Mohon tunggu...
yusuf mahdi
yusuf mahdi Mohon Tunggu... -

YUSUF MAHDI Dilahirkan di Bondowoso, pada 14 Desember 1993, Yusuf Mahdi, biasa di panggil Yusuf. Saat ini Yusuf masih menjalani studi di Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra (STFI Sadra) Prodi Filsafat Agama, lulusan dari SDN Taman 02 (Bondowoso, Jawa Timur), SMP N 01 (Bondowoso, Jawa Timur), dan SMK Informatika (Jember, Jawa Timur) memiliki hobi membaca, menulis, mendengarkan music, dan olahraga. Motto Hidup: "Shalawat" dan "Sapere Aude".

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Aku Bertanya Pada Filsafat

1 Desember 2015   07:58 Diperbarui: 1 Desember 2015   09:10 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, sekarang pandangan tersebut telah berubah. Orang kembali kepada kedokteran tradisional, bahwa hubungan hal-hal yang bersifat ruhani (mental) terhadap kesehatan fisik sangat kuat. Menurut Ibn Sina, seorang dokter bisa dikatakan jago, ketika dia bisa menyembuhkan pasiennya tanpa diberi obat dan tanpa disentuh. Bagaimana caranya? Yaitu dengan memberikan forma kesembuhan di dalam tubuh pasien. Mungkin sekarang istilahnya sugesti. Hal ini menunjukkan bahwa filsafat ada hubungannya dengan soal-soal praktis.

Untuk lebih yakin lagi, coba ambil papan yang lebarnya 0,5 meter dan panjangnya 5 meter. Papan tersebut kuat dan tidak akan patah diinjak orang. Kemudian taruhlah papan tersebut di atas lantai, dan kita jalan di atas papan tersebut. Kemungkinan besar kita akan berjalan dengan mudah. Berikutnya papan yang sama ditaruh di atas jurang. Apakah kita akan dapat berjalan seperti ketika papan tersebut berada di atas lantai? Kemungkinan kita akan jatuh. Padahal papannya sama, tidak ada perbedaan. Menurut Ibn Sina, ketika papan di atas lantai, tidak ada forma (sugesti) akan jatuh. Tapi, ketika papan tersebut berada di atas jurang, muncul forma – di dalam diri kita – bahwa kita akan jatuh. Nah, jika seorang dokter bisa memberikan forma kesembuhan kepada pasiennya, pasti akan sembuh.

Sekarang dalam kedokteran modern hal ini sudah dipakai kembali. Banyak sekali contoh-contoh kesuksesan penyembuhan penyakit dengan cara-cara seperti ini. Ada pasien, yaitu seorang anak yang terserang kanker. Penyembuhannya, setiap lima menit perhari, disuruh membayangkan bahwa ada UFO dari planet lain dengan teknologi yang luar biasa dahsyat. UFO ini mempunyai senjata seperti laser, yang datang dan menembaki kanker. Setiap hari si pasien disuruh membayangkan seperti itu. Ternyata hasilnya anak tersebut sembuh.

Jadi, pada level yang berbeda, bahwa filsafat itu memang bisa memberikan pengaruh. Mulai dari induk segala ilmu, penemu makna hidup; kemudian bisa menjadi terapi bagi persoalan spiritual dan sebagainya. Kemudian, sebagian besar dari problem psikologis manusia itu muncul dari apa yang disebut dengan kegelisahan yang disebabkan oleh status. Misalnya, orang akan malu kalau anaknya tidak bisa masuk UI, ITS, malu tidak naik moge, malu tidak eksis di dunia maya dan sebagainya. Nah, filsafat eksistensialisme – seperti diajarkan Sartre atau filosof lainnya – bermanfaat mendorong kita untuk introspeksi diri. Tapi, di sisi lain, di antara salah satu manfaat ajaran filsafat eksistensialisme adalah bagaimana kita hidup secara otentik, yaitu sesuai dengan bagaimana orang itu hidup, jangan ditentukan oleh orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan induk dari segala ilmu, bisa menjadi dasar pengembangan worldview; bisa menjawab persoalan-persoalan kehidupan (dari mana kita datang, untuk apa hidup, dan apa tujuannya. Jangan lupa, filsafat itu mengajak kita untuk berpikir secara rasional. Kita dapat memecahkan berbagai masalah apapun kalau kita melihat sesuatu dengan mengatasinya melalui cara-cara yang rasional juga.

Sebenarnya filsafat mengajak kita untuk melihat persoalan sebagai suatu kompleksitas. Ketika orang terjerembab ke dalam ekstrimisme, pasti sumbernya adalah kesempitan pikiran dan ketidakmampuan melihat masalah sebagai sebuah kompleksitas. Teroris, misalnya, kenapa mereka harus berbuat seperti itu, karena teroris memahami agama secara literal. Dunianya seperti katak dalam tempurung.

Tapi, yang pasti, filsafat tidak dapat membuat orang bahagia dalam keadaan perutnya lapar, anaknya tidak bisa sekolah, dan sebagainya. Mungkin bisa diberikan landasannya, tapi tidak boleh memberikan peran yang berlebihan.

                                                                                   - THE END -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun