Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengubah Sistem Pengelolaan PT PLN (Persero) Bukan Melaksanakan Unbundling!

11 Desember 2021   11:11 Diperbarui: 11 Desember 2021   11:29 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

  Disebut dengan kata Privatisasi atau unbundling yaitu pemisahan system
Pembangkit,Transmisi,Distribusi hingga retail, yang telah banyak
negara dunia, diantaranya Nigeria,Filipina sampai Uni Eropa, hasilnya
privatisasi energi telah merugikan, mengecewakan banyak orang dan
potensi merusak bumi.
  

  Privatisasi energi memang dipaksakan kepada negara-negara berkembang
sebagai persyaratan untuk mendapatkan pinjaman dan untuk pembangunan
infrastruktur dari institusi keuangan multilateral IMF dan Bank Dunia.
Guna investor  swasta meraup sebanyak-banyaknya keuntungan, tetapi
hanya sedikit yang dilakukan, kecuali untuk memperkaya sekelompok
kecil orang dengan mengorbankan banyak orang, dalam hal ini
masyarakatlah yang akan menjadi korban. Kenapa demikian?., Karena
Privatisasi energi telah memperlebar jurang ketimpangan dan menunda
transisi yang sesungguhnya amat sangat penting yaitu menuju energi
terbarukan.

 Di bawah kepemilikan publik, suatu jaringan energi listrik bekerja
sebagai satu sistem yang memanfaatkan integrasi antara pembangkit,
transmisi, distribusi, disebut Vertical Integrated System, dan sebagai
pemasok bagi pengguna listrik, dengan Bahasa gamblangnya adalah
masyarakat sebagai konsumen listrik. Dilaksanakannya privatisasi akan
memecah-pecah berbagai fungsi ini. Pembangkit dijual, distribusi
dibuat menjadi waralaba, dan pasar besar untuk perdagangan energi
dibuat. Bagian-bagian yang dapat mendatangkan keuntungan dari jaringan
ini diserahkan kepada investor swasta, sementara bagian-bagian yang
tidak menguntungkan tetap berada di tangan publik. Oleh karena itu
interkoneksi yang selama ini dibangun dan telah berjalan hanya
JawaBali. Kenapa?, karena dinilai dapat menguntungkan Sekelompok Swasta
tertentu dan asing dengan menggunakan Aset milik PT PLN(persero) dalam
hal ini adalah Pembangkit  yang diprivatisasi unbundling. Dimulai sejak
tahun 1998.

Ideologi inilah yang biasa disebut sebagai deregulasi, tetapi
kenyataannya tidak demikian dalam mengelola jaringan listrik yang
telah terprivatisasi tanpa adanya ekspansi birokrasi yang masif,
termasuk pasukan pengiklan yang menghabiskan dana tak terhingga untuk
kampanye guna menyakinkan konsumen, sekali lagi dalam hal ini
adalah masyarakat Indonesia., Untuk membeli kebutuhan akan listrik.
Aspek-aspek inilah disebut  unbundling, penciptaan keuntungan yang baru
diperkenalkan, dan menciptakan beragam regulasi yang dibuat-buat dan
rumit untuk mengelola pasar. Membuat jaringan listrik yang telah
terprivatisasi menjadi secara inheren tidak efisien, lebih tidak
stabil dan lebih mahal.

Disaat privatisasi listrik sudah berlangsung, biasanya dibarengi
dengan janji bahwa investasi swasta akan membuat harga lebih murah,
meningkatkan pasokan listrik dan layanan prima. Tetapi berbagai kebijakan
privatisasi justru berujung pada tagihan listrik yang lebih tinggi,
pemutusan jaringan listrik sebagai hukuman akibat tidak
membayar tagihan, kerentanan energi yang meningkat dan gagal meluaskan
jaringan listrik ke wilayah yang belum teraliri listrik. Nah, selama
ini yang kita ketahui bahwa pasca "pemaksaan kehendak lembaga keuangan
multilateral" atas bidang energi  yang dimulai tahun 1999 adalah
dibentuknya interkoneksi Jawa-Bali dan dibentuknya IPP(Independent
Power Producer), sementara saat ini semua system ketenaga listrikan di
Indonesia adalah milik PT PLN(persero) dengan seluruh pembangkitnya
sebesar plusminus 15000 MW. Dan untuk kebutuhan akan listrik seluruh
Indonesia tanpa kecuali. Namun "dirusak" oleh , dengan rencana privatisasi
tersebut. Bagaimana dengan kebutuhan akan listrik serta interkoneksi
diluar Jawa-Bali?, transmisi milik negara dibawah bendera PT
PLN(persero) telah tersebar di seluruh Nusantara.

