Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tumpang Tindih Ketenagalistrikan Nasional

9 Mei 2022   08:08 Diperbarui: 9 Mei 2022   08:23 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berdasarkan kondisi tersebut seharusnya UU tegas untuk solusi Ketenagalistrikan Nasional serta yang berkaitan dengan penanaman modal:

1. Memisahkan secara tegas batasan fungsi komersial dan fungsi sosial dari PLN. Bila perlu membuat perusahaan 'PLN' lain yang hanya menjalankan satu fungsi saja, misalnya fungsi sosial saja. Sementara, 'PLN' yang satunya lagi hanya menjalankan fungsi komersial dan 'PLN' inilah yang menjadi perusahaan komoditas (yang menjalankan fungsi komersil). Di sini, hak rakyat menjadi sangat tegas.

2. Memetakan dengan cermat daya beli masyarakat terhadap listrik yang kemudian dijadikan acuan untuk mengkategorikan energi listrik sebagai komoditas atau bukan (infrastruktur yang harus disediakan pemerintah sebagai perwujudan pelaksanaan PSO).

3. Pembentukan PLN yang menjalankan fungsi komersial, dengan status persero, dilakukan secara bertahap di wilayah-wilayah tertentu yang mampu dan mempunyai potensi untuk membeli komoditas PLN secara komersial.

 Sementara untuk wilayah-wilayah yang tidak mampu tugas mengadakan tenaga listrik adalah kewajiaban PLN yang menjalankan misi sosial yang boleh jadi hanya berbentuk perum sampai wilayah tersebut berkembang dan dianggap mampu membayar listrik secara komersial (data-data Badan Statitik Nasional dapat dijadikan acuan dalam pembentukan ini).

4. Menggunakan sebagian subsidi untuk membangun pembangkit-pembangkit baru,
sekaligus memperluas penerapan pentarifan regional untuk menutup biaya beban usaha. Artinya, subsidi pemerintah adalah tetap, cuma pengalokasiannya yang berubah. Selama ini, subsidi pemerintah lebih banyak dgunakan untuk mendukung biaya beban usaha.

5. Melakukan privatisasi terbatas yang tentunya harus didahului dengan pembentukan anak-anak perusahaan dan penetapan aset-aset secara tegas dan bersifat legal formal bagi wilayah-wilayah yang secara ekonomi sudah matang untuk menjadikan listrik sebagai komoditas.

6. Memanfaatkan sebagian laba dari anak-anak perusahaan yang menjalankan fungsi komersial tersebut untuk membangun kelistrikan di wilayah-wilayah yang masyarakatnya secara ekonomi belum mampu membeli listrik sebagai sebuah komoditas.

7. Seandainya pembentukan dua PLN tersebut tak bisa dilakukan, pemerintah hendaknya mengembalikan PLN ke status sebelumnya, yaitu perum atau jawatan. Untuk menjalankan usahanya pemerintah harus menganggarkan biaya pengadaan listrik pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) serta pembedaan Tarif yang antar wilayah di Indonesia tidak dapat disamakan antara satu dan lainnya. 

Bagaimana pun, adalah tugas pemerintah untuk menyediakan infrastruktur strategis dalam mengembangkan dan memajukan masyarakat Indonesia.

8. Untuk memperbaiki kinerja keuangan pada masa-masa mendatang, PLN (pemerintah) perlu memanfaatkan energi-energi non BBM yang ada tersedia dalam jumlah besar. Sebagai contoh, Indonesia mempunyai potensi total panas bumi sebesar 27.000 MW, sementara yang digunakan baru berkisar 4 - 10% saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun