Apa to Yah “paedhopilia itu?” tanya si kecil. Dia mendengarnya berkali-kali dari siaran berita. Mungkin heran dengan istilah yang sering diucapkan pembawa berita sedanggambar di layar kaca selalu menampilkan anak-anak. Rasa itu membuncah di hatinya. Dia baru kelas satu sekolah dasar. Lambat laun minatnya untuk menyimak isi berita makinkuat seiring materi pembelajaran di sekolah membuatnya tambah perbendaharaan kata maupun pengetahuan. Berbekal itu, kini acara televisi tak sekedar kartun. Tiap memencet tombol remot, perpindahan chanel itu kadang memunculkan tayangan yang memaksanya mendiamkan.Bisa berita pesawat jatuh, tabrakan kereta , gempa bumi atau gunung api meletus. Dan kini saat televisi riuh memberitakan kasus penyimpangan seksual orang dewasa kepada anak-anak,muncul rasa ingin tahunya.Informasi di berita tak cukup baginya untuk memahami apa persoalan itu sejatinya.
“ Oh itu? Itu pejahat yang suka pada anak-anak..”jawab saya pendek. Ia nampak terkejut mendengarnya. “ Pejahat kok suka sama anak-anak? Maksudnya gimana Yah?”saya terdiam sesaat. Mencoba memilih kata terbaik untuk menjelaskan.Sesuatu yang harus saya sampaikan namun tetap memperhatikan kaidah yang sepatutnya.Tidak sedetail mungkin, namun bisa memahamkan anak. Tentu tak mudah untukmelakukannya. Di satu sisi, anak belum cukup umur untuk memahami masalah yangsemestinya jadi obrolan orang tua, namunpengetahuan itu mutlak untuk disampaikan sebijak mungkin.“ O, maksudnya ayah begini, pejahat itu suka menyakiti anak-anak.., nah biasa diawalnya bersikap baik. Suka memberi dan menjajikan sesuatu kepada anak-anak, lalu kalau sudah ada kesempatan ia akan berubah menjadi jahat. Ia akan menyakiti anak tersebut di sebuah tempat, dan meminta untuk tidak menceritakan kepada siapapun.Nah, untuk kamu harus berhati-hati kepada orang yang seperti itu. Tidak mudah untuk diiming-imingi sesuatu. Dan berani untuk berterus terang kapada orang tua jika mendapatkan perilaku orang seperti itu.”
Kini anak saya terdiam.ia seperti enemukan jawaban yang cukup jelas. “ pasti orang itu orang asing yang ayah, kok tega menyakiti?” tanyanya lagi.Kini saya yang terdiam.Cukup bagus pertanyaan si kecil untuk melengkapi keterangan saya diawal. “ O..tidak juga, itu bisa dilakukan oleh siapapun, termasuk orang yang kamu kenal baik, bisa dari keluarga, tetangga atau orang yang telah lama kenal dengan keluarga kita.Orang seperti itu mempunyai penyakit dalam jiwanya. Jadinya ia akan berubah watak jika ia ada kesemapatan..”jawab saya. “ o, jadi semacam badman ya ayah? Orang yang bisa berubah bentuk?”.Terangnya. Saya tersenyum kecil mendengarnya.Cukup sulit juga menerangkan si kecil. Namun saya tak boleh menyerah untuk memberikan pemahaman inimeski harus berbungkus-bungkus dan merapikan isinya.“ Ya, bisa dibilang begitu,namun yang berubah bukan fisiknya, namun perangainya..nah tugas kamu adalahbagaimana melawannya. Caranya adalah jangan mudah terbujuk oleh iming-iming apapun, dan berani untuk menolak perlakuan yang tak wajar,bersikap terbuka jika menemukan orang semacam itu kepada ayah atau ibu.biar nanti itu menjadi urusan orang tua.
Begitulah dialog kecil yang terjadiantara saya dan anak. Memahamkan anak pada persoalan itu penting, namun harus bijak dalam penyampaiannya.Itulah tugas kita untuk membekali mereka akan hal yang sangat penting ini. Di tengah merebaknya permasalah asusila ini, benteng pertama adalah bagaimana orang tua itu memiliki sikap proaktif. Mencegah lebihbaik, daripada membiarkan kaum paedhopilia itu menyasar di lingkungan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H