Orang bertanya, mengapa belakangan saya suka menulis? Saya jawab karena saya merasa bisa dan suka. Tidak lebih dari itu.
Pertanyaan berlanjut, mengapa tidak membuat karya audio-visual saja? Anda kan orang TV? Saya kembali menjawab, membuat karya audio-visual adalah pekerjaan tahunan saya sebagai orang TV. Empat kali sudah saya naik panggung Panasonic Awards karenanya.
"Kalau bisa melakukan kedua-nya mengapa harus salah satu?" Retoris saya kepada yang bertanya, akhirnya.
Kalau sudah suka, menulis itu menyenangkan. Menghibur dan jadi tempat bermain tersendiri. Bermain dengan kata-kata dan kalimat. Menjanjikan kepuasan jika sudah dimuat.
Kalaulah ada orang yang suka berbicara, wajar jika ada pula yang suka menulis. Bukan isu dan sesuatu yang normal saja. Termasuk jika mampu melakukannya keduanya. Pandai bicara dan lihai menulis.
Namun, sungguh menulis itu menolak lupa, menolak bego, menolak tua dan menolak tertinggal. Orang menulis pasti sebelumnya banyak membaca. Membaca apa saja selain yang paling disuka. Setiap hari dan jadi kebutuhan.
Adalah mustahil jago menulis tanpa dibarengi banyak membaca. Kalau pun ada, pasti yang ditulis hanya ungkapan perasaan yang begitu-begitu saja, saat jatuh cinta dan dikecewakan orang. Di status WA atau di twitter.
Banyak. Banyak sekali puja-puji untuk penulis. Apalagi kalau sudah berhasil menulis buku. Kehormatan lah buat mereka.
"Batu nisan penulis adalah buku!" Begitu bisik teman saya yang sudah banyak menulis buku dan belakangan menjadi Ghost Writer. Luar biasa.
Lalu ada pula ungkapan yang sangat tenar dikalangan para pencari ilmu. Yakni, "Ikatlah ilmu dengan menulis".