Mohon tunggu...
yuyunfarida
yuyunfarida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Institut Agama Islam Negeri Kudus Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sama Rata, Sama Rasa: Kesetaraan Gender dalam Dunia Kerja

3 Desember 2024   19:45 Diperbarui: 3 Desember 2024   19:52 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Yuyun Farida, Khoirun Nafiah, Tsania Zahrotul Wardah


Pernahkah kamu berpikir, mengapa masih ada perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan di tempat kerja? Padahal, di era yang serba maju ini, kita berharap semua orang punya kesempatan yang sama untuk berkembang, bukan? Kesetaraan gender di lingkungan kerja sebenarnya bukan cuma soal gaji yang adil, tetapi juga tentang bagaimana perempuan dan laki-laki bisa diperlakukan setara dalam hal tanggung jawab, peluang promosi, hingga pengakuan atas prestasi mereka. Meski kemajuan sudah ada, kenyataannya masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Jadi, bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan kerja yang benar-benar setara untuk semua?

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang benar-benar setara, langkah pertama adalah menerapkan kebijakan yang inklusif dan adil, seperti sistem rekrutmen yang transparan, peluang promosi yang setara, serta gaji yang tidak diskriminatif. Perusahaan juga perlu mendukung keseimbangan kehidupan dan kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan fleksibilitas waktu kerja, cuti melahirkan yang memadai, serta fasilitas lain yang menunjang produktivitas dan kenyamanan karyawan. Selain itu, menciptakan budaya kerja yang menghargai prestasi dan kontribusi setiap individu tanpa membedakan jenis kelamin sangat penting. Hal ini memastikan bahwa semua orang, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan meraih kesuksesan. Dengan demikian, perempuan maupun laki-laki  dapat berkembang sesuai potensi terbaik mereka.

Namun, kebijakan saja tidak cukup. Penting juga untuk melibatkan semua karyawan dalam proses perubahan dengan memberikan pelatihan tentang kesetaraan dan keberagaman. Pelatihan ini membantu  semua orang, baik atasan maupun rekan kerja dalam memahami pentingnya mendukung visi kesetaraan. Selain kebijakan tersebut, perusahaan harus menciptakan lingkungan yang aman sehingga semua orang merasa dihargai dan nyaman untuk menyampaikan pendapat mereka. Dengan komitmen bersama, kita bisa menciptakan tempat kerja yang setara dan inklusif.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender di tempat kerja, tantangan masih tetap ada. Salah satu tantangan utamanya adalah kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan sering menerima upah lebih rendah dibandingkan laki-laki meskipun menjalankan pekerjaan dengan tingkat tanggung jawab yang sama. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti norma budaya, stereotipe gender, dan minimnya perlindungan melalui kebijakan yang mengatur hak-hak pekerja perempuan. Padahal, memastikan pembayaran yang adil tidak hanya mencerminkan prinsip keadilan, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan karyawan secara keseluruhan.

Selain itu, kurangnya perwakilan perempuan dalam posisi manajerial senior juga menjadi hambatan besar. Hambatan struktural seperti "broken rung" membuat perempuan sulit naik ke tingkat kepemimpinan yang lebih tinggi. Padahal, keberagaman gender di tingkat  manajerial terbukti meningkatkan inovasi dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Tantangan ini menunjukkan perlunya program mentoring dan akses yang lebih luas terhadap pelatihan pengembangan karir bagi perempuan.

Tantangan kesetaraan gender dalam evaluasi kinerja muncul ketika perbedaan gender memengaruhi penilaian individu di lingkungan kerja. Meskipun banyak organisasi telah menciptakan lingkungan yang adil dan inklusif, masih ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesetaraan gender dalam tinjauan kinerja, seperti stereotipe gender atau penilaian yang subjektivisme (Leovani, Ismadi, and Terenggana 2023). Hal ini menunjukkan bahwa upaya mencapai kesetaraan gender di tempat kerja tidak hanya memerlukan kebijakan inklusif, tetapi juga perubahan dalam cara organisasi menilai dan mendukung pegawainya. Program mentoring, pendidikan untuk mengatasi bias, serta penerapan kerangka kerja berbasis kompetensi menjadi langkah penting untuk mengatasi hambatan struktural ini dan menciptakan evaluasi yang lebih adil.

Di sektor informal, perempuan menghadapi tantangan yang lebih berat. Sebagian besar pekerja perempuan di sektor ini tidak memiliki perlindungan sosial yang memadai, sehingga mereka lebih rentan terhadap pelanggaran, seperti diskriminasi, eksploitasi, bahkan perdagangan manusia. Upah rata-rata pekerja perempuan 30% lebih rendah dibandingkan pekerja laki-laki (Syaifuddin, dalam Nuraeni dan Lilin Suryono 2021). Sebagian besar pekerja perempuan hanya dapat bekerja di sektor informal, yang menyebabkan upah yang rendah bagi mereka (Vibriyati, dalam Nuraeni and Lilin Suryono 2021). Kondisi ini membuat banyak pekerja perempuan terjebak dalam kemiskinan. Padahal, melalui kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan perlindungan yang lebih baik, peluang mereka untuk berkembang dan berkontribusi dapat terbuka lebih luas.

Secara umum, perbedaan upah berdasarkan gender dipengaruhi oleh tingkat kemajuan suatu negara. Negara-negara maju cenderung memberikan perhatian lebih pada kesejahteraan warganya, termasuk dalam hal kesetaraan upah. Namun, di beberapa negara, kesenjangan upah masih menjadi masalah. Hal ini sering kali disebabkan oleh budaya yang menganggap perempuan kurang memiliki pengalaman kerja dibandingkan laki-laki, serta lebih banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaan rumah tangga. Kondisi ini membuat perempuan sulit mengatur jam kerja secara optimal dan dapat menurunkan produktivitas mereka di tempat kerja (Dara Veri Widayanti, Nindy Sintya Indriani Rachman 2013).

Untuk mencegah adanya kesenjangan upah berbasis gender, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. Dalam Pasal 3 peraturan tersebut ditegaskan bahwa pengusaha dilarang melakukan diskriminasi upah antara pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan dengan nilai yang setara. Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengatasi diskriminasi upah berbasis gender dan mendorong perlakuan yang lebih adil di tempat kerja (Syahreza et al. 2024). Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan kesetaraan gender di tempat kerja, tetapi juga untuk memastikan bahwa semua pekerja mendapatkan pengakuan yang setara atas kontribusi mereka. Dengan implementasi peraturan yang konsisten dan pengawasan yang ketat, diharapkan diskriminasi berbasis gender dalam pengupahan dapat diminimalisir.

Untuk mendorong perubahan yang lebih signifikan, perusahaan perlu menciptakan inisiatif baru, seperti program pengembangan karir khusus untuk perempuan dan sistem pelaporan diskriminasi yang aman. Dukungan masyarakat juga diperlukan untuk mengubah norma sosial yang mendukung stereotipe gender. Semua pihak, mulai dari individu, organisasi, hingga pemerintah, harus bekerja sama untuk mewujudkan tempat kerja yang lebih adil dan inklusif.

Mencapai kesetaraan gender di tempat kerja membutuhkan perubahan mendasar dalam cara pandang dan budaya kerja. Pelatihan dan edukasi tentang pentingnya kesadaran gender harus diberikan kepada seluruh lapisan karyawan, termasuk pemimpin organisasi, untuk mengurangi tantangan yang sering kali tidak disadari. Dengan membangun lingkungan kerja yang menghormati kontribusi individu tanpa memandang gender, setiap orang dapat berkembang secara maksimal. Perempuan di sektor informal juga membutuhkan perhatian khusus. Pemerintah dan organisasi perlu menyediakan pelatihan keterampilan dan perlindungan sosial untuk membantu mereka keluar dari siklus kemiskinan. Dengan memberdayakan perempuan di berbagai sektor, ekosistem kerja yang lebih inklusif dapat tercipta, memungkinkan setiap orang memberikan kontribusi terbaik mereka.

Oleh karena itu, mari bersama-sama mewujudkan kesetaraan gender di tempat kerja dengan menghilangkan diskriminasi dalam kebijakan dan budaya organisasi. Dengan menerapkan rekrutmen yang adil, memberikan peluang promosi setara, serta melindungi hak pekerja perempuan, kita dapat membuka jalan bagi semua individu untuk berkembang. Meski tantangan masih ada, perubahan yang berkelanjutan dan kesadaran kolektif adalah kunci. Saatnya kita berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan inklusif bagi semua!


DAFTAR PUSTAKA


Dara Veri Widayanti, Nindy Sintya Indriani Rachman, Widya Mauretya. 2013. "Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi" 5:305.

Leovani, Ega, Florentinus Heru Ismadi, and Candra Astra Terenggana. 2023. "Ketidaksetaraan Gender Di Tempat Kerja: Tinjauan Mengenai Proses Dan Praktek Dalam Organisasi." Analisis 13 (2): 303--19. https://doi.org/10.37478/als.v13i2.3118.

Nuraeni, Yeni, and Ivan Lilin Suryono. 2021. "Analisis Kesetaraan Gender Dalam Bidang Ketenagakerjaan Di Indonesia." Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan 20 (1): 68--79. https://doi.org/10.35967/njip.v20i1.134.

Syahreza, Dina Sarah, Hilma Harmen, Andika Zulfri, Ayu Chintia, Putri Waiwini Fonataba, Zulaika Rahma, and Stephen Malau. 2024. "Implikasi Kebijakan Untuk Mengatasi Kesenjangan Upah Gender Di Lingkungan Kerja Manufaktur." Growth 22 (1): 103. https://doi.org/10.36841/growth-journal.v22i1.4322.

 



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun