Mohon tunggu...
Yusup Nurohman
Yusup Nurohman Mohon Tunggu... Penulis - We Love Learn Sociology

pengembara angkringan, masih mencari apa yang lebih dari sekadar materi mari bercengkrama di @yusufseo

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Deforestasi dalam Paradigma Sosiologi Agama dan Fenomena Lingkungan

29 November 2021   12:53 Diperbarui: 29 November 2021   13:29 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 (sumber: infoanggaran.com)

Isu deforestasi menjadi topik yang ramai diperbincangkan semenjak kebakaran hutan di Kalimantan, banyak netizen hingga akademisi yang mulai ikut mensoroti isu ini.

 Isu ini kembali ramai ketika Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar yang menyatakan pembangunan di era Jokowi tak boleh berhenti hanya karena alasan deforestasi (penebangan hutan) dan upaya mengurangi emisi karbon.

Melalui Twitter pribadinya bu menteri menyampaikan ulang saat memenuhi undangan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Glasgow, Skotlandia, pada Selasa (2/11). Pernyataan yang menjadi diskusi publik yaitu “Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi”.

Tidak bisa dipungkiri bahwa di tahun pandemi ini bencana alam berupa banjir bandang dan longsor terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini menjadi masalah bangsa sekaligus negara dalam menanggulangi bencana dan dampak yang ditimbulkan. Tidak hanya kerugian material yang ditimbulkan tetapi jiwa dan sosial. Apalagi ditambah masa pandemi yang belum berakhir.

Semenjak kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan menjadi catatan penting mengingat hutan di Kalimantan adalah salah satu hutan dunia yang amat diperhitungkan keberadaannya dan menjadi salah satu harapan bagi tersedianya udara segar di muka bumi, maka segala sesuatu yang terjadi atas hutan Kalimantan pasti akan menjadi sorotan internasional. Terlebih jika berita yang muncul adalah seputar pengawahutanan, penggundulan dan penghilangan hutan atau deforestasi,

Deforestasi adalah suatu peristiwa hilangnya hutan alam beserta dengan atributnya yang diakibatkan oleh penebangan hutan. Penebangan hutan sendiri bertujuan mengubah lahan hutan menjadi non hutan. Dalam KBBI disebutkan deforestasi adalah kegiatan penebangan kayu komersial dalam skala besar. 

Di Indonesia tingginya angka deforestasi di Indonesia sangat berhubungan erat dengan permintaan lahan untuk konversi pertanian dan pertambangan.

Pemanfaatan alam dan lingkungan hutan di mana manusia termasuk di dalamnya, dapat dianalisis dengan pendekatan culture ecology (ekologi budaya) seperti yang dikatakan oleh J. Steward (1976:39-42) yang memposisikan manusia dan lingkungan merupakan satu ekosistem yang tidak dapat dipisahkan. 

Huibungan manusia dengan lingkungan dalam Sosiologi dilihat dari masyarakat yang membentuk sebuah sitem yang terdiri dari masyarakat tumbuh-tumbuhan dan masyarakat binatang yang terbentuk oleh adanya asosiasi.

Sebagai sebuah asosiasi maka antara anggota masyarakat maka terjadi kontak, saling komunikasi dan interaksi, saling memerlukan dan pada batas-batas tertentu dan saling bersaing, saling berkorban untuk kepentingan bersama. Kalau tidak ada intervensi luar yang cukup berat, keberadaan ekosistem hutan pada dasarnya adalah stabil dan lestari.

Deforestasi pada dasarnya adalah tindakan manusia yang bertujuan untuk kepentingan aktivitas manusia yaitu mengubah fungsi hutan. Tindakan manusia melakukan deforestasi dapat dinilai dalam pradigma Max weber yang mengatakan masyarakat adalah produk dari tindakan-tindakan individu tindakan dalam kerangka fungsi nilai, motif, kalkulasi rasional. Karena itu penjelaskan tentang sosial berarti harus menyadari kemana tindakan manusia diarahkan.

 Dapat diartikan bahwa manusia dalam melakukan tindakan sosial yaitu dengan mempertimbangkan sisi rasional dan non rasional. Hal ini sejalan dengan tipe-tipe tindakan sosial yang dikemukakan Weber. Weber membedakan antara empat jenis utama dari tindakan sosial zweck rational, werk rational tindakan afektif dan tindakan tradisional

Zweck rational dapat didefinisikan sebagai tindakan di mana sarana untuk mencapai tujuan tertentu dipilih secara rasional. Secara kasar dapat diterjemahkan sebagai "pemikiran teknokratis" artinya kita memikirkan untuk mencapai sesuatu, melakukan sesuatu setelah dipertimbangkan demi mencapai sesuatu tujuan yang sudah kita pikirkan sebelumnya.

 Tindakan nilai (werk rational), mempertimbangkan untuk melakukan sesuatu atas dasar nilai sesuatu itu, artinya kita melakukan sesuatu biasanya mempertimbangkan baik buruknya, bermanfaat atau tidaknya, susah atau gampangnya atau merugikan atau tidaknya sesuatu itu. 

Dalam pertimbangan nilai ini untuk melakukan tindakan biasanya kita memakai barometer agama, norma, budaya dan lainya. Misalnya mendasari tindakan atas nilai agama, orang yang mencari kedaimaian dengan cara berdoa dan berdzikir.

Melalui tipe tindakan sosial sosial Weber, deforestasi adalah manifestasi tindakan rasional instrumental (zwerk rational) yang sudah sangat berkembang di masyarakat. Tindakan rasional instrumental membuat banyak orang terjebak dalam tindakan praktis yang tidak menekankan pada asas humanitas. 

Akan tetapi dengan catatan menurut Sosiologi Kontemporer dasar berpikir rasional instrumental inilah yang membuat orang berpikir mengenai hal-hal yang kongkrit dan perkembangan yang kongkrit yang terkadang memperlihatkan adanya sebuah dominasi.

Melalui paradigma tindakan rasional instrumental deforestasi saat ini sudah menunjukan implikasinya. lembaga-lembaga yang concern pada soal kelestarian hutan. 

Forest Watch Indonesia merilis sebuah data, bahwa selama tahun 2000 sampai 2017, tercatat Indonesia telah kehilangan hutan alam lebih dari 23 juta hektar atau setara dengan 75 kali luas provinsi Yogyakarta.

Ini tidak bisa dianggap remeh. Mengingat pelestarian alam adalah kekayaan dan penyeimbang kehidupan antara manusa hewan dan tumbuhan Dalam agama juga dijelaskan konsep penjagaan keseimbangan ekosistem menjadi sangat penting. Konsep pelestarian alam dalam Islam selayaknya menjadi pegangan setiap muslim melakukan aktivitas yang berhubungan langsung dengan alam atau lingkungan.

Eksploatasi hanya akan menyebabkan kerusakan bahkan kehancuran, yang muaranya adalah bencana dalam bentuk banjir atau longsor dan dalam banyak tragedi bencana yang disebabkan oleh kerusakan alam. 

Maka sudah sepantasnya masyarakat untuk melakuakan pelestarian alam dan tidak mengatasnamakan hanya untuk kepentingan jangka pendek. Deforestasi harus dikaji lebih jauh dan tidak hanya ambisi ekonomi saja yang diuatamakan tetapi mempetimbangkan pelestarian alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun