Era Revolusi Industri 4.0 saat ini menjadi isu yang sering dibicarakan, termasuk di Indonesia. Era revolusi telah dimulai sejak abad ke-18 yang diawali dengan penemuan mesin uap yang memungkinkan proses produksi dilakukan secara massal.Â
Era revolusi industri inilah yang menjadi awal dari revolusi industri selanjutnya dan disebut dengan revolusi industri 1.0. Menempati abad ke 19-20, revolusi industri 2.0 mulai memasuki dengan adanya listrik, dimana penemuan itu membantu mengurangi biaya produksi. Revolusi industri 3.0 muncul kira-kira tahun 1970-an dengan tenaga komputerisasi.Â
IPTEK yang terus berkembang membawa peradaban semakin maju. Tahun 2010 menyambangi rekayasa intelegensia dan fenomena internet of things, globalisasi telah merembes pada era revolusi industri 4.0 dan membuat masyarakat semakin ringan dalam beraktivitas dengan waktu yang lebih efektif dan efisien.Â
Revolusi digital dan era disrupsi teknologi ialah istilah lain dari industri 4.0. Disebut revolusi digital karena terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang. Revolusi industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan konektivitasnya yang mengglobal.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini mengampu peran penting dalam perkembangan di dunia, terutama pada dunia pendidikan. Sistem Pembelajaran Dalam Jaringan (Online Learning/e-learning) merupakan hasil dari implementasi revolusi industri 4.0.Â
Metode pembelajaran secara elektronik dengan menggunakan media berbasis komputer dan internet. Dimana guru dan siswanya bisa mengakses dokumen elektronik untuk menambah pengetahuannya. Siswa dapat berpartisipasi aktif karena pembelajaran online menyediakan sebuah lingkungan belajar yang interaktif (Harahap et al., 2020).Â
Siswa dapat menautkan informasi elektronik ke dokumen dan proyek mereka, seolah dokumen elektroniknya "hidup." Sifat interaktif yang dapat digunakan dari internet adalah media massa dan interpersonal yang mana akses informasi dari seluruh penjuru dunia laksana suplemen dan komplemen wakil dari pengajar sebagai sumber belajar (Sadikin & Hamidah, 2020).
Pada era revolusi industri 4.0 dimana fenomena internet of things menyambangi peran vital dalam seluruh aspek, terutama dunia pendidikan saat ini harus menuruti perkembangan tersebut, banyak surplus yang di dapat dari sistem pembelajaran daring salah satunya adalah tidak terkendala jarak dan waktu, tetapi pengaplikasian sistem pembelajaran daring tidaklah sesederhana yang dibayangkan, ada beberapa aspek -- aspek yang harus dicapai telebih dahulu supaya tujuan tersebut dapat terlaksana.
Metodologi penelitian yang dipakai adalah studi kepustakaan (library research) yaitu model penelitian berlandaskan studi literatur dengan metode mengakumulasikan pustaka atau melalui menelusuri referensi dari penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, fokus dari studi kepustakaan ini ialah menelaah berbagai studi, teori, prinsip atau gagasan terdahulu yang digunakan untuk menganalisis dan mengatasi rumusan masalah yang didapat dan akan ditarik kesimpulan seperti gambaran bagaimana menyikapi revolusi industri 4.0 dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran secara daring/online.
Sebelum masuk ke pembahasan, semestinya sedikit meninjau terkait definisi dan ragam pembelajaran konvensional dan secara online atau daring, pembelajaran secara konvensional yakni proses pembelajaran yang dilakukan dengan memadukan lebih dari satu metode pembelajaran dan guru memiliki peran vital dalam pendekatan ini, adapun metode yang dipakai berbentuk penjelasan secara tatap muka, pemberian tugas serta tanya jawab, sedangkan e- learning dapat diartikan sebagai pembelajaran yang berdasar pada teknologi, dimana bahan ajar dikirim secara elektronik ke peserta didik jarak jauh dengan jaringan komputer.
Varietas utama antara kedua hal tersebut terletak pada media dimana sebuah perintah di jalankan, pada metode konvensional penyelenggara pembelajaran memliki kendali penuh atas lingkungannya dimana mereka akan melangsungkan segala perubahan kapanpun mereka perlukan, serta tingkat penyampaian materi masih sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti, kemampuan dan kepribadian guru, proses adaptasi dengan lingkungan sekitar dan penerapan modul sebagai materi pendukung, sementara dalam situasi e-learning penyedia pembelajaran diputus dari pelajar oleh internet dan dunia maya, manakala kecakapan untuk beradaptasi serta perubahan sudah tidak ada lagi.
Tabel 1. Perbandingan Keefektifan dan Kekurangan antara pembelajaran konvensional dan
online atau daring.Â
Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran Online
Keefektifan
Umpan balik yang cepat.
Melatih manajemen waktu dan fleksibilitas
lokasi.
Bukanlah hal yang baru
bagi pengajar dan murid.
Biaya tergolong
terjangkau.
Menginspirasi Pelajar.
Melatih kemandirian.
Penerapan jiwa
sosialisasi              dengan lingkungan sekitar.
Mulai        tumbuh penguasaan teknologi
maju yang sederhana
Kekurangan
Terlalu bertumpu pada pengajar.
Kurangnya interaksi antar sesama dan pada
pengajar.
Fleksibilitas waktu dan lokasi yang terbatas.
Keterbatasan internet yang masih tidak tersedia di daerah tertentu dan
konektivitas jaringan yang mudah terganggu
akibat cuaca, dsb.
Biaya pendidikan yang
lama-lama naik.
Umpan    balik yang
kurang cepat
Konsep pembelajaran yang padat membuat suasana menjadi pasif.
Membuat siapapun menjadi kurang disiplin karena fleksibilitasnya waktu dan lokasi yang
tinggi.
Dari tabel tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa keuntungan dan manfaat dari metode pembelajaran secara online/ daring lebih unggul dari aspek waktu, tarif, serta akses yang tidak terbatas, hal ini selaras dengan revolusi industri 4.0 yang memprioritaskan IOT atau internet laksana ujung tombak dalam segala hal.
Dalam pengaplikasiannya, pembelajaran secara online/ daring membutuhkan dukungan teknologi. Maka dari itu terdapat istilah Computer Based Learning (CBL) yaitu sistem pembelajaran yang seutuhnya memanfaatkan media computer, dan Computer Assisted Learning (CAL) yang merupakan pembelajaran yang mendayagunakan komputer sebagai alat bantu primer, sementara teknologi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu Technology based learning (radio, audio tape, voice mail telephone) dan Technology based web-learning (bulletin board, internet, email, tele-collaboration).Â
Dalam manifestasinya, yang sering ditemui ialah relasi antara dua hal di atas, teknologi ini juga sering dimanfaatkan pada pendidikan jarak jauh yang bertujuan agar interaksi antara murid dan guru dapat terjalin dengan kelebihan teknologi e-learning ini.
Pendidikan/pembelajaran secara daring telah melahirkan euforia yang luar biasa, yang mana sebelumnya pembelajaran hanya menyandarkan pada tatap muka dan distingtif oleh jarak dan waktu dan sekarang mulai berubah menjadi online/ daring, dimana halangan tersebut sudah teratasi.Â
Pengembangan yang signifikan dari internet sebagai wadah penyampaian kursus yang potensial, digabungkan dengan bertambahnya minat pada pembelajaran seumur hidup dan terbatasnya anggaran, telah menghasilkan insentif yang substansial bagi perguruan tinggi untuk mengembangkan program online/ daring.Â
Teknologi sekarang telah tersedia dan relatif mudah diaplikasikan, perguruan tinggi-perguruan tinggi yang belum siap akan hal tersebut maka akan tertinggal dalam persaingan untuk globalisasi dan perkembangan teknologi.
Tujuan pembelajaran online/ daring ini yaitu perolehan kompetensi peserta didik yang dikenal dengan 4C, yaitu Critical thinking (berpikir kritis) yang menuntun peserta didik supaya dapat menyelesaikan masalah (problem solving).Â
Creativity thinking (berpikir kreatif) dapat diartikan guru sanggup mendampingi peserta didik yang mempunyai kreativitas tinggi mampu berpikir dan melihat suatu permasalahan dari tiap perspektif. Collaboration (bekerja sama atau berkolaborasi).Â
Aktivitas ini wajib diterapkan pada proses pembelajaran supaya peserta didik mampu dan siap untuk berkolaborasi dengan siapapun dalam kehidupannya mendatang. Communication (berkomunikasi) dapat ditafsirkan sebagai kemampuan peserta didik dalam mengutarakan ide dan pikirannya secara cekatan, jelas, dan efektif (Mustakim, 2020).
Berdasarkan studi kepustakaan (library research) yang didapat, kesimpulannya ialah bahwa revolusi industri 4.0 yang sedang berlangsung saat ini mengakibatkan IOT sebagai perbandingan utama di segala aspek, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan.Â
Namun Indonesia sebagai negara peringkat ke 8 dalam pertumbuhan pemanfaatan pembelajaran secara online/ daring rupanya masih terdapat banyak perihal yang perlu penyilihan, terutama adalah pada infrastruktur dalam pemberian access point di daerah bagian terluar, terdepan dan terisolir.
Dari studi kepustakaan tersebut, berikut adalah desain beberapa faktor yang menjadi kredibilitas keberhasilan dalam penerapan e-learning di Indonesia, pemanfaatan dan inovasi sungguh diperlukan dalam pembelajaran online/ daring di revolusi industri 4.0 tetapi juga harus memerhatikan hal apa saja yang harus didahului terlebih dahulu sebelum melangsungkan inovasi dan pemanfaatan, karena kedua hal tersebut kurang berjaya apabila tidak sesuai dengan kebijakan.
Gambar 1. Faktor kredibilitas penerapan e-learning di indonesia
*Sebaiknya, pemerintah menyediakan akses internet di daerah plosok supaya pemerataan teknologi dapat tercapai dan juga sosialisasi penggunaan teknologi guna mencerdaskan bangsa dari gagap teknologi serta menambah wawasan dan meningkatkan kualitas SDM yang unggul*
DAFTAR RUJUKAN
Iqbalsweden., 2018. Mengenal 4 tahap perkembangan revolusi industri dunia [online]. Available: https://steemit.com/indonesia/@iqbalsweden/mengenal-4-tahap-perkembangan- revolusi-industri-dunia
Kharti, Irene Swastiwi Viandari., 2018. Sejarah besar dunia: revolusi industry [online]. Available : https://blog.ruangguru.com/sejarah-kelas-11-sejarah-besar-dunia-revolusi-industri
Tim Viva 2018 4 tahap revolusi industri sampai ke era 4.0 [online] available : https://www.viva.co.id/digital/digilife/1040470-4-tahap-revolusi-industri-sampai-ke-era-4-0
D. Zhang, J. L. Zhao, L. Zhou, and J. F. Nunamaker, 2004., "Can e-learning replace classroom learning?," Commun. ACM.
Hamid, A. A. 2001. e-Learning. The Internet and Higher Education, 4(3-4), 311--316.
Suyanto, A.H., 2005. Mengenal E-learning [online]. Available : http://www. asep-hs. web. ugm. ac. id, 16.
Porter, L.R. 1997. Creating the virtual classroom: distance learning with the internet. New York: John Wiley & Sons
T. Volery and D. Lord, 2000., "Critical success factors in online education," Int. J. Educ. Manag.
C. L. Dillon and C. N. Gunawardena, 1995., "A framework for the evaluation of telecommunications-based distance education," in Selected papers from teh 17th World Congress of the International Council for Distance Education.
D. E. Leidner and S. L. Jarvenpaa, 1993., "The information age confronts education: Case studies on electronic classrooms," Inf. Syst. Res.
W. Bhuasiri, O. Xaymoungkhoun, H. Zo, J. J. Rho, and A. P. Ciganek, 2012., "Critical success factors for e-learning in developing countries: A comparative analysis between ICT experts and faculty," Comput. Educ.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H