Mohon tunggu...
Yuyun alfianii_
Yuyun alfianii_ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mematahkan Paradigma Patriarki: Strategi Mewujudkan Kesetaraan Gender di Dunia Kerja Indonesia

12 Desember 2024   16:02 Diperbarui: 13 Desember 2024   17:49 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Yuyun Alfiani, Dinda Yunda Sari, Muhammad Ilham Alfa Maulida

Kesetaraan gender merupakan isu global yang terus menjadi perhatian di berbagai sektor kehidupan, mulai dari pendidikan, pekerjaan, hingga pengambilan keputusan. Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran tentang pentingnya memberikan kesempatan yang setara antara laki-laki dan perempuan telah meningkat secara signifikan. Namun, kenyataannya, tantangan dalam mewujudkan kesetaraan gender masih banyak ditemukan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Beragam data menunjukkan bahwa perempuan seringkali menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan, peluang karier, hingga keterlibatan dalam proses politik. Di sisi lain, norma sosial dan berbentuk budaya juga kerap membatasi peran laki-laki dalam ranah domestik, yang dianggap bukan bagian dari tanggung jawab mereka. Ketimpangan ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada perkembangan sosial dan ekonomi suatu bangsa. Melalui artikel ini, penulis akan membahas mengapa kesetaraan gender dalam dunia kerja harus diwujudkan, tantangan yang mempengaruhi kesetaraan gender, serta langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai kesetaraan gender.

Mengapa kesetaraan gender dalam dunia kerja sangat penting? salah satu masalah penting yang harus ditangani di era modern adalah mewujudkan kesetaraan gender di tempat kerja. Meskipun banyak upaya telah dilakukan untuk meningkatkan inklusi, masih ada banyak hambatan yang menghalangi perempuan dan kelompok rentan lainnya dari mendapatkan peluang yang sama. Namun, memastikan kesetaraan gender di tempat kerja memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi. Hak Asasi dan Keadilan Sosial termasuk kesetaraan gender. Tanpa membedakan jenis kelamin, setiap orang berhak atas peluang yang sama. Struktur sosial yang tidak adil, seperti ketidaksetaraan dalam upah, peluang promosi, atau hak cuti, seringkali berkontribusi pada ketidaksetaraan gender di tempat kerja (Nuraeni & Lilin Suryono, 2021).

Sebagai contoh, penulis akan memberikan contoh kasus kesetaraan gender dalam dunia kerja di Indonesia. Pada tahun 2021, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam posisi strategis di BUMN. Target tersebut termasuk mengupayakan agar 25% posisi direksi di BUMN diisi oleh perempuan pada tahun 2023. 

Menurut penulis, peningkatan kecakapan perempuan di kepemimpinan kebijakan ini memberikan peluang bagi perempuan untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan strategis. kecakapan perempuan di posisi tinggi membawa perspektif baru yang seringkali lebih terbuka dan inovatif. Mengubah paradigma patriarki di dunia merupakan langkah untuk mematahkan pandangan bahwa kepemimpinan adalah dominan laki-laki. Dengan menunjukkan bahwa perempuan mampu memimpin, kebijakan ini memberikan inspirasi bagi generasi berikutnya.

 Penelitian ini menunjukkan bahwa keberagaman gender di level manajemen meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan melibatkan perempuan, BUMN dapat meningkatkan inovasi dan efisiensi dalam pengelolaan perusahaan (Putri, 2024).

Kesetaraan gender di tempat kerja masih menjadi tantangan di Indonesia. Perempuan sering kali menghadapi hambatan struktural dan budaya yang membatasi peluang mereka dalam menduduki posisi strategis. Data dari 2021 menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan dalam jabatan penting di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih rendah, dengan sekitar 60% perusahaan BUMN belum memiliki keterwakilan perempuan di tingkat direksi.

Kementerian BUMN telah meluncurkan kebijakan strategis untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam posisi kepemimpinan. Pada 2021, targetnya adalah minimal 15% perempuan di posisi strategis, yang kemudian ditingkatkan menjadi 25% pada 2023. Menteri Erick Thohir menekankan pentingnya transformasi sumber daya manusia yang inklusif untuk meningkatkan profesionalisme dan daya saing perusahaan BUMN.

Untuk mewujudkan target ini, berbagai program diluncurkan, termasuk pembentukan komunitas Srikandi BUMN. Komunitas ini berfungsi sebagai wadah bagi perempuan untuk saling mendukung dan memperkuat kemampuan kepemimpinan. Selain itu, BUMN juga mengambil pendekatan berbasis kekuasaan untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang adil untuk berkembang (Raranta, 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun