Kisah ini dimulai dari seorang pengusaha bule, sebut saja Hendrik, hendak menyewa salah satu rumah yang sangat besar di jalan Slamet Riyadi, Jakarta Selatan. Setelah terjadi kesepakatan antara pemilik rumah dan sang pengusaha, terjadilah akad kontrak sewa menyewa rumah oleh kedua belah pihak. Dalam lembar surat perjanjian bermaterai, disebutkan bahwa sewa rumah selama dua (2) tahun dengan uang sewa sebesar Rp 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah)
Malam itu, Hendrik bersedia membayar uang tanda jadi sebesar Rp 5.000.000,- pada saat ditandatanganinya surat perjanjian dan akan melunasi sisanya tiga hari kemudian, setelah mencairkan uang depositonya di bank. Dalam surat perjanjian tersebut, tertera pula bahwa penyewa mulai menempati rumah pada malam hari itu juga.
Pagi harinya, Hendrik berbelanja properti (perabot) untuk melengkapi isi rumah, dengan membeli di beberapa toko yang berbeda. Maklum karena rumah besar itu memang dalam keadaan kosong, tak heran kalau Hendrix membeli seluruh perabotan yang memang diperlukan untuk melancarkan aksi bisnisnya.
Singkat cerita, siang itu Hendrik menunggu kedatangan barang-barang yang dibelinya di depan rumah. Tak berapa lama, datanglah dua buah mobil box masuk ke halaman rumah tersebut. Terlihat beberapa meja kantor beserta kursi, seperangkat meja kursi ruang tamu, sofa, beberapa lemari besar, dan beberapa rak buku eksklusif, mulai diturunkan satu persatu dan dimasukkan ke dalam rumah. Selesai memasukkan barangnya, salah seorang pengantar menyodorkan tagihan nota pembelian yang harus dilunasi kepada Hendrik. Sepertinya memang sudah dipersiapkan oleh Hendrik, langsung saja diberikan selembar cek kepada si pengantar.
“Mohon maaf mister Hendrik, kalau tidak salah tadi bos memberi tahu bahwa pembayarnnya menggunakan uang cash,” kata si pengantar.
“Uang sebanyak ini dan saya harus bayar cash, yang benar saja kamu ini ..” balas Hendrik sambil menolakkan tangannya di pinggang.
“Tapi begitulah pesan dari bos sebelum kami mengantar barang tadi ….”
Hendrik mengambil HP-nya, memencet beberapa tombol dan langsung menempelkan di kuping kanannya. Terjadi percakapan (perdebatan) yang cukup lama dan alot antara Hendrik dan bos pemilik toko. Di akhir percakapan, terjadilah kesepakatan bersama.
“Oke mas…, kamu punya bos setuju bahwa uang akan saya bayarkan besok siang pukul 14.00, tapi silakan bawa cek tersebut sebagai jaminan dari saya,”
Selang beberapa puluh menit, mucul sebuah mobil box dan segera menurunkan banyak sekali barang-barang elektronik. Beberapa set perangkat komputer, beberapa pesawat televisi, kulkas, kompor listrik, dan barang-barang elektronik lainnya. Seperti sudah diatur skenarionya, belum selesai barang-barang diturunkan, muncul sebuah truk terbuka dan memasuki halaman. Kali ini yang dipesan oleh Hendrik adalah perlengkapan kamar tidur beberapa set, lengkap dengan lemari pakaian dan meja kaca rias.
Setelah selesai memasukkan barang-barang, menjelang sore hari pulanglah para pengantar barang dengan membawa masing-masing selembar cek dari Hendrik dan pembayaran uang cash akan dilakukan besok pukul 14.00.
***
Besoknya, kurang lebih jam 14.00, para penagih yang dijanjikan berdatangan dan apa yang terjadi? Mereka tidak menemukan seorang pengusaha bule yang bernama Hendrik. Mereka mendapatkan rumah dalam keadaan kosong melompong, tidak ditemukan barang sedikitpun di dalamnya, kecuali beberapa sampah kardus yang berserakan di sana-sini. Mendapat gelagat yang kurang baik, mereka sepakat menghubungi pihak kepolisian. Setelah diselidiki, ternyata polisi mendapatkan informasi dari beberapa tukang ojek dan satpam rumah sebelahnya, bahwa semalam ada tiga (3) truk besar yang keluar dari rumah yang disewa oleh Hendrik.
Luar biasa! Hanya dengan modal Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) saja, penipu ulung yang bernama Hendrik itu telah menggasak ratusan juta rupiah dalam waktu satu hari saja! Waspadalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H