Mohon tunggu...
Yusuf Hanafi
Yusuf Hanafi Mohon Tunggu... profesional -

Menceritakan Berita dibalik Berita...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mau Kaya? Jadi Pengusaha Aja Atuh...

7 Desember 2011   05:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:44 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita PNS yang memiliki rekening Miliaran rupiah sesunggunya bukanlah berita baru, bahkan ada kecenderungan umum di masyarakat, jika ingin hidup terjamin sebaiknya menjadi PNS. Bayangkan, kerja santai, uang tersedia dan memiliki jaminan masa tua, siapa yang tidak tergiur? Pandangan ini jelas merupakan buah penjajahan yang sudah berlangsung terlalu. Watak feodalisme yang sudah mengakar jauh sebelum republik ini berdiri.

Pada masa penjajahan, pribumi yang bekerja untuk Belanda harus mengenyam pendidikan terlebih dahulu, dan seperti kita tahu, akses pendidikan pada masa itu hanya bisa dinikmati oleh kelompok elit penguasa. Kesempatan yang terbatas ini menyebabkan pekerjaan sebagai pekerja di VOC menjadi "Seolah-olah" terhormat. Pada ujungnya mengakibatkan terjadinya pergeseran sosial dan berimbas pada hubungan sosial di luar pekerjaan menjadi tidak seimbang. Kelompok pekerja ini menjadi terhormat pada lingkungan di masyarakat, terlepas bahwa pekerjaan tersebut mengabdi pada penjajah.

Di lingkungan pedesaan, masyarakat masih menempatkan para pegawai negeri sipil pada tingkatan yang lebih tinggi sehingga tak heran apabila kita menyaksikan PNS dengan jabatan lebih tinggi seringkali dihormati berlebihan di lingkungan tetangganya. Hubungan sosial berbasis hubungan kerja menciptakan relasi sosial yang salah kaprah, menghilangkan fungsi utama PNS sebagai pelayan rakyat, menghilangkan norma "pemimpin sebagai pihak yang terakhir yang menikmati kebahagiaan".

Watak feodal ini menyebabkan perlombaan yang tidak sehat untuk menjadi PNS, dengan status sosial yang berubah tersebut, menjadi PNS bisa dianggap sebagai batu loncatan untuk merubah nasib, bisa mendapatkan penghasilan lebih dan tentu saja jaminan masa depan yang cerah. Karena itu, terciptalah sebuah sistem perekrutan yang tidak lagi berbasis kompetensi, tetapi lebih berdasar kedekatan dan tentu saja bayaran yang tinggi harganya.

Karena itu kita janganlah heran apabila saat ini kecenderungan umum PNS yang menempatkan rakyat sebagai sumber penghasilan dan penghisapan. Dalam kasus Freeport, dan kasus di perkebunan-perkebunan di seluruh indonesia, Polisi dan TNI bersikap lebih bersahabat terhadap pengusaha dan bersikap kejam, bahkan tak segan membunuh rakyat apabila dipandang mengganggu perusahaan.

Hilangnya norma utama PNS saat ini sungguh sangat mengkhawatirkan. Seharusnya Pendidikan kita saat ini menanamkan nilai-nilai prinsip untuk berusaha sebaik mungkin mengelola sumber daya alam kita, menjadi pengusaha dan pengelola sumber daya alam kita. Berusaha menjadi PNS/Polisi/TNI/Politisi dan menyerahkan sumber daya kita pada pihak asing bukanlah tindakan bijak, karena akhirnya kita menjadikan rakyat indonesia sebagai anjing-anjing yang bebas untuk disiksa dan dibunuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun