Pengirim pesan singkat itu, entah siapa... Tak saya persoalkan. Yang kemudian mengusik pikiran adalah rentetan dan isi pesan-pesannya. Semula saya acuhkan, karena di simpang siur dunia maya ini, kemungkinan salah kirim sangat mungkin terjadi. Kedua, ketiga dan entah ini yang keberapa. Bahkan saya sampai hafal, jam berapa dia biasa mengirim pesan. Sejujurnya membuat saya penasaran. Menduga-duga tentang si salah kirim yang berulang. Sampai yang kesekian kalinya, saya sampai pada satu titik : jatuh kasihan. Saya bayangkan bagaimana dia menunggu balasan pesan-pesan yang dikirimkannya. Pernah sebuah ide terlintas, untuk membalas pesannya. Cukup dengan menuliskan : maaf, sepertinya sms anda tidak untuk nomer ini. Dengan harapan supaya dia tahu kalau selama ini salah kirim. Namun entah kenapa, saya tidak tega melakukannya. Bahkan nomernya saya simpan : TTNS singkatan Tidak Tahu Nomer Siapa. Berikutnya, sms-smsnya terus saja mengalir, tentu saya baca namun tidak sekalipun membalasnya.
Sampai sore kemarin, saat perjalanan pulang dan handphone berdering : TTNS calling... Sekali, dua kali, tiga kali dan ignore. Empat kali, lima kali,... dan berikutnya ibu jari saya menyentuh simbol gagang telepon berwarna hijau. Yang terdengar kemudian, suara seorang perempuan, dengan setengah gemetar memanggil sebuah nama, beberapa kata yang tak jelas, disambung tangis yang tertahan... Dan saya terdiam, terasa ada yang menyumbat di tenggorakan.
“Apa maksudmu memperlakukan aku seperti ini? Kamu tega sekali. Apa salahku?”
Kebingungan yang menyergap membuat mulut saya terkunci. Isakannya mulai mereda dan saya rasa dia sibuk mengusap air mata.
“Kamu tahu? Aku tidak layak diperlakukan seperti ini. Kupikir kamu orang yang dapat dipercaya, ternyata... “ Dan bla...bla...bla...
“Tak usah kamu jawab sekarang, pikirkan dan telepon aku kalau kamu sudah punya jawaban.” Setelah itu dia menutup telepon, meninggalkanku saya dengan pikiran menggantung. Andai dia tahu... Saya bukanlah orang yang tadi disebut namanya.
Malamnya saya didera gelisah, memikirkan dia. Kasihan... Dan hati saya teriak : Kenapa kamu gak bantu dia? Bagaimana caranya? Hhhhh... *^??+#@... Baiklah, saya akan sms dia, mengatakan apa adanya, salah kirimnya dan memberikan sedikit nasehat untuk dia.
“Saya bukan mas xxx seperti yang tadi mbak bilang ditelepon. Saya menyesal baru mengatakannya sekarang. Saya berharap apapun masalah mbak dengan mas xxx tadi akan segera dapat diselesaikan. Sabar ya. Salam kenal dari saya”
Lalu... Delivered.
Selesai? Ternyata tidak. Sepertinya si mbak tetap gak percaya kalau saya bukan si mas nya. Terbukti smsnya masih rajin mengalir. Bebal banget sih. Begitulah kalau urusan cinta bunda, celoteh hati saya. And everything will be irational alias gak tinemu nalar. Betulkah?
Mari berkisah tentang cinta. Ya ya... Sayapun pernah merasakannya. Masih mampu mendeskripsikan bagaimana dag dig dug ser-nya. Masih ingat si dia yang dengan kata-katanya bisa buat pipi merona. Tapi jangan lupa, cinta punya sisi lain yang berlawanan. Saya pun masih ingat betapa merananya saat putus cinta. Parahnya lagi perasaan menderita karena putus cinta waktu itu menimbulkan komplikasi, mengaktifkan entah sel apa yang ujung-ujungnya membuat rasa sakit hati merembet sakit secara fisik. Bikin makan gak enak, tidur gak nyenyak. Hiks hiks... Mungkin itulah yang saat ini sedang dialami oleh mbak yang salah kirim sms. So, what? Karena saya bukan psikolog, maka edisi ini saya coba untuk menjelajah jagad maya dengan kata kunci : mengatasi patah hati. Thanks uncle Google : 1.060.000 hasil. Intinya kurang lebihnya sama. Untuk anda pembaca, yang sedang patah hati. Belajarlah menerima kenyataan : kalau si dia sudah memarkir cintanya ke lain hati. Dan asal anda tahu, penjelasannya 1001 alasan, yang kata singkatnya : loe - gue, end! Relakan kepergiannya : karena lebih baik dia pergi sekarang dari pada nanti. Ingatlah lagunya almarhum Benyamin : ikan teri diasinin, ikan lele ada kumisnya. Yang pergi jangan ditangisin, nanti bakal ada gantinya. SUER !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H