Mohon tunggu...
Yusuf Sagoba
Yusuf Sagoba Mohon Tunggu... lainnya -

Direktur Karya Pemuda Palu (KPP)\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

“Tragedi Berdarah” Kegelisahan Generasi di SMPN 6 Palu

20 Mei 2013   23:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:16 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PALU – Sepertinya situasi stabilits keamanan di Sulawesi Tengah dan sekitarnya selama ini secara terus menerus terjadi, membentuk rasa kegelisahan dan ke khawatiran dalam jiwa siswa dan siswi Sekolah Menegah Pertama Negeri (SMPN6) Palu. Hal itu mereka suarakan melalui pentas seni dengan penampilan parade puisi yang berjudul “Tragedi Berdarah”, di depan Bapak Menteri Hukum dan Ham RI, Amir Syamsuddin, senin (20/5) di lapangan vatulemo.

“Puisi tragedy berdarah untuk menyuarakan kejadian yang selama ini terjadi,” kata Esty salah seorang pelajar SMPN6 Palu.

Kalimat-kalimat yang tertuang dalam paragaf puisi yang dibacakan sekitar 13 orang pelajar tersebut, adalah karangan dan hasil karya guru mereka sendiri sekaligus sebagai pembina yang bernama Ibu kalsum, S. Pd. Esty menuturkan mereka hanya dilatih dalam waktu empat hari, untuk membacakan parade puisi itu di depan Menkumham, sebagai bentuk jeritan generasi atas lemahnya penegakan supremasi hukum di tanah air, terangnya.

Air mata menetes dalam hati tidak mampu ditumpahkan, karena rasanya sudah asin untuk membasahi bumi Indonesia yang semakin puruk. Teriakan suara para siswa dan siswi SMPN6 palu terus menggeliat dalam rongga telingga, untuk memaksakan dirinya menembus debaran jantung yang sudah semakin karat akan rasa hati yang semakin tebal.

Riakan sahabat-sahabat cilik mereka juga ikut, memberi semangat walaupun air matamu bercampur rasa keringat di bawah terik matahari teruslah berteriak dan paksa mereka untuk mengerti. Sebab ada galau membela rasa para generasi itu, yang terus menjadi misteri yang tak mampu terjawab. Sementara petaka di ujung pandang terus mendustai jiwa-jiwa yang nan lugu dan polo situ.

“Ini adalah semacam jeritan kami untuk sebuah harapan masa depan dimasa mendatang,” sebut Dinda salah satu diantaranya yang meneteskan air mata di bawah terik matahari.

Karena ada prahara antara saudara yang terus melahirkan gunda gulana, penuh dengan pertanyaan pada Indonesia “Ada Apa dengan Indonesiaku”. Deting peluruh memecah senyap angin malam, ribuan jumlahnya yang terus menembus dinding kegelisahan dan menggangu konsetrasi belajar mereka. Tubuh mereka gemetar, kaki mereka kaku.

Sehingga hanya dengan tumpuan harapan tunas-tunas muda bangsa itu, terus suarakan kegelisahannya melalui puisinya, agar dihentikanlah tragedy berdarah yang menggelora di bumi Tadulako ini dan kepastian hukum bumi Pertiwi. Suara sayup penuh ketakutan tapi memiliki potensi kekuatan yang dahsyat terus berteriak, “mari bergandeng tangan untuk Indonesia bersatu dan jaya kembali” dengungan suara puisi dari Adit dan Alif.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun