Mohon tunggu...
Yusuf Bachtiar el-Fachri
Yusuf Bachtiar el-Fachri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

jika engkau hendak memahami seluruh jagat raya,,,maka "tak perlu kau bersusah payah mengadakan penelitian ke tempat yang jauh", namun yang perlu kau lakukan adalah sekedar memahami apa yang kau fikirkan dan kau rasakan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Nata

28 Maret 2015   03:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Belum Terjudulkan

selamat pagi dunia, semoga dunia saat ini tengah tersenyum malu melihat mentari terbit di sebelah timur.

Entah darimana harus aku mulai, namun yang pasti bahwa, aku sekarang lupa akan kehidupanku yang berada di era modern. Aku terlelap dalam gelapnya zaman mitologi abad pertengahan. ketika tersadar ternyata aku berada di tengah manusia-manusia yang begitu pandai teknologi dan melek informasi.

Beginilah awal ceritnya.

Aku terlahir di akhir abad 20 tepatnya tahun 1992 lalu. Terdidik di tengah-tengah keluarga yang santun dan begitu sangat sederhana (kata bijak dari sebuah kemiskinan.he_e maaf ayah). Kelahiranku dismbut dengn begitu gembira dari berbagai pihak, wajar saja aku anak pertama dari sepasang insan yang menjalani kehidupan. Pendidikan kecilku penuh dengan nuansa keagamaan yang ketat dan disiplin.

Ayahku bernama Rasimin seorang pekerja buruh keturunan jawa yang terlahir di kota perbatasan Jabar Jateng, Cilacap. Seorang revormis di keluarganya. Aku katakan demikian karena memang dia selalu membantah apa yang telah orang tua sebelumnya katakan. Disaat orang tua kala itu sangat kentara dengan tahayul-tahayul dan sajen-sajen ratu kidul, dengan tegas dia menolak dan hendak mengajak semua keluarga untuk mejalani kehidupan yang lebih rasional, terlepas dari mitologi-mitologi. Secara singkat itulah ayahku, sang hero. Ha_a

Ibuku adalah orang yang penuh dengan kasih sayang yang begitu dalam terhadapku. iyalah,,,dia kan ibuku. ya namun bukan itu maksudku. Ibuku bernama Dede Suryati terlahir di kalangan orang-orang Jawa juga sama seperti ayahku. Hanya saja dia terlahir sebagai orang pribumi asli daerah Ciamis. Walaupun Ciamis merupaka basic dari sunda namun daerah tempat tinggal ibuku merupakan tempat perpindahan penduduk dari daerah Jawa Tengah dan sekitarnya. Ibuku adalah orang yang penuh dengan kasih sayang yang telah ia pelajari dari ibunya sejak kecil, alias nenekku. Senyumnya selalu menyiratkan kehangatan di dinginnya malam dan lentera di gelapnya malam.

Singkat cerita aku terlahir dan terdidik di tengah-tengah mereka. Meskipun ayahku seorang revormis di tengah-tengah keluarganya namun tetap saja kami hidup masih di tengah-tengah gelapnya masa mitos yang mengakar dan membudaya. Terlebih ketika terlahir di kalangan yang belum melek terhadap pendidikan, bagiku masih merupakan sebuah tragedi yang akan sedikit mengganggu kehidupanku kedepannya. Namun ayahku begitu bertekad untuk bisa mendidik anaknya ke jenjang pendidikan yang jauh lebih tinggi dari pada dirinya.

Aku selalu dicekoki dengan kalimat sekolah, sekolah dan sekolah, jangan seperti ayah dan ibu yang tak bisa sekolah karena biaya. Dia bicara seperti itupun sebenarnya tanpa ada biaya untuk memberikan pendidikan terhadap anaknya yang hendak ia sekolahkan itu, ya Aku. Akhirnya mulai sejak tingkat Tsanawiyyah hingga Mu”alimin ia selalu mencari peluang untuk dapat menyekolahkanku dengan tanpa biaya. Alhasil selama sekolah 6 tahun di Pesantren Persatuan Islam 85 Kota Banjar aku nyaris tanpa biaya sepenuhnya. hanya di akhir kepemimpinan ust Endang aku mendapat tagihan SPP sekitar 50ribu/bulan dan itu ayahku sanggupi. selama 3 tahun akhirnya hanya iuran sekitar 50ribu/bulan.

Terlair dari kalangan dunia santri tidak lantas membuatku terbangun di tengah-tengah manusia modern. Justru terkadang aku makin larut dalam dunia mitologi yang begitu kentara dengan sebuah dorongan dan landasan wahyu. (semoga tida salah kata) karena memang kebanyakan ayat demi ayat yang aku pelajari begitu kentara dengan tafsir tekstual. Gambaran-gambaran alam yang sesuai dengan alam akhirat dan sebagainya. Namun juga sedikit membuka cakrawala kehidupanku dimasa-masa setelahnya. Dan mulai dari sanalah dapat mengintik sebuah dunia yang begitu agung masanya.

Dunia pesantren membuka jendela kegelapan mitologi kehidupanku. Walaupun tidak dapat mendorongku untuk dapt keluar dari pintu peradaban lama. Dunia peantren membukakan jendela peradaban baru tatanan dunia saat ini namun justru melarangku untuk bersinggungan dan bersua dengan peradaban baru tersebut. sesat, penuh kebohongan, jauh dari syari’at, penuh dengan maksiat dan mudhorot, dan berbagai alasan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun