Oleh :
Yusup Bachtiar
(Mahasiswa PKn UPI)
Sudah begitu lama kita melewati masa-masa dimana pada saat itu para pejuang dan para founding father berusaha sekuat tenaga mengorbankan segala bentuk pengorbanannya, baik itu moril maupun materil bahkan seluruh tumpah darah dan air mata. Sudah menjadi saksi sejarah bagi bangsa dan Negara Indonesia bahwa berdiri dan berdaulatnya Indonesia tak lepas dari bercucurannya darah dan air mata. Sehingga inilah yang menjadikan bangsa kita menjadi bangsa yang penuh dengan suka dan duka dalam perjuangannya. Dewasa ini kita dihadapkan dengan begitu banyaknya tantangan seperti masuknya pengaruh ideologi atau pandangan pemikiran dan budaya asing. Memang terlintas hal tersebut tidak mengkhawatirkan, tapi masuknya hal tersebut menjadi salah satu hal yang patut untuk di khawatirkan sebagai bentuk antisipasi. Sebab implikasinya begitu komleks terhadap kelangsungan bangsa dan generasi penerusnya. Bayangkan jika masyarakat Indonesia terus-menerus dicekoki oleh pemikiran ataupun ideologi barat maka berimbas pada pemahamannya terhadap negeri ini berkurang dan bahkan menimbulkan cacat ideologi. Selain itu nilai-nilai kearifan lokal dan karakteristik bangsa Indonesia pun sedikit demi sedikit akan terkikis bahkan tinggal menunggu runtuhnya substansial ruhiah bangsa ini.
Soekarno suka mengutip definisi Otto Bauer tentang definisi bangsa sebagai “komunitas karakter yang berkembang dari komunitas pengalaman bersama”. Indonesia adalah komunitas pengalaman bersama. Yang mempersatukan Indonesia adalah pengalaman ketertindasan, pengalaman ketidakadilan yang diderita bersama, pengalaman berbagai kekejaman, pengalaman penghinaan bangsa asing yang telah menghisap tenaga kerja rakyat. (Frans Magnis-Suseno : 2012) oleh sebab itu kesatuan bangsa Indonesia tidak hanya berdasarkan suatu budaya dan bahasa yang sama, melainkan berdasarkan pengalaman diperoleh dari ratusan tahun penjajahan oleh bangsa asing. sangat memilukan memang sejarah bangsa ini sudah bertahun-tahun lalu hanya demi kesatuan bangsa. Konsepsi kebangsaan tersebut bukanlah terbentuk ketika menjelang hari kemerdekaan yang jatuh pada 17 Agustus 1945, namun sudah jauh sebelum itu dipersiapkan oleh para pendahulu kita. Sejak 1924 melalui Perhimpunan Indonesia (PI), di Belanda konsepsi ideology politik bangsa ini sudah mulai dimunculkan melalui beberapa prinsip yakni empat prinsip dasar : persatuan nasional, solidaritas, non-kooperasi, dan kemandirian (self-help). (Yudi Latif :2012)
Maka dari itu pemhaman kita terhadap Indonesia harus kembali kita gali dan bangun kembali sebab jauh sebelum Negara ini merdeka pun sudah adanya pengikatan terhadap ragam ideology dan identitas (Ras,agama,suku dan kelas) untuk bersama dalam barisan kesatuan Indonesia. Sesuai dengan apa yang terjadi saat ini banyaknya perselisihan yang disebabkan oleh perbedaan paham ataupun pemikiran bahkan identitas primordial kekinian. Apabila pemahaman bangsa ini sama-sama kita kaji dan implementasikan, sudah tentu akan menjadi tameng terhadap dinamika tanpa batas dewasa ini. Semakin jauh kita meninggalkan butir-butir esensi bangsa ini maka sama saja kita menenggelamkan sedikit demi sedikit kedaulatan bangsa dan Negara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H