Bandingkan Dengan Negara Tetangga Malaysia

  Selama ini tengah jadi polemik di tengah masyarakat Indonesia adalah
tarif listrik dan pengelolaannya serta penempatannya, penggunaannya.
Ini dikarenakan banyak pelanggan PT PLN (Persero) yang mengeluhkan
kenaikan tagihan listrik selama masa pandemi wabah virus corona
(Covid-19), terutama di bulan Juni 2020. PLN sendiri berkali-kali
menegaskan, kalau tarif listrik belum mengalami kenaikan.  Berikut tarif listrik adjusment terbaru PLN di
2020:
R-1/TR (900 VA-RTM): Rp 1.452/kWh
R-1/TR (1300 VA): Rp 1.467/kWh
R-1/TR (2200 VA): Rp 1.467/kWh
R-2/TR (3500 VA - 5500 VA): Rp 1.467/kWh.
 R-3/TR(6600 VA keatas):Rp1.476/kWh.
Di Negeri Jiran, penyediaan tenaga listrik dilayani oleh Tenaga
Nasional Berhad atau TNB, sahamnya dimiliki Khazanah Nasional, yaitu
perusahaan investasi milik pemerintah Malaysia., tarif listrik
domestik di Malaysia dihitung pada 5 kategori sesuai dengan jumlah
pemakaian dan bersifat progresif. Hal tersebut menguntungkan rakyat
Malaysia dan menjadikan harga listrik rumah tangga murah meriah
apabila mereka menggunakan listrik secara hemat. Malaysia tidak
mengenal Biaya Beban. Di Indonesia saat jam sibuk atau pembangkit
puncak (peak load) terjadi 30-40% dari beban maksimum. Waktu
tersebutlah diantaranya yang kelak dimanfaatkan oleh pihak-pihak
Tertentu   dalam mengeruk pundi-pundi keuntungan tanpa menghiraukan
kebutuhan akan listrik masyarakat Indonesia.
  Seandainya kita mau mencontoh pola negara-negara tetangga yang
mendahulukan kepentingan pembangunan ekonomi kerakyatan dari tingkat
terbawah seperti diantaranya Malaysia, Indonesia sudah sepatutnya
melakukan hal yang sama sejak semula.
  Namun, kenyataannya tidak demikian. Privatisasi Ketenagalistrikan
dan Migas telah mengubah sejarah berdirinya PT PLN(persero) dan Sistem
ekonomi Indonesia sejak kemerdekaan, yang sudah 76 tahun umurnya,
praktis sama saja dengan kita selama sekian abad berada di bawah
penjajahan asing. Sistem ekonomi yang berkembang sampai saat ini masih
bersifat kapitasistik. Dan tidak berpihak kepada Rakyat Indonesia.
Sesungguhnya PT PLN(persero) yang salah adalah Pengelolaannya bukan
teknis termasuk penerapan Tarif Dasar Listrik.

Dasar Hukum.

Diawali dengan UU No.15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, kemudian
waktu bergulir terbit UU No 20 /2002 tentang Ketenagalistrikan yang
membuat bergeraknya seluruh unit Serikat Pekerja PT PLN(persero),
melakukan gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi. Dengan hasil UU No
20/2002 dibatalkan Total oleh Mahkamah konstitusi. Jadi sesungguhnya
setelah pembatalan UU No 20/2002 oleh Mahkamah Konstitusi PT
PLN(persero) dikelola dengan melawan konstitusi. Pemerintah seharusnya
tunduk dan patuh terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi. Kami rakyat
Indonesia hanya bergantung dan percaya kepada konstitusi. Karena
konstitusi atau undang undang dibikin untuk melindungi rakyat
Indonesia.
Ternyata Pemerintah tidak berhenti sampai di UU No 20/2002, kemudian
muncul UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan pengganti UU No
20/2002,ternyata isi UU No 30/2009  sama, yaitu hanya untuk
kepentingan pemodal dan menindas rakyat. Pasal-pasal UU No 30/2009
yang menindas rakyat pun telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi atas
Judicial Review yang dilakukan oleh Serikat Pekerja pada 2015.
Untuk diketahui oleh seluruh masyarakat Indonesia bahwa PLN dibentuk
oleh Founding Father Kita Bung Karno Dan kawan-kawan dari
nasionalisasi perusahaan-perusahaan listrik Belanda bernama Ebalon,
Ogem, Aniem, Gebeo, NIGMN, dan beberapa perusahaan lainnya, yang
tercerai-berai ,kondisi saat itu, kalau sekarang kita sebut Unbundling
dan Liberalisasi ketenagalistrikan. Tetapi Bung Karno dan kawan-kawan
mengubah menjadi sebuah perusahaan yang "Vertically integrated System"
satu kesatuan dari hulu ke hilir, tidak tercerai berai, yang kemudian
bernama PLN. Demi untuk azas keadilan serta Kesatuan dan Persatuan
guna menerangi Ibu Pertiwi.

Kembali Ke Konstitusi Pasal 33 UUDRI 1945

Terbaik saat ini adalah harus apa adanya berjalan sesuai konstitusi
yaitu Pasal 33 UUDRI 1945 bukan untuk investor  swasta meraup
sebanyak-banyaknya keuntungan, tetapi hanya sedikit yang dilakukan,
kecuali untuk memperkaya sekelompok kecil orang dengan mengorbankan
banyak orang, dalam hal ini masyarakatlah yang akan menjadi korban.
 UUD 1945 menyatakan, "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan" (Pasal 33 Ayat 1); "Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara" (Pasal 33 Ayat 2); "Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" (Pasal 33 Ayat 3);
dan "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, Kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional"(Pasal33Ayat4). Dengan demikian bangsa Indonesia akan menjadi
Bangsa mandiri bukan hanya angin surga dan dibawah tekanan
hipnotis,janji angin surga pihak yang ingin menghancurkan Indonesia
dan Mengubur mimpi para penggagas dan pendiri republik ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun