Pemilu legislatif sudah kelar. Melalui quick count berbagai lembaga survey, kita juga sudah tahu siapa pemenangnya. PDIP menjadi juara, disusul Golkar dan Gerindra.
Tentu kemenangan PDIP ini sudah diduga sebelumnya. Karena hampir semua lembaga survey telah memprediksi jika partai berlambang banteng moncong putih itu bakal keluar sebagai pemenang. Apalagi, prediksi-prediksi itu ditambahi embel-embel jokowi effect.
Namun, di sinilah masalahnya. Jika melihat perolehan suara PDIP--berdasarkan hasil quick count--yang sedikit di bawah 20%, efek Jokowi itu seolah ternegasikan.
Berdasarkan hasil survey maupun diskusi informal bersama kawan-kawan yang bersinggungan dengan analis dan surveyor politik, perolehan suara PDIP diprediksi sekitar 20-22 %. Ini prediksi dengan mengabaikan efek elektoral Jokowi.
Nah, ketika Jokowi effect dimasukkan sebagai salah satu indikator elektoral, suara PDIP bisa meningkat menjadi 27 % persen atau ada sumbangsih Jokowi minimal 5%. Bahkan, ada lembaga survey yang memprediksi PDIP bakal tembus 30%. Prediksi yang tentu saja membuat ketar-ketir partai dan capres lain.
Inilah kenapa, para elit PDIP memiliki optimisme tinggi. Inilah kenapa, seorang Puan Maharani begitu percaya diri menulis di paving block bahwa perolehan suara PDIP bakal tembus 27,02%. Inilah yang mungkin menjadi alasan kenapa Megawati rela mengabaikan hasratnya untuk kembali menjadi capres dan jauh-jauh hari mendukung Jokowi sebagai capres dari PDIP.
Satu sisi, prediksi kemenangan PDIP terbukti benar. Tetapi, angka kemenangannya melenceng jauh. Perolehan suara PDIP yang disebut-sebut bisa mencapai 27,02% ternyata jauh panggang dari api. PDIP hanya mendapatkan suara sedikit di bawah 20%.
Inilah yang mungkin bisa menjadi masalah ke depannya. Atau, paling tidak, menjadi kerikil-kerikil yang bisa mengurangi optimisme para pendukung Jokowi. Bisa saja akan ada beberapa kalangan yang mengatakan,"lho..Jokowi effect ternyata tidak terbukti. Buktinya suara PDIP hanya 20% an. Dengan kata lain, tanpa Jokowi pun, PDIP sesungguhnya tetap akan keluar sebagai pemenang dengan prosentase pada kisaran 20%."
Sebagian kalangan bisa jadi akan meragukan kebenaran sebuah fenomena politik yang kerap disebut sebagai "Jokowi Effect" itu. Jokowi yang katanya bakal menyumbangkan minimal 5% suara ke PDIP jika deklarasinya dilakukan sebelum Pileg kemudian terbantahkan dengan data quick count yang memperlihatkan PDIP hanya dapat suara di kisaran 20%.
Kalau begitu, Jokowi Effect tak lebih hanya sekadar ilusi media & surveyor politik, dong. Benarkah? Mungkin benar, mungkin juga tidak. Mungkin juga ini imbas kampanye "Jokowi Yes, PDIP No."
Wallahu a'lam