Mohon tunggu...
Yuli Salatiga
Yuli Salatiga Mohon Tunggu... -

Seorang perempuan yang masih mencari apa arti sebuah kebahagiaan yg hakiki...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Benarkah media televisi tidak berimbang dalam memberikan berita? Mungkin ini bisa jadi buktinya…

22 Maret 2012   01:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:38 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampung halamanku dipelosok desa diwilayah Kabupaten Semarang, jauh dari kota. Bapakku seorang petani dan hanya lulus SD. Tapi Bapak seorang yg haus berita. Saat desa kami belum ada listrik dan belum ada yg punya TV, Bapak sudah punya TV meski hitam putih dan hrs pake Accu. Bapak juga bertekad anak-anaknya harus sekolah krn didesa kami jarang orangtua yg mau menyekolahkan anak2nya. Saat kami lulus SMA, kami disuruh merantau ke Jakarta. Bapak ga mau setelah lulus sekolah anaknya nganggur dirumah. Bapak ingin jadi panutan buat masyarakat disekitar untuk mau menyekolahkan anak2nya. Klo kami nganggur dirumah, masyarakat nanti akan bilang, buat apa disekolahin tinggi2 klo akhirnya nganggur juga. Makanya, kami semua setelah lulus SMA pergi ke Jakarta. Dan Alhamdulillah kami bisa sampe ke perguruan tinggi dan salah satu dari kami tidak hanya S1 tapi bisa melanjutkan yg lbh tinggi. Tentu ini sangat membanggakan Bapak. Terkadang aku berpikir, Bapak bisa berpikir lebih maju mungkin ada pengaruhnya dari menonton TV, disamping pengalaman buruk beliau waktu masa kecil yg miskin, dimana jd orang miskin itu sangat tidak dihargai sehingga Bapak bertekad untuk membuat anak2nya berhasil.

Saat kami pulang kampung, yg ditonton Bapak di TV selalu berita..jd channel yg diliat ya hanya dua stasiun TV yg khusus berita. Klo Bapak sdh nonton berita, kami tdk berani untuk pindah channel. Kebetulan Bapak dirumah hanya sama Ibu. Sedangkan Ibu suka nonton sinetron tp pada akhirnya tdk pernah kebagian buat nonton sinetron. Akhirnya krn kami kasian sama Ibu, kami membelikan TV buat Ibu. Klo kami dirumah, kami biasa diskusi apa aja dan klo sdh diskusi tentang pemerintahan dan berita apa yg terjadi baru2 ini di Indonesia, Bapak adalah jagonya. Beliau mampu menjelaskan dan bahkan membuat analisa2 yg klo dipikir2 anggota DPR aja kalah hehehhehehe..

Tapi ada yg berbeda saat kepulanganku kali ini. Hari pertama aku dirumah, yg ditonton Bapak adlh TVRI. Aku belum ngeh waktu itu krn kupikir di TVRI mungkin sedang ada acara yg disukai Bapak. Malamnya kembali TVRI yg ditonton. Pagi hari berikutnya saat nyetel TV kembali TVRI yg ditonton. Siang hari atau sore hari sepulang melakukan aktivitas, yg ditonton lagi2 TVRI. Meski channel sudah kupindah, tp tetap diganti ke TVRI. Setelah 2 (dua) hari, akhirnya mulutku gatal utk bertanya ke Bapak, knp kok sekarang yg ditonton TVRI pdhl biasanya yg ditonton selalu TV yg khusus berita. Jawaban Bapak membuatku tertegun, Beliau jawab:”Wegah aku saiki ndelok TV *** karo *****TV, suwe2 marai ngelu, kudune ngek’i berita ki seng apik, iso nambahi informasi seng ndelok neng malah enenge mung manas2i tok. Mending TVRI wae…daripada ndelok berita ora bener, ndelok berita kok malah darahku dhuwur” (Males sekarang nonton TV*** dan *****TV, lama2 bikin pusing, seharusnya memberikan berita yg benar, bisa menambah informasi yg menonton tp ini kok yg ada malah manas2in aja. Mending nonton TVRI aja, drpd nonton berita gak benar, nonton berita kok malah membuat darahku tinggi). Mendengar jawaban Bapak aku hanya terdiam, aku berpikir mungkin antara berita yg ditayangkan di TV satu dengan yg ditayangkan di TV lain berbeda, shg bapak harus memutar otak lagi buat menterjemahin semua berita yg beliau dapat, makanya beliau bilang bikin pusing dan darah tinggi :) Aku jadi teringat dengan artikel2 yg pernah kubaca klo sekarang media dipakai tdk hanya sekedar memberikan berita tetapi bisa dipakai untuk menarik massa, sehingga berita yg ditampilkan tidak lagi berimbang tetapi lbh menguntungkan kepada pihak yg punya media tersebut. Dan kali ini aku sudah membuktikannya lewat Bapakku. Bapakku yg hanya seorang petani, yg hanya lulus SD tetapi bisa merasakan berita yg disajikan ternyata tidak berimbang… Bapakku memang luar biasa…. Luv u pak….

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun