Gunda gulana! Rasanya tak bisa dinalar. Apa yang Aku baca, dengar, dan lihat, jelas berbeda. Namun, kondisi itu terjadi sekian lama. Ironisnya, tak seorang pun yang berani bicara apalagi berteriak lantang.
Ya, dibenakku acapkali mereaksi kritis pada perilaku bapak dan ibu guru di sekolah Ku. Sebatas wawasan Ku, di sekolah ada tiga golongan guru. Pertama, golongan guru tidak tetap (GTT). Kedua, golongan guru PNS tapi belum mendapat sertifikasi. Ketiga, golongan guru paling "sempurna", yaitu guru PNS yang sudah mendapat sertifikasi.
Itulah tiga golongan guru versi otakku. Bahkan tak jarang Aku harus mencibir dengan keadaan sosok guru yang sudah berpredikat sempurna, tetapi perilaku dan kinerjanya buruk. Aku pikir-pikir sepertinya lebih baik guru honorer dibanding dirinya. Namun mulutku terkunci rapat, meski hatiku sejatinya berontak.
Dalam angan-angan ketakutanku, yang terbayang hanyalah jawaban guru itu. Seandainya Aku bertanya tentang profesionalismenya, tentu teori mendayu-dayu dan sok suci akan terlontar.Â
Meski tak sesuai dengan fakta hariannya di kelas maupun di sekolah. Hebatnya, setelah Aku bertanya, jangan-jangan Aku jadi salah satu murid yang tak bakal memenuhi KKM di mata pelajarannya.
Mungkin Aku tak terlalu pandai dibanding murid lain. Apalagi murid yang sudah memiliki bakat menjilat. Namun Aku punya keteguhan dan Aku punya nalar yang bisa bedakan mana yang baik dan mana yang tak baik. Tapi kali ini Aku harus tetap diam seribu bahasa.
Hingga suatu kesempatan, Aku dan beberapa teman coba berbincang-bincang. Kebetulan jam kosong dan tak ada tugas untuk dikerjakan. Aku dan lima orang teman, sengaja duduk bergerombol di sudut kelas. Duduk di atas keramik yang terlihat retak. Namun Aku dan teman-teman nyaman saja.
Sekian lama ngobrol, akhirnya kita sampai pada kajian kritis sosok guru dimata murid. Obrolan kami mengalir begitu saja. Sebut satu dua guru sebagai contoh dan bahkan penegasan atas sebuah sikap dan perilakunya di kelas. Entahlah, meski ini dosa, tanpa pikir panjang kami terus memperbincangkan hingga puas.
"Kamu dapat nilai berapa di raport, semester kemarin?" celetuk teman Ku.
"Lumayanlah, satu digit diatas KKM," jawabku sambil nyinyir.
"Lho, padahal kamu waktu ulangan harian kan dapat nilai paling bagus sekelas. Kok bisa?" tanya teman Ku yang satunya lagi sambil keheranan.