April 2020, pandemi COVID-19 datang bagai peluru yang melesat di tengah keheningan malam. Pandemi ini menyebar dengan luas dan menyebabkan masyarakat melakukan karantina mandiri. Namun, di sela pemberitaan pandemi yang semakin merajalela, muncullah sebuah trend aplikasi Clubhouse yang mulai mencuat di tengah masyarakat.
Banyak orang yang membicarakan aplikasi ini dengan menyebutnya "aplikasi sosial terbaru untuk era new normal". Hal tersebut menarik perhatian saya untuk memahami lebih dalam tentang aplikasi ini.
Clubhouse sendiri merupakan aplikasi obrolan suara yang didirikan oleh Paul Davidson dan Rohan Seth. Aplikasi ini dikembangkan oleh perusahaan software Alpha Exploration Co dan dirilis pada Maret 2020 lalu. Lewat aplikasi Clubhouse, pengguna bisa melakukan streaming audio, melakukan panggilan suara, hingga membuat acara dengan topik khusus yang dikemas mirip seperti podcast. Sederhananya, Clubhouse merupakan platform untuk diskusi virtual dengan topik tertentu yang nantinya dapat disaksikan secara langsung oleh pengguna lainnya.
Awalnya, untuk menggunakan aplikasi ini kita harus menerima undangan. Ini mengingatkan saya layaknya datang di undangan pernikahan. Namun, di perjalanannya aplikasi ini mengalami pembaruan yang membuat seluruh pengguna bisa masuk ke dalam room tanpa melalui undangan.
Perusahaan mengklaim bahwa rata-rata lebih dari 500.000 room dibuat per harinya dan sekitar pertengahan Februari 2021, mereka telah mencapai salah satu tonggak terbesar mereka. Mereka telah mencapai 10 juta pengguna di platform mereka, yang mengesankan untuk aplikasi sosial yang berusia kurang dari satu tahun dan itu hanya tersedia untuk pengguna iphone.
Ada beberapa hal menarik yang saya dapatkan dari fenomena ini
1. Iphone adalah platform terbaik untuk meluncurkan ide aplikasi Anda
2. Orang-orang menyukai eksklusivitas
3. Masyarakat tidak bisa lepas dari FOMO
Pada awal kemunculanya, Eksklusivitas yang tidak bisa dirasakan semua orang dikombinasikan dengan hype yang begitu nyaring di media sosial lain dapat mengarah pada sindrom fear of missing out (FOMO). Setiap pengguna yang baru bergabung hanya memiliki dua jatah invitation untuk diberikan pada orang lain sehingga memang ada batasan dalam jumlah pengguna baru yang bisa diajak bergabung.
Di tengah-tengah lingkaran sosial yang luas, pertanyaannya siapa yang cukup 'beruntung' untuk mendapat invitation tersebut?.