Mohon tunggu...
yusuf daud
yusuf daud Mohon Tunggu... -

komunitas penulis independen Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rapat Rahasia Berbau Kekuasaan

19 Juni 2012   02:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:48 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13400715371769731392

[caption id="attachment_195685" align="aligncenter" width="540" caption="Rapat intern Sigom Donya Stavanger Norwegia, 2002 "][/caption]

Di Aceh, pasca kemenangan pasangan Doto dan Mualem menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang baru, isu yang sedang hangat dibahas dan masih menimbulkan polemik serta kontroversi di tengah masyarakat Aceh adalah Wali Nanggroe. Sejarah Aceh telah berbicara, bahwa tidak pernah ada seorang Wali yang memimpin Aceh. Satu-satunya Wali pada masa kesultanan Aceh terjadi pada tahun 1878, dimana Tuanku Hasyim Banta Muda bertindak sebagai Wali dari Sultan Muhammad Daud Syah yang kala itu masih berusia 6 tahun. Sang Wali pun enggan untuk dijadikan sebagai Sultan karena etika moral dan prinsip adat yang kuat berdasarkan silsilah kesultanan Aceh, beliau tidak berhak atas jabatan/gelar tersebut.

Selanjutnya, waktu dan tahun terus bergulir di bumi Serambi Mekah, hingga terjadi perlawanan oleh GAM terhadap Pemerintah RI. Sebagai langkah politik untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat Aceh, maka pendekatan budaya dilakukan oleh Hasan Tiro sebagai keturunan ke-8 Sultan Aceh yang dimulai dari Sultan Ali Mughayat Syah (1500-1530). Benarkah ke-8? Berdasarkan buku Acheh New Birth of Freedom yang diterbitkan oleh House of Lords, Britain Parliament, 1 Mei 1992, appendix II menyebutkan nama Tengku Hasan sebagai Aceh's ruler ke-41. Satu-satunya landasan Hasan Tiro menyatakan bahwa ia adalah keturunan ke-8 dari kesultanan Aceh adalah kakek Buyut dari Hasan Tiro sendiri sebagai Sultan ke-8, Tengku Syeh Saman di Tiro. Sehingga langkah yang dilakukan oleh Hasan Tiro dalam rapat Sigom Donya di Norwegia tersebut, dengan "memotong" garis keturunan raja-raja Aceh mulai dari Sultan Ali Mughayat Syah (1500-1530) sampai dengan Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903) adalah tindakan kudeta bagi kesultanan Aceh sendiri.

Itulah sebabnya rapat Sigom Donya 1 dekade lalu dilakukan secara tertutup dan diam-diam tanpa diketahui oleh kerabat dan keturunan Kesultanan Aceh. Garis perjuangan Hasan Tiro telah ternodai oleh tindakannya dalam memanipulasi sejarah Serambi Mekah. Keadaanpun semakin tidak karuan dengan terputusnya sejarah Kesultanan Aceh tersebut, dengan masuknya tokoh Malek Mahmud, seorang anak kaya keturunan H.Mahmud pengusaha besar di Singapura. Hasan Tiro secara absolut menunjuk Malek Mahmud sebagai pemangku Wali apabila dirinya berhalangan sementara atau bahkan berhalangan tetap. Bagaimana mungkin, Hasan Tiro sebagai keturunan langsung Sultan-Sultan Aceh menyerahkan kekuasaan/perwaliannya kepada orang yang tidak berada dalam garis keturunan kesultanan? atas dasar apakah Hasan Tiro menunjuk Malek Mahmud sebagai pengganti dirinya? Kenapa bukan anak Hasan Tiro sendiri yang menggantikannya sebagai Wali/Sultan Aceh selanjutnya?Hal ini masih gelap dan kabur.

Belakangan tersiar kabar, DPRA telah menetapkan Malek Mahmud sebagai  Wali Nanggroe, hal ini tentunya sangat bersifat eksklusif karena "kelompok" dari Malek Mahmud sendiri yang tersebar di Partai Aceh baik legislatif maupun eksekutif sudah pasti akan mendukung pengukuhannya tersebut. Ini adalah skenario busuk yang penuh dengan manipulasi tidak hanya sejarah namun juga budaya dan adat istiadat Aceh yang kaya akan nuansa keislaman. Rapat rahasia di Stavanger, Norwegia  2002 lalu adalah titik balik dari manipulasi sejarah Aceh yang dilakukan oleh orang-orang yang gila kekuasaan.

Apapun yang terjadi nantinya, sepertinya nasi sudah menjadi bubur. Rakyat Aceh juga sepertinya tidak sadar bahwa diri mereka sudah ditipu habis-habisan oleh orang-orang yang bernafsu besar untuk menguasai kekayaan dan kemuliaan di Aceh. Oleh karenanya, tulisan ini hanya bersifat mengingatkan, khususnya bagi rakyat Aceh dimanapun berada yang tidak pernah menyadari bahwa pertemuan rahasia itu ada dan diakui secara sah oleh kelompok-kelompok GAM ciptaan Malek Mahmud. Sejarah adalah catatan perjalanan para pendahulu kita yang patut kita pelihara kemurniannya dan keasliannya sehingga jangan lagi dengan mudah termanipulasi oleh kepentingan orang-orang yang mengejar kekuasaan.

Yusuf Daud

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun