Mohon tunggu...
Yuswanto Raider
Yuswanto Raider Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru dan penulis lepas yang lahir di Surabaya pada 14 Februari 1974. Sejak tahun 2005 saya tinggal di Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto

Hobi saya merawat tanaman, traveling, outdoor learning, dan advokasi kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pancasila di Antara Perilaku Kemunafikan Pelaku Pendidikan

19 Januari 2023   04:54 Diperbarui: 19 Januari 2023   05:04 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ORASIPANCASILA : Pengetahuan, wawasan dan pemahaman guru atas nilai-nilai luhur Pancasila dapat diukur melalui lomba orasi bertemakan Pancasila.(Foto : Ekskul Jurnalistik SMABA)

Profil Pelajar Pancasila, menjadi brand Kurikulum Merdeka. Cetusan ide nasionalis brilian itu telah mencuat sejak 2021. Selanjutnya pada 2022 diinstruksikan pelaksanaannya secara menyeluruh. Ya, salah satu muatan esensial dari Kurikulum Merdeka adalah Proyrk Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Kontriversi dan ufiora "budaya" ganti menteri ganti kurikulum pun melejit seperti biasanya. Kalangan pendidikan, mulai tukang kebun hingga para politikus pun saling berkomentar dengan berbagai sudut pandang. Sementara di dalam lingkungan pendidikan atau sekolah, muncul pula banyak masalah yang penyikapannya disederhanakan. Maksudnya, mau tidak mau instruksi pelaksanaan Kurikulum Merdeka tetap harus dilaksanakan.

Ada perang konsep yang terbilang krusial tapi jarang dijadikan bahan kajian dan bahkan analisis mendalam. Bagaimana pun pemberlakuan Kurikulum Merdeka dengan muatan P5 sangat membutuhkan keseriusan totalitas. Tenaga pendidik penerima tunjangan sertifikasi dan bahkan guru penggerak pun, sepertinya tidak memahami betul maksud dari diberlakukannya Kurikulum Merdeka. Utamanya pada tataran P5 sebagai landasan dalam peningkatan kualitas peserta didik.

Pelaksanaan atas P5 di sekolah, masih menjadi life service semata dan bukan menjadi fundamentalis. Faktanya, kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan P5 dilakukan dan dirasakan saat kegiatan berlangsung. Setelah itu, belum ada skema atau mekanisme kendali yang praktis dan berdaya guna. Sedangkan adanya P5 sendiri, penulis sangat yakin seyakin-yakinnya ditujukan untuk menanamkan rasa cinta tanah air dan bela negara.

Faktanya, bila ditinjau dari aspek administratif atau pelaporan kegiatan, tentu semuanya akan mengikuti petunjuk dan indikator yang sudah ditetapkan dalam Kurikulum Merdeka. Hanya saja, upaya itu akan menjadi sia-sia bilamana sekolah tidak memiliki grand design untuk mewujudkan P5 secara berkelanjutan. Bukankah hal itu akhirnya menjadi pemicu perilaku kemunafikan dalam dunia pendidikan?

Sepanjang pengamatan penulis, setidaknya ada 3 (tiga) hal yang layak dicermati dalam pelaksanaan P5 di sekolah. Hal itu tampak sederhana tetapi sangat memiliki nilai kebermanfaatan tinggi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Bagaimana pun pelaksanaan P5 di sekolah harus benar-benar dilakukan secara terrencana, terlaksana, terkontrol dan memiliki asas-asas keberlanjutan secara sistematis dan konstruktif sepanjang hayat. Adapun 3 (hal) yang dimaksud penulis meliputi beberapa aspek berikut :

PEMAHAMAN GURU

Kurikulum Merdeka menginstruksikan dilakukannya P5 untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Dimana seluruh guru pasti tahu bila untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila itu berpedoman pada 6 (enam) dimensi. (1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; (2) Berkebhinnekaan global; (3) Bergotong royong; (4) Mandiri; (5) Kreatif; dan (6) Bernalar kritis.

Penulis yakin bilamana seluruh guru di Indonesia ini tahu dan berusaha tahu akan ke-enam dimensi Profil Pelajar Pancasila itu. Sehingga dengan segenap literatur maupun panduan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, pemikiran kita akan lebih terbuka dan tersadar akan pentingnya memahami ideologi bangsa Indonesia.

Disamping itu, penulis juga yakin bila semua guru hafal akan kelima sila dalam Pancasila. Utamanya dalam pengucapan dan penulisannya. Namun persoalan esensialnya justru tidak pada konteks kelima sila dalam Pancasila. Melainkan bagaimana pengetahuan dan pemahaman guru akan adanya nilai-nilai luhur Pancasila yang akan menjadi dasar dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila maupun dalam upaya melaksanakan P5 di sekolah.

Harus kita sadari bilamana pendidikan karakter yang sudah dicetuskan sebelumnya, merupakan kristalisasi dari 45 nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kelima sila pada Pancasila. Pertanyaannya, apakah semua guru tahu sekaligus mampu menerjemahkan maksud dan tujuan dari masing-masing nilai luhur yang terkandung dalam kelima sila pada Pancasila? Disinilah awal terjadinya banyak masalah dalam pelaksanaan P5 di sekolah.

KEBERLANJUTAN

Ada sebuah keyakinan yang melintas dibenak penulis, terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan P5 di sekolah. Seandainya masing-masing sekolah memiliki ciri khas dan atau kekhususan dalam implementasi P5, utamanya pada variasi kegiatannya, tentu akan menjadikan Kurikulum Merdeka lebih kaya akan daya inovasi dan kreatifitas para guru dan murid.

Konsep merdeka belajar dalam Kurikulum Merdeka menjadi pijakan prinsip dalam menciptakan sebuah bentuk kegiatan. Bahkan sekolah akan terlihat kualitasnya dalam mengukur daya inisiatif, kreatifitas hingga inovasi yang dimiliki warga sekolahnya untuk mendukung keberhasilan P5. Bilamana hal itu bisa terwujud, tentu akan muncul berbagai bentuk kegiatan sebagai upaya menanamlan nilai-nilai luhur Pancasila pada generasi muda bangsa dan negara ini.

Disisi lain, sekolah juga tidak hanya sekedar menyuarakan dan mensosialisasikan keberadaan Profil Pelajar Pancasila. Sekolah justru menjadikan dasar atas 6 dimensi Profil Pelajar Pancasila sebagai sumber inspirasi mewujudkan P5 hingga mencapai keberhasilan yang mutlak. Guru memiliki rencana yang terukur dan dapat diaktualisasi sekaligus diimplementasikan pada murid atau peserta didiknya. Tentu saja hal itu dapat dilakukan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik.

DAYA DUKUNG

Keberhasilan dalam mewujudkan P5 akan selaras dengan adanya daya dukung yang positif dan partisipatif. Bagaimana pun untuk dapat meningkatkan kualitas diri peserta didik tak dapat dilepaskan dengan kepentingan sekolah dan kepentingan bangsa ini. Sehingga daya dukung itu dapat digali dari potensi dan kearifan lokal di masyarakat sekitar sekolah.

Guru yang sudah mengantongi tunjangan sertifikasi, sejatinya berkewajiban untuk dapat berperan lebih maksimal. Minimal memiliki kemampuan untuk melakukan sosialisasi dan pembiasaan akan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itu pasti akan mampu mendongkrak kualitas pencapaian atas perwujudan P5 di sekolah.

Sedangkan guru penggerak, pasti lebih bisa menciptakan inovasi dalam menyusun konsep sekaligus aplikasinya dalam pelaksanaan P5 di sekolah. Sebagai simbol akan peningkatan kualitas dan kompetensi guru, maka guru penggerak sudah sepatutnya melakukan berbagai inisiatif dan terobosan kreatif dalam proses pendidikan dan peningkatan nasionalisme pada peserta didiknya.

Daya dukung lainnya tentu saja bersumber dari masyarakat dan dunia usaha/industri. Melalui kerjasama yang saling menguntungkan dengan sekolah, tentu saja masyarakat dan dunia usaha/industri akan menciptakan program khusus agar mampu berkonstribusi secara nyata dalam perwujudan Profil Pelajar Pancasila. Hiterogenitas daya dukung inilah yang pada akhirnya akan mampu mendongkrak semakin tahu, mengerti, paham, memaknai hingga mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Dari ketiga unsur yang dijelaskan di atas, tentu saja hanya ada tiga kesimpulan mutlak. Kesimpulan itu diambil sebagai upaya untuk memotivasi guru agar tak hanya menguasai mata pelajaran yang diampu, tetapi sekaligus mampu menjadi bahan pijakan dalam pelaksanaan pembangunan kualitas sumber daya manusia yang berpegang teguh pada Pancasila.

Kesimpulannya adalah : (1) Tingkat keberhasilan pelaksanaan P5 akan rendah bilamana para guru tidak memahami atas 45 nilai-nilai luhur Pancasila; (2) Pelaksanaan kegiatan P5 di sekolah harus lebih aktual, faktual, dan berdaya guna bagi perwujudan Profil Pelajar Pancasila; dan (3) Sekolah harus memiliki kekhasan dalam melaksanakan kegiatan P5 sekaligus mampu mengeksplorasi daya dukung masyarakat dan dunia usaha/industri.

Sementara, begitulah pendapat penulis akan belum tampaknya hasil atas pelaksanaan Kurikulum Merdeka, khususnya dalam perwujudan Profil Pelajar Pancasila maupun dalam rangka P5 yang berkualitas dan berkelanjutan. Selanjutnya, penulis hanya bisa berpesan, guru yang nasionalis adalah guru yang tahu, mengerti, memahami, memaknai sekaligus mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila dengan tetap mengedepankan kearifan lokal.*****

*****Penulis adalah guru di SMAN 1 Bangsal, sekaligus penggagas Sekolah Bumi Pancasila sejak tahun 2017 dan Direktur Eksekutif Padepokan Pancasila Majapahit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun