PERANG KEBUDAYAAN
Berbicara tentang “perang”, umumnya seseorang akan membayangkannya sebagai perang fisik atau militer. Namun, bagaimana perang yang dimaksud bukan secara militer, namun efeknya jauh lebih mematikan dan kolosal?
Peperangan memiliki dua dimensi: fisik dan nonfisik. Dimensi fisik terkait dengan hardware peperangan berupa kekuatan aparatus atau perangkat militer, termasuk taktik dan strategi di kancah perang. Target yang dibidiknya adalah fisik manusia yang menjadi musuhnya. Sementara dimensi nonfisik peperangan terkait erat dengan softwarenya berupa kebudayaan dengan targetnya adalah kesadaran manusia.
Sederhananya, peperangan dapat terjadi baik secara militer maupun budaya. Dalam hal ini, perang budaya, menurut pemikiran Sayyed Ali Khamenei: “ Berlangsung diam-diam tanpa menimbulkan kegaduhan atau menarik perhatian. Perang kebudayaan menghendaki generasi baru melucuti keyakinan dirinya dengan berbagai cara.” Namun demikian, pengaruh yang ditimbulkannya berskala jauh lebih luas, berkelanjutan dan lebih mematikan ketimbang pengaruh perang militer (yang menggunakan rudal nuklir sekalipun). Bom atom yang meledak dan menghanguskan dua kota di Jepang (Nagasaki dan Hiroshima) tanpa bermaksud mengentengkan, hanya berpengaruh sesaat dan pada generasi yang hidup pada masa itu, sekalipun menyakitkan. Sementara efek perang budaya dapat berlanjut dari generasi-kegenerasi, dan umumnya berlangsung tanpa sadar, bahkan menyenangkan korbannya!
Makna dan maksud “ Perang Budaya” adalah saat suatu kekuatan budaya, politik, atau ekonomi (yang umumnya hegemoni) melakukan serangan atau teror halus terhadap prinsi[-prinsip dan unsur-unsur kebudayaan lain. Serangan tersebut bertujuan untuk merealisasikan keinginannya dan menundukkan komunitas budaya dimaksud dibawah kendalinya.
Dalam konteks perang ini, kelompok penyerang bersandar pada penguasaan negeri itu dan dengan cara paksa, memberlakukan keyakinan dan kebudayaan barusebagai ganti kebudayaan dan keyakinan lama komunitas tersebut.
Dalam perang kebudayaan, para musuh berusaha memaksakan unsur budayanya kepada negeri yang diserangnya. Mereka menanamkan keinginan dan kepentingannya jauh di lubuk jiwa bangsa yang dijadikan targetnya, tentunya sudah diketahui pasti apa kepentingan dan keinginan musuh tersebut.
Serangan offensif pihak barat yang rakus dan sok kuasa itu meniscayakan ditaruhnya genderang perang budaya, bila serangan itu terus didiamkan (tidak dilawan atau diperang), umat Islam dewasa ini tentu akan terus digiring menuju kematian budayanya (Islam) yang khas, untuk kemudian dicetak sebagai generasi berbudaya barat yang banci, degil, jahat dan serba permisif. Sehingga, perlahan tapi pasti, umat Islam nantinya hanya tinggal jasad (buih) tanpa ruh, atau bentuk dengan isi yang bertolak dengan idealisme Islam. Wal ‘iya dzubillah.
Sejak dua abad, dunia menyaksikan kelahiran dengan apa yang dikenal dengan “ Perang Industri ” yang memiliki sifat karakteristik tertentu. Kendati berbagai sinyalemen tentangnya sudah dapat dilihat jauh sebelumnya, namun yang kita maksudkan disini adalah bahwa peradaban tersebut memperoleh sejumlah karakteristiknya yang paling menonjol adalah kecenderungan pada industri dan ilmu pengetahuan, serta penggunaan alat-alat kehidupan yang baru dan yang paling penting dari semua itu adalah kecenderungan pada falsafah yang berpijak pada prinsip materialisme.
Ya, orientasi pemikiran falsafah paling mengemuka di barat dalam dua abad terakhir itu mengambil posisi vis a vis (berhadap-hadapan secara frontal) dengan pemikiran religius marxisme adalah filsafat yang paling digemari pada masa itu, nyaris semua sekolah filsafat dan sosial yang tumbuh pesat selama dua abad itu (abad ke-19 dan 20)langsung atau tidak berorientasi pada paham materialisme. Filsafat ini bukan hanya bersifat non-religius, tapi bahkan bertentangan dengan agama.
Paham materialisme barat ini berhasil mempengaruhi dan menelurkan gagasan hegemoniknya, mulai dari dunia timur Islam di India, Inggris menyerang Islam; di barat dunia Islam Afrika, Perancis menyerang Islam dan menganeksasi Aljazair, meskipun Inggris dan Perancis merupakan dua negara kolonial, namun musuh keduanya hanya satu, Islam!