Mohon tunggu...
Yuyun Romaria
Yuyun Romaria Mohon Tunggu... profesional -

Senang membaca, sedang mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Antologi Cerpen Terpopuler Saat Ini?

25 Februari 2015   21:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:31 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul Buku: Duri Dalam Daging

ISBN: 978-602-3090-64-8

Pengarang: Thomas A. Setyoso, Rachmat Willy, Bram Sitompul

Editor : Maria Puspita Sari

Penerbit : Indie Book Corner Jogjakarta

Cetakan : I, Tahun 2015

Harga : Rp. 30,000

Tebal Buku : 118 Halaman

Akhirnya, tiba juga buku yang ditunggu-tunggu waktu terbitnya ini di ruanganku. Buku berwarna keemasan dengan cover yang sangat ilustratif serta background buku yang menampilkan sedikit ringkasan isinya itu sangat menarik dilihat dari luar.

[caption id="attachment_370497" align="aligncenter" width="480" caption="Benarkah terpopuler saat ini? "][/caption]

Namun, apakah isinya juga sama menariknya?

Sebanyak 12 cerpen atau cerita pendek mengisi buku ini bab demi bab. Mulai dengan cerita pembuka berjudul “Namaku Ripah” yang kemudian dilanjutkan dengan cerita pendek “Duri dalam Daging” yang diangkat menjadi judul buku antologi cerpen ini, hingga berakhir dengan kisah “Runaway Train” yang menarik untuk dibaca.

Tiga orang penulis membagikan cerita-cerita pendek yang mereka tulis selama periode tahun 2014 atau tahun-tahun sebelumnya. Beberapa cerita ada yang sudah mengalami adaptasi sehingga menjadi lebih sesuai dan lebih menggigit sesuai dengan kondisi sekarang.

Thomas A. Setyoso merupakan kontributor cerita terbanyak dalam buku antologi cerpen ini. Sebanyak 8 (delapan) cerpen karyanya silih berganti mengisi halaman-halaman buku ini. Sebagian besar cerita didasarkan atas pengalaman pribadi beliau semasa kecil ketika sering mendengar kisah wayang dari sang kakek atau didasarkan pada pengalaman sehari-harinya sebagai pegiat sosial di salah satu NGO internasional di Indonesia. Pengalamannya bekerja di NGO ini telah membuatnya berkelana mulai dari Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Papua, hingga akhirnya ke Surabaya. Thomas juga telah menulis beberapa buku terkait pengalamannya sebagai pegiat sosial tersebut dalam “Diutus Menjadi Sahabat Orang Kecil” (2013), dan “Bukan Arek Mbeling” (2014). Kedua buku tersebut diterbitkan oleh Indie Book Corner Yogyakarta.

Penulis berikut adalah Rachmat Willy yang menyumbangkan 2 (dua) cerita pendek dalam buku antologi cerpen “Duri dalam Daging” ini. Rachmat Willy sebelumnya pernah menulis novel berjudul “Bukan Banci Biasa” yang diterbitkan secara pribadi via nulisbuku.com. Sama seperti Thomas, cerita-cerita yang ditulis Willy sebagian besar juga dipengaruhi oleh aktifitasnya sebagai pegiat sosial.

Penulis ketiga adalah Bram Sitompul yang sempat dikenal sebagai penulis novel laris “Pada Tanah Kami” yang sebagian besar hasil penjualannya didonasikan untuk membantu anak-anak yang terlantar akibat terdampak HIV dan AIDS. Selain itu Bram juga adalah penggemar berat FC Bayern yang membuatnya menjadi ketua fans club FC Bayern Surabaya dan menulis buku “Kami adalah Kami” yang bercerita mengenai sejarah FC Bayern.

Dibuka dengan kisah “Namaku Ripah” yang berisi tentang cerita gadis muda yang dipaksa menjadi dewasa oleh keadaan menjadi intro sebelum masuk ke kisah selanjutnya yaitu “Duri dalam Daging” yang berisi pergulatan batin seorang manusia. Setelah itu berlanjut dengan cerita-cerita lainnya dari mulai cerita beralur sederhana hingga cerita yang sarat akan konflik kebatinan.

Cerita yang cukup mengusik yang sesuai dengan kondisi negara kita saat ini yang dihuni oleh banyak koruptor seolah tergambar jelas dalam cerita “Ilusi dan Realita”. Sang koruptor yang merasa di atas angin ternyata harus tertunduk malu saat digelandang oleh lembaga anti rasuah.

Akhirnya, buku ini layak dibaca bagi pembaca yang gemar bahan bacaan yang tidak terlalu tebal, cerita yang tidak terlalu rumit dan mudah dicerna dan setelah membacanya, merenungkannya sedikit dan melakukan aktifitas sehari-hari ke depan dengan lebih baik lagi dari hasil perenungan tersebut. Bolehkah disebut sebagai antologi cerpen terpopuler saat ini? Buktikan sendiri!

Selamat membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun