membuat materi pelajaran terasa hidup dan menarik bagi anak didiknya. Penjelasan yang jernih dan ilustratif tidak hanya membuat konsep-konsep kompleks menjadi lebih mudah dipahami, tetapi juga menciptakan rasa kagum dan kepuasan intelektual. Anak didik yang mendengarkan merasa nyaman dan senang karena mereka tidak hanya mendapatkan informasi, tetapi juga merasakan keindahan dalam cara pengetahuan itu disampaikan. Ini adalah contoh nyata bagaimana estetika kognitif dapat diterapkan dalam pendidikan, menjadikan proses belajar sebagai pengalaman yang indah dan bermakna. 

Contoh lain bisa dilihat dalam presentasi profesional. Seorang pembicara yang ahli dalam bidangnya dan mampu menyusun presentasi yang terstruktur dengan baik, disertai visual yang menarik dan narasi yang mengalir, dapat membuat audiensnya merasa terlibat dan termotivasi. Penyampaian informasi yang jelas dan visual yang estetis membuat audiens tidak hanya memahami materi, tetapi juga merasakan kepuasan emosional dan intelektual. Mereka merasa nyaman dan senang karena presentasi tersebut tidak hanya informatif tetapi juga estetik, menciptakan pengalaman yang mendalam dan berkesan. 

Ini adalah manifestasi dari estetika kognitif dalam dunia profesional, di mana pengetahuan yang disampaikan dengan keindahan mempengaruhi pikiran dan emosi audiens secara positif. 

Estetika kognitif membawa sosok personal yang selalu dinanti, pembawaanya penuh energi positif, pengusaan pengetahuan didapat bukan hanya dari jenjang pendidikan tapi dari kemauannya untuk terus belajar, yang disampaikan bukan tanpa isi atau bahkan suara berisik, tapi kebermaknaan sebuah  pengetahuan yang dapat merasuk dengan indah kepada siapapun yang melihat dan mendengar.

Estetika kognitif memberikan perspektif baru dalam dunia pendidikan. Dengan memahami bagaimana otak kita memproses informasi, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan dan efektif. Para pendahulu kita telah mengajarkan kita pentingnya pembelajaran sepanjang hayat dan kemampuan untuk berpikir kritis. Dengan menggabungkan keindahan dan pengetahuan, kita dapat menginspirasi generasi penerus bangsa  untuk menjadi pembelajar yang berkarakter profil pelajar Pancasila (beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, gotong-royong, mandiri, kreatif dan bernalar kritis), kita harus terus menerapkan mengajar dari hati (teaching by heart). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun