"Ayo Samince, kita coba lagi" kata Herlina, salah seorang guru bantu yang ditempatkan di Tiom (ibukota kabupaten Lanny Jaya, Papua) kepada Samince, seorang siswi kelas empat sekolah dasar. Saya masih ingat waktu itu sekitar tahun 2009. Berarti kalau saya hitung-hitung, Samince sekarang mungkin sudah kelas 2 SMP. Oh iya, waktu itu ada program kerjasama antara Wahana Visi Indonesia dengan Surya Institute untuk menempatkan beberapa guru bantu di daerah-daerah terpencil. Guru-guru bantu tersebut diharapkan dapat mengisi kekosongan fungsi guru terutama untuk mata pelajaran tertentu yang memang jumlah gurunya masih sedikit. Mata pelajaran tersebut antara lain adalah Matematika. Melalui program ini, Matematika diajarkan dengan metode gampang, asyik, dan menyenangkan.
[caption id="attachment_265960" align="alignleft" width="300" caption="Samince di depan kelas"][/caption]
Samince berpikir beberapa saat, melihat angka yang tertulis di papan tulis kemudian langkah demi langkah dia kerjakan sesuai dengan instruksi guru. Setelah sekitar 2 menit semua hitung-hitungan di papan tulis sudah bisa dikerjakan dengan baik olehnya. "Bagus Samince!" Kata Herlina menginspirasi Samince.
Kenapa Samince begitu menarik perhatian saya? Nama lengkapnya adalah Samince Kogoya. Putri dari Darmus dan Lerite ini adalah salah satu anak binaan Wahana Visi Indonesia di wilayah Kabupaten Lanny Jaya. Salah satu ciri khas Samince adalah semangatnya yang tak pernah padam dan keyakinannya pada diri sendiri bahwa dia bisa mengerjakan sesuatu hal meski itu hal yang baru buat dia. Tak hanya itu, semangat Samince ini juga menular ke teman-temannya sehingga merekapun tertantang untuk bisa melakukan hal yang sama dengan Samince.
[caption id="attachment_265961" align="alignright" width="300" caption="Samince di kelas bersama teman-teman"]
"Saya tidak pernah berharap bahwa saya akan mencintai Matematika, tapi ternyata Matematika itu mudah sekali.. ", kata Samince ketika dulu saya pernah bertanya kepadanya. "Saya ingin menjadi dokter suatu hari nanti", lanjut Samince ketika kemudian saya tanyakan tentang cita-citanya. Saya tersenyum saat itu. Tersenyum dengan satu keyakinan bahwa suatu hari nanti dia akan mampu menggapai cita-citanya.
Kesempatan berikutnya bertatap muka dengan Samince adalah ketika dia mengikuti kelompok marching band. Marching band? Iya, itu adalah marching band pertama yang ada di Tiom. Atau kalau boleh dikatakan, itulah marching band beranggotakan anak-anak asli Lanny Jaya pertama yang ada di seantero pegunungan tengah Papua. Dan Samince ada di situ! Tanpa ragu Samince berjalan bersama rekan-rekannya dalam suatu  parade marching band pertama di kotanya. Waktu itu parade marching band merupakan salah satu pertunjukan yang ditampilkan dalam rangka memperingati hari AIDS sedunia tahun 2011. Memang, butuh waktu cukup lama sebelum Samince bisa menguasai alat bernama Belyra itu. Bahkan boleh dikatakan kalau Samince adalah salah satu dari sedikit anak yang bertahan menghadapi kerasnya waktu-waktu latihan. Banyak anak-anak yang tidak tahan digembleng untuk bisa memainkan beberapa alat musik yang digunakan dalam marching band. Kebanyakan cepat bosan dan memilih untuk keluar dari tim. Tapi Samince tetap bersemangat. Dia mempengaruhi beberapa temannya untuk tetap bertahan dan tekun berlatih memainkan Belyra. Samince sadar bahwa perannya sangat penting dalam marching band ini. Suara melodi di marching band ini mengandalkan dua alat musik yaitu Belyra dan Pianika. Otomatis tiap pukulan tidak boleh salah karena suara melodinya akan terdengar sumbang.
[caption id="attachment_265962" align="alignleft" width="300" caption="Samince sedang latihan memainkan Belyra"]
Saat hari H, parade marching band ini seolah membuat Tiom menjadi gegap gempita. Belum ada yang seperti ini sebelumnya, mungkin begitu pikiran yang ada di benak banyak orang yang menyaksikan saat itu. Parade menyusuri jalan-jalan utama yang berbukit-bukit sehingga cukup melelahkan bagi tiap pemain marching band termasuk Samince. Bayangkan, harus berjalan naik turun bukit sambil memainkan alat yang mereka pegang. Saya tidak bisa membayangkan betapa beratnya perjuangan beberapa anak yang kebagian memainkan bass drum. Sudah berat membawanya, harus dimainkan, sambil berjalan pula. Tapi waktu itu semuanya sangat bersemangat.
"Saya senang bisa tampil di depan bapak bupati", kata Samince ketika saya bertanya padanya setelah penampilan penutup mereka di depan kantor bupati di Tiom - Lanny Jaya. Waktu itu Samince sudah duduk di bangku SMP 1 Tiom. Samince bangga bisa mempertunjukkan kebolehannya bersama tim marching band di hadapan banyak orang terlebih lagi di hadapan orang tua mereka masing-masing. "Saya sempat gugup pada awalnya, tapi saya ingat saja kata-kata pelatih tiap-tiap latihan, kalau saya yakin bisa pasti saya bisa", lanjut Samince lagi. Para pelatih juga mengiyakan kata-katanya. Menurut para pelatih, daerah Lanny Jaya ini adalah daerah terberat bagi mereka untuk melatih sebuah marching band. Bayangkan, mulai dari mengajari apa itu notasi, belajar not balok, hingga akhirnya memainkan not-not itu dengan alat yang dipercayakan pada masing-masing anak.
[caption id="attachment_265963" align="aligncenter" width="300" caption="Parade marching band, Samince di depan paling kiri"]