Mullah Nasruddin terkadang membawa penumpang menyeberangi sungai dengan perahunya. Suatu hari seorang guru, yang terlalu cerewet terhadap hal-hal sepele, meminta Nasruddin agar membawanya ke seberang. Baru saja Nasruddin mulai mendayung, sang guru cerewet tersebut sudah mempertanyakan apakah perahu kecil Nasruddin mampu membawa mereka menyeberang tanpa tenggelam.
[caption id="" align="aligncenter" width="366" caption="Foto diambil dari bagian pembuka Bab II dari buku Robert E. Ornstein, The Psychology of Consciousness: Revised Edition, Harcourt Brace Jovanovich, Inc., 1977, yang mengutip Idries Shah, The Exploits of the Incomparable Mulla Nasrudin New York: E. P. Dutton, 1972, hal. 18."][/caption]
“Jangan tanya kalau hal itu bukan apa-apa pada saya,” jawab Nasruddin. Mendengar tata bahasa Nasruddin yang berantakan, sang guru tersebut bertanya, “Apakah kamu tidak pernah belajar tata bahasa?” tanya sang guru. “Tidak,” jawab Nasruddin santai. “Kalau begitu, setengah dari hidupmu sudah terbuang sia-sia,” jawab sang guru dengan sikap yang amat sangat meremehkan. Tidak lama kemudian, bertiuplah angin yang cukup kencang. Perahu kecil Nasruddin mulai dipenuhi air. Nasruddin mendekatkan tubuhnya pada sang guru, teman seperjalanannya, dan mulai bertanya, “Guru yang saya hormati, apakah Anda pernah belajar berenang?” “Tidak,” jawab sang guru. “Kalau begitu, tuan guru yang pintar, seluruh hidup Anda sudah sia-sia. Karena saat ini kita sedang tenggelam.” [Diterjemahkan dari bagian pembuka Bab II dari buku Robert E. Ornstein, The Psychology of Consciousness: Revised Edition, Harcourt Brace Jovanovich, Inc., 1977, yang mengutip Idries Shah, The Exploits of the Incomparable Mulla Nasrudin, New York: E. P. Dutton, 1972, hal. 18.]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H