Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pentingnya Data

8 Agustus 2014   19:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:03 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika Prabowo selaku calon presiden, peserta pemilu presiden 2014 menolak hasil perhitungan suara nasional yang dilakukan oleh KPU, dia menyatakan bahwa telah terjadi kecurangan yang sistematis, terstruktur dan massif.

Penilaian dalam sebuah kalimat itu punya implikasi yang besar. Mengapa?. Untuk membuktikan tuduhan adanya kecurangan yang sistematis, terstruktur dan massif perlu bukti yang sangat banyak. Tak heran jika sebelum mendaftarkan gugatan ke MK disebut akan dibawa barang bukti yang akan diangkut dengan 10 truk box.

Namun ternyata bukti yang dibawa tidak sebanyak yang disebutkan sebelumnya. Sampai kemudian muncul olok-olok yang dibawa hanyalah ekstraksi dari dokumen 10 truk box. Namun ada yang mengatakan bukti yang disiapkan bertruk-truk itu hilang.

Dan akhirnya sidang MK untuk sengketa hasil perhitungan pemilu dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus 2014. Sidang dibuka dengan ‘Orasi’ oleh Prabowo selaku penggugat. Seperti biasa Prabowo bicara dengan berapi-rapi. Dan entah dengan data dari mana, Prabowo menyebutkan pelaksanaan pemilu di Korea Utara jauh lebih baik dari pemilu di Indonesia.

Menurut Prabowo bahkan di Korea Utara sekalipun tak akan terjadi seorang calon memperoleh angka 100% kemenangan di sebuah daerah. Sebab tak mungkin pemilih di sebuah daerah hanya memilih satu calon saja tanpa menyisakan suara untuk calon lainnya. Kemenangan 100% hanya ada di negara totaliter, fasis dan komunis, begitu ditegaskan oleh Prabowo.

Setelah ‘Orasi’ dari penggugat, majelis hakim MK mulai memberikan penilaian atas dokumen gugatan. Apa yang diingatkan oleh majelis hakim sekali lagi adalah data. Majelis meminta data yang membuktikan apa bentuk kecurangannya, dimana kejadiaannya dan seperti apa. Pun dengan apa yang disebut dengan ‘pengkondisian’ apa yang dimaksud dan apa bentuk kegiatannya, siapa yang melakukan, kapan dan seterusnya.

Menurut hakim apapun yang disebut dengan kecurangan, pengkondisian dan lain sebagainya tanpa disertai bukti hanyalah sebuah andai-andai atau sekedar dugaan yang sulit untuk dinilai kebenarannya.

Soal kemenangan pasangan tertentu 100% di beberapa daerah yang masuk wilayah propinsi Papua, harusnya bukan sesuatu yang mengejutkan dan asing. Sistem noken yang dipakai di beberapa wilayah kabupaten di propinsi Papua memang tidak diatur dalam UU Pemilu atau bahkan bisa dianggap sebagai berlawanan dengan azas LUBER.

Tapi sistem Noken menjadi lazim dan berlaku di daerah itu bukan hanya pada pilpres 2014, melainkan dalam pemilu baik legislatif, presiden maupun kepala daerah sebelumnya. Jadi sistem ini sebetulnya dikenal oleh semua peserta pemilu sebelum pilpres 2014. Dan MK sendiri pernah menyidangkan gugatan atas perolehan suara dengan sistem ini dalam pemilu sebelumnya yang dalam keputusannya sistem pengambilan suara noken ini diakui dan diterima.

Jadi menyamakan perolehan suara 100% dengan kecurangan tanpa disertai data yang kuat atau berdasar asumsi tak mungkin ada calon memperoleh suara 100% disebuah wilayah bukanlah fakta hukum.

Pemilu presiden 2014 jelas lebih sederhana dari pemilu legislatif dan pemilu presiden sebelumnya karena calon hanya 2 pasangan. Sedikitnya calon tentu akan memudahkan bagi siapapun untuk melakukan pengawasan atas keseluruhan tahapan dalam pemilu. Banyaknya pihak yang mengawasi dan sedikit yang diawasi akan menjadi tanda awas bagi siapapun pemangku kepentingan dalam pemilu 2014 untuk berbuat curang atau tercela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun