Mohon tunggu...
Yusuf Hanafi
Yusuf Hanafi Mohon Tunggu... profesional -

Menceritakan Berita dibalik Berita...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lingkaran "Derita" Megawati Soekarno Putri

24 April 2014   18:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:15 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden pertama sekaligus Deklarator Kemerdekaan RI-Soekarno, dengan segala kelemahan pribadinya, telah berhasil menjadi salah satu faktor dalam pertarungan politik global. Pasukan khusus bentukan Soekarno telah mengalahkan operasi Perancis di Aljazair, membantu pasukan mesir melawan Inggris, serta membantu Malaysia mendapatkan persenjataan dan bantuan teknis militer dari Inggris sekaligus memperdaya AS dalam urusan utang negara ketika mengelorakan isu "Ganyang Malaysia". Pengaruh besar Soekarno berhasil menjadikan peta geopolitik perang dingin sangat terganggu pada manuver politiknya.

Kita dapat melacak kembali berbagai hal yang menjadikan Soekarno besar dalam pertarungan politik internasional. Namun nasib yang sama tidak terjadi pada Megawati Soekarno Putri.

Sebagai Ketua Partai, Megawati terjebak dan menjadi korban pertarungan LB Moerdani dan Soeharto ketika peristiwa 27 juli 1996 meledak. Peristiwa kekalahan Mega kembali terulang, sebagai pemenang Pemilu 1999, Mega kembali harus menelan kekalahan ketika manuver Gusdur-AR kembali menjadikan kemenangan Pileg menjadi sia-sia.

Pada 2004, Mega gagal memanfaatkan posisi incumbent, dan kembali manuver SBY berhasil merontokan strategi politik Megawati. Manuver ke PPP dengan asumsi akan melawan basis Islam PKB tidak berhasil meningkatkan posisi suara Mega.

Setelah 2009 kembali gagal, apakah kemunculan Jokowi akan menjadi titik balik Mega?

Jokowi dianggap fenomena. Pendekatan blusukan dianggap sebagai terobosan baru dalam meraih simpati rakyat sehingga euforia kemenangan berhembus dari basis PDIP. Walaupun saat ini PDIP dalam berbagai "survey" dinyatakan sebagai pemenang sementara, namun asumsi Jokowi akan otomatis memenangkan Pilpres mesti dikaji lebih hati-hati mengingat ada beberapa faktor penghambat.

Yang pertama harus diperhatikan, Mega memberikan dialog ke publik soal pencalonan Jokowi dengan bahasa yang samar. Tindakan Mega yang hanya menuliskan dalam 3 lembar tulisan pribadi, dan dibacakan oleh Puan yang dikawal Sabam serta tidak dihadiri Jokowi menunjukan keterpaksaan politik. Tidak terlihat ketulusan dan kebahagiaan ketika pengumuman dibacakan. Reaksi Jokowi sendiri dalam wawancara pertama tidak lah seperti biasanya, ada ketegangan yang cukup tinggi di sekitar pencalonan tersebut.

Siapa yang menekan Mega? nampaknya pusaran konflik internasional, yang bersambut pada situasi nasional serta kekhawatiran Prabowo melenggang sendirian menjadi argumentasi yang cukup kuat. Tekanan yang besar kepada Mega menyebabkan keputusan itu belum sepenuhnya clear, pertentangan masih cukup terbuka dan masih ada kekhawatiran lain soal situasi Jakarta.

Kedua, koalisi nampaknya akan mengarah pada poros baru pdip-golkar melawan gerindra-demokrat. Jika pembaca ingat, ARB pada tahun 2011 telah melawat ke China, bertemu dengan xing ji ping dan melakukan kerjasama strategis antara PKC dan Golkar, salah satunya adalah munculnya program Golkar Katedres (Kader Teritorial Desa) yang tidak terlalu efektif berjalan.

Saya melihat masih terlalu dini menyimpulkan Jokowi akan melenggang ke Istana. Selain blusukan, kapasitas apa yang dibawa Jokowi untuk menjadi penengah dalam berbagai peta geopolitik yang berkembang yang keseluruhannya berpusat di Jakarta. Bagaimana merespon traktat pertahanan asean-uni eropa, koalisi besar As-jepang,-vietnam-filipina melawan China-Myanmar, konflik korut-korsel, dll dll?

Memang beberapa hal, siapapun Presidennya, tidak bisa dikendalikan oleh Indonesia. Sampai saat ini, Presiden yang ada gagal dalam melindungi kepentingan rakyat ketika kepentingan As, Jepang, China, Eropa bermanuver dalam berbagai kebijakan dan aturan perundang-undangan. Sebagai contoh, kegagalan merevolusi sistem transportasi di Jakarta diakibatkan oleh kepentingan Jepang untuk memasarkan berbagai produk transportasinya sehingga Indonesia juga identik dengan "Republik Toyota", dan tentu saja banyak kepentingan negara-negara itu yang diimplementasikan dalam Perundang-undangan.

Apakah Megawati akan kembali menelan kekalahan strategi akibat gagal dalam mengatasi tekanan terkait pencapresan Jokowi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun