Mohon tunggu...
Yusuf Warsyim
Yusuf Warsyim Mohon Tunggu... -

Konsultan politik hukum|pernah aktif PP Muhammadiyah|mantan aktivis mahasiswa|pecinta & penyayang 1 org wanita

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Utopia Pemilu Jujur

1 April 2014   19:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:13 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harapan Pemilu 2014 yang jujur dan adil sepertinya hanya utopia. Waktu pencoblosan yang tinggal dalam hitungan jari, indikasi ulah “tangan kotor demokratik” penyelenggara pemilu tak jujur menyeruak ke permukaan. Anggota KPUD Kab. Padang Lawas Utara Sumatera Utara telah menawarkan jual beli suara seharga Rp. 70.000/suara (MedanBisnis, 28 Maret 2014). Anehnya lagi ditunjukan oleh anggota KPUD Kab. Puncak Jaya Papua membawa 4000 surat suara ke kantor Partai Nasdem Kab. Puncak Jaya, setelah dipergoki, ngaku hanya mau melipat surat suara tersebut (Kompas, 1 April 2014). Kemungkinan besar geliat cara cara kotor pemilu telah juga dilakukan oleh penyelenggara pemilu lainnya yang belum bisa tersingkap ke permukaan.

Pemilu Lahirkan Koruptor

Pemilu 2014 merupakan pemilu yang keempat pasca Reformasi 1998 yang telah 16 tahun hingga saat ini. Agenda utama reformasi adalah pembentukan pemerintahan demokratis dengan meninggalkan pemerintahan otoriter represif Orde Baru dan pemberantasan korupsi. Telah tiga kali pemilu, 1999, 2004 dan 2009 digelar sebagai bagian dari perwujudan agenda reformasi pembentukan pemerintahan demokratis. Harapannya dengan pemerintahan demokratis hasil pemilu, pemberantasan korupsi pun dapat dilakukan dan berwujud hasil pemerintahan yang bersih pula.

Namun dari pemilu ke pemilu diselanggarakan, pemberantasan korupsi oleh pemerintahan demokratis yang dihasilkannya belum berbuah manis. Belasan triliunan dana digelontorkan membiayai pemilu dan perubahan regulasi terus dilakukan belum memunculkan pemerintahan demokratis yang bersih. Tiga kali pemilu digelar tiga kali pula mengantarkan wakil wakil rakyat terpilih yang terjerat tindak pidana korupsi. Pemilu ternyata melahirkan legislator koruptor.

Bila menyimak data yang telah dihimpun oleh salah satu akun twitter bernama @KPKwacth_RI menunjukan bahwa semua partai politik peserta pemilu 2014 saat ini yang juga peserta pemilu sebelumnya tidak bebas dari korupsi. Akun tersebut telah membuat grafik keterlibatan kader partai dari tahun 2002 hingga 2014. Rangking teratas diduduki PDI-P sebanyak 113 kasus, dibawahnya Golkar 73 kasus, Demokrat 37 kasus, PAN 33 kasus, PKB 17 kasus, PPP 15 kasus, Gerindra 9 kasus, Hanura 6 kasus, PBB 3 kasus, PKS 3 kasus dan terakhir PKPI 2 kasus.

Padahal waktu kampanye pemilu dengan gagah berani mengatakan janji tidak korupsi yang begitu massifnya dalam iklan kampanyenya. Ternyata berjanji untuk diingkari bagaikan lirik sebuah lagu yang tidak asing tentunya “kau yang berjanji kau yang mengingkari”.

Tidak Tahu Diri

Kini tanpa malu dan tidak tahu diri DPR hasil Pemilu 2009 sebagian besarnya masih mencalonkan diri dalam Pemilu 2014. Dari jumlah 560 anggota DPR sekarang, 501 yang mencalonkan diri dan 59 orang tidak mencalonkan lagi. DPR yang sebagiannya tidak hanya telah terlibat korupsi, tapi juga tidak maksimal dalam menjalankan fungsi dan perannya. Anggaran disiapkan triliunan untuk membiayai dirinya tapi menampilkan kinerja yang buruk, seperti rendahnya tingkat kehadiran dan minimnya pencapaian target. Ambil contoh dalam fungsi legislasi pada tahun 2011 memiliki target legislasi dalam prolegnas 93 RUU tapi yang terealisasi hanya 24 RUU. Begitu juga dengan pencapaian target pada tahun tahun sebelumnya dan sesudahnya yang tak kalah rendahnya.

