Dalam situasi seperti sekarang, kami terbiasa mengamati suasana kampus yang terdiri dari mahasiswa dengan berbagai warna kebiasaan dan motif yang berbeda-beda. Apalagi bagi mereka yang suka membaca orang berdasarkan stereotype.
Mereka lalu-lalang keluar masuk gerbang. Kadang-kadang satpam menghentikan mahasiswa yang berpakaian tidak senonoh.
Aktivitas semacam itu merupakan kejadian yang lazim terjadi di kampus. Orang sering membayangkan betapa memiliki kesamaan kampus dan mal. Sama-sama ramai.
Ditambah lagi imajinasi manusia-manusia lain mengenai kampus yang sering ditampilkan melalui pengalaman-pengalaman kunjungan ke kampus tetangga.
Tidak seperti di pagi hari, mulai jam dua siang kampus hanya didiami oleh sebagian orang yang dapat diketahui jumlahnya. Suasananya lebih sepi, mengundang letih bagi siapa saja yang tidak terbiasa melihat kampus sesunyi itu.
Halaman kampus itu terdiri dari gedung-gedung mewah. Sebagian sudah roboh. Yang merupakan ruang pertemuan dan gudang buku.
Akan mudah dimengerti, jika kondisi seperti itu terus-menerus terjadi. Pilihan yang paling dekat bagi orang-orang yang tidak suka lama-lama di kampus.
Maka refleksi bagi kita yang merasa leluasa dengan identitas sosial yang dimiliki. Pergi pagi, dengan suatu rutinitas kuliah, dan pulang sore kadang malam ke indekos.
Betapa berlebihannya hidup semacam itu bagi kita. Dan menjadi kritik bagi orang yang tak menyukainya.
Ambon, 14 Desember 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H