Mohon tunggu...
Yusuf Cahyono
Yusuf Cahyono Mohon Tunggu... Freelancer - Suka menulis danembaca

.Hidup Harus Berkontribusi...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bubur Chaiya chaiya, Norman

10 September 2014   17:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:06 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang ada dibenak pembaca ketika mengetahui kininorman kamaru, sosok yang pernah menjadi buah bibir seantero negeri inimenjadi tukang bubur? Tragis,mengenaskan dan entah apalagi yang akan terucap. Kehidupan yang berkebalikan dengan masa lalu. Sanjung puja bersama ketenaran dalam sekejab itu membuat norman bak pahlawan bangsa. Sebagai sosok idoladari institusi kepolisian kita.menjadi icon bahwa polisi kita tak semuanya garang,namun memunculkan sisi lain seorang sosok polisi yang memiliki jiwa seni.

Kini entah, masa emas itu seperti berlalu begitu saja. Setelah dipecat dari kesatuannya,norman masih berharap nama besar yang disandangnya dapat melanggengkandirinya di dunia keartisan. Namunnasib seperti tak berpihak kepadanya. Kemampuan dan modal yang terbatas untuk bisa terus eksis di duniakeartisan tak mampu mempertahankan sosoknya. Ia hilang darilayar kaca dan tak pernah lagi diketahui rimbanya.

Kini norman muncul kembali denganbalutan yang berbeda. Ya sebagai sosok penjual bubur. Bisnis untuk menyambung hidup bersama istrinya tercinta. Wajah yang dulu begitu berwibawa dengan seragam dinasnya itu, kini tak nampak.Norman yang lebih kurus dan wajah yang bersahaja.

Boleh kita menyebut jika norman tersandung getahnya atas pilihannya.Dunia keartisan yang tak lagi berpihak bahkan serasa melemparkannya jauh dari rasa nyaman dan bahagia. Harus berutak sebagai seorang pedagang yang harus bangun pagi. Menjadi pelayan bagi para pembelinya. Sungguh jauh dari impian masa lalu norman barangkali.

Namun penyesalan norman tidak kentara sebagai sebuah frustasi.Menjadi tukang bubur menjadi bukti bahwa ia masih memiliki semangat, masih menggenggam impian juga harapan.Ia tak lantas menenggelamkan dirinya untukbersedih, menyesal tanpa berbuat apa-apa.Namun sebuah titik awal yang hendak kembali dibangunnya. Bisnis kecil –kecilan yangmungkin terlihat remeh,tapiinilahtitik balik dari keterpurukan yang hendak dijawabnya.

Boleh orang mencibir atau menaruh belas kasihan atas nasib yang tak mujur itu.Pandangan awan barangkali untuk menilai sebuah pencapaian yang berkebalikan.Namun sungguh,hanya orang yang berani meremehkan sebuah proseslah pecundang sejati.Karena kita banyak menemukan kesuksesan pada orang-orang yang berani mengambil aksi bersama resikonya keimbang mereka yang hanyaberhasil menyimpan mimpi-mimpitanpa pernah ditindaklanjuti.

Norman memang bukan norman yang dahulu yang penuh dengansanjungan. Kini norman adalah entreprenur yang berani meneguhkan asanya.Siapa yang akan menolak, jika suatu saat Tuhan berkehendak untuk membawa norman kembali ke puncak kesuksesannya. Tentu bukan kembali menjadi polisi yang bercaiya-caiya. Namun seorang pengusaha bubur ternama yangcabangnya ada di banyak pulau?Sebagaimana nasib tukang bubur di senetron itu?

Selamat bung norman! Saya bener bener salut atas aksimu menawanmu.Masa lalu memang bukan untuk dikenang atau dilupakan, namun untuk menjadi pelajaran berharga. Mungkin anda termasuk orang yang telah sukses untuk memasukkan pengalaman-pengalaman masa lalu itu untuk menjadi pondasi kuat untuk merengkuh masa depan. Bukan kata-kata penyesalan, atau memilik terpuruk, namun segera bangkit untuk menunjukkan bahwakau memang ksatria!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun