Jaman sekarang semua bergantung pada teknologi informasi. Tak hanya dunia bisnis saja, tetapi hampir menyeluruh pada urusan di dunia. Kecepatan perolehan informasi, menjadi andalan penting di jaman era digital. Termasuk hubungan asmara seseorang dengan lawan jenisnya, juga tak luput dari peran teknologi informasi.
Asumsi itu, nyatanya tak berlaku bagi seorang Adit. Lelaki ini punya prinsip kuat dalam urusan asmara. Bagi dirinya, teknologi justru akan membuat perjuangannya meraih cinta bakal terendus di media sosial. Dirinya lebih memilih menulis di atas kertas daripada menulis di layar smartphone-nya.
Fakta itu, nampaknya terlihat bodoh dan konyol. Apalagi di jaman yang serba digital ini. Namun, namanya prinsip ya tetap prinsip. Apalagi prinsip itu sudah menjadi sebuah landasan dasar dalam berpikir, bertindak dan berperilaku. Seperti keteguhan Adit untuk memperjuangkan cintanya. Resiko apapun sudah diprediksinya dan dirinya hanya berkata "siap" dan enggan goyah atas prinsipnya.
Adit yang kini duduk dibangku kelas XI, nampaknya sedang menguji dirinya sendiri. Cintanya pada seorang "bidadari" sekolah, dipertaruhkan dengan prinsip perjuangannya. Berhasil atau tidak, manis pahit dan getirnya, Adit bertekad sanggup untuk menghadapi. Asalkan apa yang dilakukannya tetap kukuh pada prinsip yang sudah dipegangnya.
Berawal di meja perpustakaan, Adit pun melancarkan aksinya. Selembar kertas dari buku hariannya, terpaksa dirobek. Setelah itu dilipatnya dengan rapi dan disembunyikan di saku bajunya. Dirinya tampak sedang menunggu seseorang. Hingga buku yang dibacanya pun seperti tak dibuka lembar demi lembarnya.
Beberapa saat kemudian, muncul tiga cewek. Ketiganya mulai memilih buku dan duduk berhadapan dengan posisi Adit. Dari tiga teman sekolahnya itu, sepertinya ada yang salah tingkah. Apalagi di hadapannya ada seorang lelaki yang selama ini acapkali menyapanya. Pandangan mata salah satu cewek itu pun tampak tertuju pada Adit. Sejatinya Adit menyadari, tetapi dirinya pura-pura tak memperhatikan.
Sesaat kemudian, Adit yang sedari tadi tak berkata-kata, beranjak dari tempat duduknya. Usai meletakkan buku di rak perpustakaan, Adit balik kanan dan sengaja melewati belakang tempat duduk ketiga teman ceweknya. Adit pun tampak berhenti sejenak, tepat disamping salah satu dari tiga cewek yang tadi berada di hadapannya.
"Fin, ini untukmu!," ucap Adit lirih
"Apa ini, Dit?" jawab si cewek yang akrab dipanggil Fifin.
"Entar kamu tahu kok. Aku keluar dulu ya dan sampai ketemu besuk," kilah Adit seraya meninggalkan ruang perpustakaan.
Rasa penasaran pun menghinggapi Fifin. Sementara kedua temannya bak supporter sepak bola, memaksa Fifin untuk segera membuka secarik kertas dari Adit. Namun Fifin menolaknya. Tapi Fifin berjanji pada kedua temannya, bila besuk akan diceritain apa isi kertas itu.