Dalam kampanye pun saat ini, para kontestan masih penuh percaya diri menyajikan agenda perjuangan politiknya yaitu memerangi korupsi untuk terciptanya pembersihan yang bersih. Simak saja salah satu iklan calon presiden bersama partainya di televisi miliknya dengan menyuarakan “meningkatnya kesejahteraan akan tercipta pemerintahan yang bersih”. Walau kedengarannya narasi iklan tersebut mengandung sesat pikir. Semestinya “terciptanya pemerintahan yang bersih akan meningkatkan kesejahteraan rakyat”.

Keterlibatan para wakil rakyat dalam korupsi dan rendahnya kinerja mereka telah mendistorsi pemilu hanya sekedar rutinitas 5 tahunan belaka, rutinitas perburuan kekuasaan dengan berjibun janji politik yang tidak ditepati. Walhasil pemilu belum melahirkan para wakil rakyat yang otentik, yang bekerja dan mengabdi untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya dan tidak menjadikan alasan demi kepentingan rakyat sebagai bungkus ambisi politiknya serta tidak melakukan korupsi sebagaimana yang diikrarkan dalam sumpah jabatannya.

Pemilu Membebaskan

Pemilu Legislatif 2014 harus menjadi momentum pemilu pertama yang melahirkan para wakil rakyat yang bersih. Pemilu kali ini harus memutus rangkaian pemilu yang hanya memunculkan para koruptor baru dan wakil rakyat yang demen absen, yang hanya doyan “plesiran” ke luar negeri berbungkus studi banding RUU. Para wakil rakyat otentik harus lahir dari pemilu nanti agar terjadi perbaikan di tubuh DPR.

Harapan pemilu yang demikian tentu tidak bisa diletakan pada rakyat pemilih semata untuk memilih para calon legislatif yang benar benar baik dan bersih. Karena disini terutama kalangan pemilih dari kalangan bawah harus tercerahkan agar tahu mana para calon yang tidak mengabdi kepada kepentingan rakyat, lebih mementingkan diri sendiri dan keluarga, serta mereka yang tidak bersih hukum sehingga mereka yang tidak salah pilih.

Para penyelenggara dan pengawas serta peserta pemilu juga punya andil besar untuk bisa menjamin terciptanya wakil rakyat yang otentik. Mereka semua harus terbebas dari upaya politik uang. KPU dan Bawaslu tidak kongkalikong dengan peserta pemilu dalam tindakan kecurangan. Penyelenggara harus kebal terhadap serangan politik uang. Begitu juga dengan para peserta pemilu calon legislatif tidak melakukan tawaran uang dan meteri lainnya kepada pemilih untuk memilihnya dan penyelenggara untuk utak atik suara. Para kontestan berkampanye dengan jujur, meyakinkan masyarakat pemilih dengan sajian janji visi dan misi serta berbagai prestasi yang ada sebagai wakil rakyat nantinya.

Artinya hanya melalui pemilu yang jujur dan adil mata rantai hasil pemilu yang melahirkan legislator korup dan berkinerja buruk dapat diputus. Tetapi ketika pemilu masih bergelimang dengan ketidakjujuran, kaya kecurangan dan gersang moralitas, harapan membangun DPR yang berisikan wakil wakil rakyat otentik dari pemilu ke pemilu tidak akan pernah terwujud. Pemilu yang jujur menjadi penentu terwujudnya parlemen Indonesia yang baik, bersih, berkinerja dan berdedikasi tinggi. Maka bukan utopia jika kita berharap pemilu membebaskan korupsi. Semoga hanya utopia bukan mimpi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun