Mohon tunggu...
Yusuf Adi
Yusuf Adi Mohon Tunggu... Human Resources - Deep Thinker, Educator, Endless Learner, Positive Contributor

Terus belajar hal baru untuk berbagi dan berkontribusi positif kepada lingkungan dan masyarakat di sekitar saya. Terima kasih sudah membaca dan memberi dukungan!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kita Sedang Berperang, Jangan Terus Menantang!

9 Juli 2021   12:02 Diperbarui: 9 Juli 2021   12:26 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam situasi #perang tidak ada yang meminta siapa pun untuk tinggal di dalam rumah, namun Anda pasti memilih untuk diam di rumah. Bahkan, jika Anda memiliki ruang bawah tanah (bunker / rubanah), Anda akan bersembunyi di sana selama pertempuran terus berlanjut.
Semasa perang, Anda tidak memaksakan kebebasan Anda dan Anda rela menyerahkannya sebagai imbalan untuk bertahan hidup.
Selama perang, Anda tidak mengeluh kelaparan tetapi Anda menahan lapar dan berdoa agar Anda bisa hidup hanya untuk sekedar makan lagi.

Selama perang, Anda tidak berdebat tentang membuka bisnis Anda. Anda menutup toko Anda (itupun kalau cukup waktu), dan lari untuk menyelamatkan hidup Anda. Anda berdoa untuk hidup lebih lama hingga perang usai sehingga Anda dapat kembali ke bisnis Anda (itupun jika belum dijarah atau dihancurkan oleh tembakan mortir).

Semasa perang, Anda bersyukur kepada Tuhan karena diberikan kesempatan hidup di dunia ini.
Selama perang, Anda tidak khawatir anak-anak Anda tidak bersekolah. Anda berdoa agar pemerintah tidak memaksa mereka menjadi tentara untuk dilatih di sekolah yang berubah menjadi pelatihan militer.

Dunia saat ini sedang berperang. Perang tanpa senjata dan peluru. Perang melawan tentara yang tidak terlihat mata manusia. Perang tanpa batas. Perang tanpa perjanjian gencatan senjata. Perang tanpa arena. Perang tanpa zona terlarang.

Tentara dalam perang ini tanpa ampun. Tidak memiliki setitik pun rasa kemanusiaan. Tidak pandang bulu - tidak peduli apakah anak-anak, wanita, atau orang tua, tempat apapun diserangnya bahkan rumah ibadah, sekolah dan rumah sakit tidak terkecuali.

Tentara ini tidak tertarik pada rampasan perang. Tidak ada niat untuk mengubah rezim. Tidak peduli tentang sumber daya mineral yang kaya di bawah bumi. Bahkan tidak tertarik pada hegemoni dan isu politik, agama, etnis atau ideologis. Ambisinya tidak ada hubungannya dengan superioritas rasial. Ini adalah tentara yang tidak terlihat, cepat, dan sangat efektif bahkan tanpa pemimpin perang sekalipun.

Agenda satu-satunya adalah panen kematian, bahkan jika dimungkinkan pemusnahan masal. Hanya kenyang setelah mengubah dunia menjadi satu lahan kematian besar. Kapasitas untuk mencapai tujuannya tidak diragukan lagi. Tanpa mesin darat, amfibi dan senjata udara, ia memiliki pangkalan di hampir setiap negara di dunia.

Pergerakannya tidak diatur oleh konvensi atau protokol perang apa pun. Tidak ada hari libur dalam perang ini. Singkatnya, ia adalah hukumnya tersendiri.

Mereka adalah Corona Virus. Juga dikenal sebagai #COVID19

Neutralization of Covid19 Delta Variants. Image Credit: NIAID
Neutralization of Covid19 Delta Variants. Image Credit: NIAID

Apa telingamu masih tuli mendengar suara sirene ambulans yang bergema dan bersliweran dimana-mana?

Apa matamu masih kurang melihat gambar, foto dan berita kolapsnya Rumah Sakit dimana-mana karena kekurangan bed pasien, oksigen, obat-obatan dan tenaga kesehatan?

Apa hatimu tidak terenyuh melihat prajurit tenaga kesehatan, garda utama yang saat ini sedang berperang mati-matian melawan COVID-19 harus rela berpisah dari keluarga sementara waktu, tidak memiliki waktu bahkan hanya untuk sekedar ke toilet dan cukup istirahat, bahkan ribuan dari mereka harus mengorbankan nyawa untuk kita semua?

Masih pentingkah kita berdebat apakah ini konspirasi global?

Masih pentingkah kita menebak siapa negara dan orang yang memulai penyebaran #virus ini, hanya sekedar untuk meluapkan emosi dan kekesalan kita kepada pihak tertentu?

Ini bukan waktunya untuk menangis tentang roti dan mentega seperti anak-anak manja.

Kitab suci mengatakan kepada kita bahwa manusia tidak akan hidup dari roti saja.

Bahkan mereka mengajarkan sewaktu terjadi wabah untuk tidak memasuki tempat tersebut.

Ini bukan waktunya menantang musuh ini dengan tindakan-tindakan konyol, juga bukan waktunya kritik sana-sini, menjadi komentator terhadap Pemerintah yang saat ini sedang sibuk memegang setir kendali menahan dampak pandemi.

Syukurlah, pasukan ini memiliki kelemahan untuk bisa dikalahkan. Hanya membutuhkan tindakan kolektif, disiplin dan kesabaran kita. COVID-19 tidak dapat bertahan dari jarak sosial dan fisik.

Ia hanya berkembang ketika Anda menantangnya. Senang sekali dikonfrontasi. Namun menyerah dalam menghadapi jarak sosial dan fisik kolektif. Ia tunduk pada kebersihan. Tidak berdaya ketika Anda mengambil takdir Anda di tangan Anda sendiri dengan menjaganya tetap bersih sesering mungkin.

Mari kita patuhi dan ikuti instruksi dari pihak berwenang.

Mari kita ratakan kurva COVID-19. Mari melatih kesabaran. Mari menjadi penjaga saudara, orang tua dan anak kita. Dalam waktu singkat, kita akan mendapatkan kembali kebebasan, perusahaan, dan kebutuhan sosial kita.

Percayalah kita akan dapat melalui semua kondisi ini jika menerapkan yang terpenting yaitu 1M, MANUTO!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun