Mohon tunggu...
Yustri Samallo
Yustri Samallo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri Ambon.

"Pencerahan selalu bertujuan membebaskan manusia dari rasa takut dan menegakkan kedaulatannya. Namun, negeri yang benar tercerahkan itu menyebarkan kejayaan malapetaka."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Balik Kampus

30 Januari 2020   04:24 Diperbarui: 30 Januari 2020   04:41 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah nyata sehari-hari di kampus kadang-kadang melebihi cerita fiksi. Disela-sela kami duduk di Taman Kampus, seseorang membawakan kopi segelas yang hampir habis. Tetapi media sosial tak pernah habis membahas gencatan senjata yang diarahkan ke Uighur.

Di pojok lain Amerika Serikat seperti beruntun menaruh simpati. Serupa labirin dalam cerita The Name Of The Rose yang ditulis Umberto Eco: penuh teka-teki.

Sejumlah lukisan kini dipajang berupa gambar pemandangan suasana intimidasi. Juga gambar pembelaan aneh-aneh. Tatapan orang-orang jadi lebih jauh dan liar. Di balik kerangka dunia manusia seakan-akan dipisahkan sebuah dinding besar berlapis.

Hingga saat ini Timur Tengah terus diguncang prahara wilayah hingga menyentuh perhatian sebagian dunia. Bahkan tak kunjung terselesaikan. Akhir-akhir ini, Uighur: salah satu negara minoritas muslim di Cina, menjadi perhatian Dunia Internasional.

Tindakan yang mengakibatkan kematian memang menjadi hal yang paling diwaspadai. Pihak aktor meniadakan perlakuannya yang memungkinkan ia tak akan dicurigai. Akhirnya bisikan-bisikan itu muncul lebih sering di ruang-ruang tertutup.

Setelah menghabiskan kopi, kami menuju taman paling ujung dekat Gedung Olahraga. Tak jauh dari Asrama Putri kami duduk.

Tidak seperti dugaan banyak orang. Kami punya pendapat-pendapat tersendiri mengenai peristiwa di Uighur. Justru tak merasa bebas dengan waham yang terbangun dibeberapa media massa.

Tentu siapa pun akan meragukan penuturan media massa. Sebab ia telah divonis dengan wahamnya. Jangankan meyakini, mendengar nama medianya saja mungkin harus meragukannya. Termasuk orang-orang yang mengakui diri paling benar.

Setiap siber punya kebiasaan dan motif yang berbeda-beda. Bagi orang yang merasa baik-baik saja dengan kondisi dunia sekarang ini, mungkin tak perlu meragukannya. Hal demikian adalah representasi buruk dari bayangan orang tentang dunia.

Mentok, 21 Desember 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun