Lahir, jodoh, dan mati memang sudah takdir Tuhan. Ketiga hal itu tak kan bisa di otak atik manusia manapun dan dengan dalih apapun. Sementara bila kita mengalami ujian apapun, termasuk dalam hal terkena penyakit, juga sudah menjadi keharusan kita untuk ikhtiar guna mendapatkan kesembuhan. Logika itu harus dipakai agar tata cara dan pola hidup masyarakat selama masa pandemi Covid-19 tidak ngawur dan terlihat semau gue.
Disiplin melaksanakan prokes adalah kewajiban dari sudut pandang keilmuan. Tujuannya adalah meminimalisir proses penyebaran Covid-19 di setiap bentuk aktivitas kehidupan masyarakat. Tidak ada nilai tawar dan tidak ada alasan logis aktual untuk menghindarinya. Bagaimana pun, untuk menyelesaikan urusan harus dilakukan dengan berbagai cara. Minimal dengan 2 cara.
Pertama, ikhtiat dengan jalan medis atau cara lain yang bersifat rasional. Bagi orang muslim, tindakan itu biasa disebut dengan urusan Hablum Minannas. Kedua, ikhtiar dengan memohon berkah kesehatan dari Sang Maha Pencipta. Nah, yang ini biasa disebut dengan urusan Hablum Minalloh. Kedua tindakan itu tak dapat dipisahkan untuk mendapatkan sedikit kesempurnaan dalam hidup dan kehidupan ini.
Jadi pada prinsipnya, seseorang dan atau masyarakat yang disiplin melaksanakan prokes selama masa pandemi Covid-19, kecil kemungkinan terpapar virusnya. Sehingga, jangan menawar lagi dan jangan banyak alibi untuk menghindar dari disiplin prokes. Bila tak peduli dengan diri sendiri, seyogjanya pedulilah sama keluarga, anak istri, dan masyarakat sekitarnya.
(2) BERPIKIR BEBAS
Pola hidup masyarakat akhir-akhir ini jelas merasakan beban berat. Berbagai gejolak lahir batin berperang melawan keadaan. Selain ketakutan secara interaksi sosial, masyarakat juga kian tersudut dengan berkembangnya informasi-informasi yang tak jelas. Semua itu berpadu menjadi sebuah keadaan yang teramat sangat menakutkan. Pada akhirnya, hal itu secara psikis menjadi pendukung utama seseorang menghadapi kematian.
Sebaiknya kita menyadari, bila di masa pandemi Covid-19 ini, lahir batin kita sedang diuji. Bahasa sederhananya, pikiran dan hati kita dihadapkan pada fakta ketidak-pastian yang tak kunjung reda. Unsur kejiwaan masyarakat sudah terasuki oleh beban ketakutan akibat Covid-19 sekaligus tertekan kondisi dunia mistis, informasi hoaxc, sampai pada terjepit dari sisi ekonomi. Semua mengkristal menjadi satu beban hidup yang teramat sangat berat.
Bilamana pola pikir kita seperti itu, maka percayalah bahwa diri seseorang itu benar-benar rapuh dan mentalnya hancur di saat seperti ini. Situasi individu seperti itu akan sangat mudah terjangkiti penyakit dan tentunya kondisi sosial kemasyarakatan menjadi pendukung yang jelas-jelas terlihat mata.
Dalam kondisi masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, penulis hanya dapat menyarankan. Masyarakat harus mengubah pola pikirnya dalam menghadapi situasi dan kondisi saat ini. Semua masyarakat wajib berpikir bila dikatakan sebagai sosok manusia yang masih hidup. Tetapi masyarakat juga harus mampu tidak kepikiran seputar permasalahan Covid-19 dan aneka informasi yang berkembang menyertainya.
Tindakan WAJIB MIKIR tetapi TIDAK KEPIKIRAN adalah solusi awal untuk meringankan beban hidup. Kita berpikir bila Covid-19 adalah ujian sekaligus virus yang harus dihindari. Oleh karenanya, kita wajib memikirkan bagaimana cara untuk menghindari dengan melakukan hal-hal yang positif lagi sesuai aturan medis. Disinilah kita akhirnya menjadi masyarakat yang berpola pikir sehat.