Mohon tunggu...
Yusuf Ari Bahtiar
Yusuf Ari Bahtiar Mohon Tunggu... Freelancer - Sabar iku ingaran mustikaning laku

Nikmati proses dan syukuri Nikmat yang telah diberikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjuangan Aesthetic Sebagai Makhluk Sosial

25 Februari 2023   09:29 Diperbarui: 25 Februari 2023   09:44 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jalan-jalan ae (dok. pribadi)

Hallo Sobat, 

Gimana kabarnya nih, semoga selalu diberikan kesehatan yang barokah yaak...

untuk mengawali perjumpaan kali ini, abang awali dengan sebuah pantun yaak

jalan jalan ke pasar Buleleng

berhenti sebentar di pinggir kereta

masih pagi janganlah oleng

agar tidak tertinggal warta

Oke, mantap kan....

Nah, akhir-akhir ini banyak kejadian yang tak terduga, yang mana ada kalanya membuat kita menjadi resah dan bimbang, untuk mengambil keputusan. Emang sih, setiap keputusan yang nantinya di ambil pasti akan ada manfaat dan konsekuensinya.

Banyak isu yang beredar bahwa dalam masyarakat masih terjadi saling bertengkar, ketidakrukunan meningkat, toleransi antarsesama juga mulai luntur. Hal itu membuat keresahan terhadap warga setempat pula. Keadaan demikian jika terus berlanjut pastinya akan menimbulkan dampak yang berkepanjangan.

Baca Juga : Mie Ayam - Legenda Kuliner Sepanjang Masa

Lalu, sebenarnya harus bagaimana menyikapi keadaan tersebut? Bukannya manusia itu makhluk sosial?

Omong-omong ada yang tau engga apa itu makhluk sosial? ..?

Bukan makhluk sok sial lhoooo, tetapi makhluk yang saling bersosialisasi, berkomunikasi dengan baik dan saling tolong menolong.

Sebagai makhluk sosial, setidaknya kita bisa berbaur dengan masyarakat, meskipun tidak sering, tetapi tetap berusaha mengikuti kegiatan yang ada dalam masyarakat. Dengan adanya kita bisa berbaur dengan masyarakat bakal menjadikan nilai plus buat kita sendiri. 

Kita bisa saja dikenal oleh mereka, meskipun kita sendiri tidak tahu nama mereka, emang parah sih, namun setidaknya kita berusaha bisa bersama-sama dengan mereka. 

Baca Juga : Menggapai Asa Meraih Mimpi

Apalagi jika kita minoritas dalam masyarakat, tidak menutup kemungkinan terjadi pergolakan dan penolakan ketika kita enggan berbaur dengan mereka. Sebaliknya meskipun kita berjumlah sedikit, bisa bersosialisasi dengan mereka, kita akan diterima dengan lapang dada, terlebih lagi bisa menghapus anggapan sikap eklusif yang biasanya tercap dalam kaum minoritas.

Ibarat Pak Yai yang tinggal dengan beberapa keluarga lainnya di suatu kaum mayoritas yang memiliki perbedaan pandangan maupun ras dan agama. Selagi ada komunikasi yang baik dan jalinan kekeluargaan yang erat diantara mereka, tentu saja ketika terjadi provokasi yang menyudutkan Pak Yai, masyarakat tidak tinggal diam, mereka akan berusaha membela pak Yai dan orang-orangnya.

Sampai sini sudah ada gambaran?

Baca juga : Bahagia itu Sederhana, Kuncinya hanya Satu

Intinya sih, saling menahan ego masing-masing. Pada dasarnya manusia memiliki ambisi dan keinginan, entah itu untuk dirinya, kelompoknya ataupun secara luas. Ketika ambisi dan keinginan meningkat tanpa diimbangi dengan kerukunan, komunikasi yang baik dan jalinan kekeluargaan yang erat, pasti akan dengan mudah terhasut dan terprovokasi, apalagi kaum mayoritas memiliki kendali yang besar dalam suatu wilayah.

Cara paling mudah, cek dulu akar permasalahannya, apakah dari dasar sudah menerapkan sikap rukun kompak kerjasama yang baik atau kah belum?

Baca Juga : Kota Yogyakarta Penuh dengan Wisata Menarik

Jangan memaksakan ambisi dan keinginan terlebih dahulu, hal itu justru akan menimbulkan kesan yang kurang bagus. Wajar saja jika itu keinginan kita, tetapi sebagai makhluk sosial tidak ada salahnya jika mengalah terlebih dahulu. Ingat, mengalah bukan berarti kita mengakui kelemahan dan kekalahan kita, tetapi dengan sikap itu membuat kita bisa berpikir lebih jernih dan lebih rasional.

Ada ibu-ibu yang pernah cerita, arisan itu sebenarnya sepele, tetapi bisa memberikan efek yang luar biasa. Ketika ibu-ibu saling berkumpul, berjabat tangan, disitulah letak kekuatan dan kekeluargaan terbentuk. Meskipun memiliki perbedaan pandangan, ras, agama dan status sosial. Uang hanya sekedar alat, tetapi kehadiran merekalah yang membuat perkumpulan menjadi hidup dan meriah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun