Mohon tunggu...
Yusuf Mustofa
Yusuf Mustofa Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Ayah dari Arin dan Arkan\r\nSuami dari Heni\r\nGuru dari murid-murid SMP\r\nTrainner Out bound\r\ndan bercita-cita mendirikan sekolah di pekarangan rumahnya sendiri..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentas Seni Pramuka, Haruskah Hura-hura?

24 Maret 2013   02:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:20 11237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya baru saja terlibat dalam kepanitiaan persami (perkemahan sabtu malam minggu), sebagai sie pembantu umum. Sesuai namanya maka tugas yang harus dikerjakan adalah membantu secara umum. Jangan dikira tugas saya sangat berat, sungguh justru sebagai pembantu umum tugas saya luar biasa ringan. Bagaimana tidak, tugas membantu yang umum-umum saja itu artinya pekerjaan yang berskala khusus alias sulit tentu saja bukan wewenang saya. Sudah ada ahli dan tenaga lainnya yang mengurus. Nah, nanti kalau ada tugas kecil-kecil yang remeh temeh dan bisa dilakukan semua orang bahkan bila tidak dilakukanpun tidak masalah, disitulah saya bekerja. Maka dari itu saya lebih banyak tidak melakukan apa-apa, karena seperti yang tertera di atas, tidak dilakukanpun tidak masalah. Enak,kan pembantu umum itu? Hehehe..

Kegiatan demi kegiatan cukup saya nikmati saja hingga saatnya api unggun dinyalakan. Jujur, api unggun ini menyenangkan sekali, karena selain hawa malam yang dingin, suasana juga gelap sehingga ketika api dinyalakan saya agak mendekat ke arah api agar menerima manfaat apinya. Sambil memotret sana-sini gaya profesional meski hanya dengan kamera saku, saya menangkap ada nuansa yang berbeda pada acara api unggun itu. Pertama, api unggun malam ini dinyalakan melalui prosesi yang rumit. Ada lagu yang terkesan dipaksakan khidmat, sampai pembacaan ajaran ideologi organisasi. Kedua, prosesi menyalakan api ternyata tidak asal pakai korek api lalu kayu dibakar. Dari awal asal api sampai dengan pembakaran kayu melewati tahap-demi tahap meski jaraknya kurang dari sepuluh meter. Penghormatan, jongkok, jalan di tempat dan sebagainya. Wow, mungkin api ini lebih spesial dibandingkan dengan api yang dinyalakan istri saya tempo hari di samping rumah.

Acara selanjutnya adalah pentas seni. Dari regu yang ada, perkiraan saya akan terdapat minimal tiga jenis seni yang bisa saya nikmati malam ini. Kemungkinan adalah menyanyi, drama musikal, pantun atau puisi. Namanu ternyata saya salah. Pentas seni di sini lebih ke arah menyanyi karaoke dan joget bersama. Dari regu ke regu pentasnya hampir sama. Yang membedakan hanyalah jenis lagu dan penyanyi aslinya saja. Nada suara juga mirip-mirip, di bawah standar X Factor. Jogetnyapun juga begitu, mirip-mirip dengan tayangan live di televisi ketika acara Dangdut. Saya pikir pasti ini ada yang salah. Apakah instruksi dari pembinanya yang tidak jelas atau memang daya kreatifitas seni generasi muda sekarang telah tumpul.

Satu hal yang saya ingat adalah ketika pentas seni kenapa cenederung mengekspose kesan kebebasan? Bebas dari pengawasan orang tua, bebas dari rumah? Salah satunya adalah adanya pentas Helm-Shake, dimana penampilannya hanya mengandalkan goyang pinggul beramai-ramai diiringi musik dari CD yang dimainkan di laptop.

Perasaan ini mulai tidak nyaman ketika dari pentas ke pentas ternyata sama saja. Tidak ada penampilan yang berkualitas, yang ada hanyalah menyanyi dan menari. Saya lalu minggir dan agak menjauh dari api unggun yang sudah terasa semakin dingin, sambil benak berputar memprihatinkan generasi muda bangsa yang akan mewarisi kebudayaan bangsa lain serta semakin jauh dari nilai religius bahkan pada saat mengikuti kegiatan yang meneriakkan Bertakawa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ketika tiba-tiba saya tersadar di depan laptop, sambil mengucek mata saya bergumam, oh, semoga ini tadi hanya mimpi. Saya masih [berusaha] yakin bahwa Pramuka Indonesia sanggup mengikuti perkembangan zaman namun tetap teguh memegang jati dirinya sebagaimana dulu diciptakan. Amiin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun